JAKARTA, KOMPAS — Ekonomi digital tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sejalan dengan itu, Presiden Joko Widodo meminta usaha rintisan di dalam negeri untuk terus tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Guna mendorong realisasinya, pemerintah berkomitmen menciptakan ekosistem yang positif.
”Situasi yang disruptif, menurut saya, justru membuka peluang bagi pendatang baru di ekonomi digital. Membuka kesempatan bagi anak-anak muda yang kreatif-inovatif untuk menyalip di tikungan,” kata Presiden dalam Digital Start Up Connect 2018 di Jakarta, Jumat (7/12/2018).
Presiden berbicara di depan sekitar 1.000 anak muda yang sedang mengembangkan beragam usaha rintisan (start up). Ia didampingi antara lain Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara serta Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.
Selain kemauan, menurut Presiden, yang dibutuhkan untuk mewujudkan usaha rintisan yang menjanjikan adalah kerja keras, inovasi, dan keberanian bermimpi besar. Adapun untuk penguasaan teknologi, Presiden yakin anak-anak muda Indonesia mampu.
Presiden berharap, usaha rintisan tumbuh bersama berbagai usaha kecil dan mikro. Dengan demikian, kehadiran usaha rintisan tidak saja menghasilkan keuntungan pribadi, tetapi juga ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mengutip McKinsey Global Institute tahun 2016, ekonomi ditigal telah menyumbang 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia. Sementara laporan Digital Spillover menyebutkan, ekonomi digital di seantero dunia pada tahun yang sama senilai dengan 11,5 triliun dollar AS atau 15,5 persen terhadap PDB dunia.
Dengan laju 2,5 kali lipat lebih cepat ketimbang pertumbuhan ekonomi global selama 2000-2016, ekonomi digital dunia diproyeksikan akan mencapai 23 triliun dollar AS atau 24,3 persen terhadap PDB dunia pada 2025.
Indonesia memiliki potensi yang besar. Saat ini terdapat sekitar 60 juta usaha mikro dan kecil. Jenis usahanya pun beragam. Jika bisa digandeng dengan berbagai sentuhan modern, unit-unit tersebut akan tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, Presiden berkomitmen untuk menciptakan ekosistem yang positif.
Pertumbuhan lambat
Secara terpisah, Group Managing Director Bhumi Indonesia Agni Pratama menyatakan, tingkat sukses usaha rintisan sejauh ini meningkat, tetapi masih tergolong rendah, hanya 10 persen. Artinya, 90 persen usaha rintisan tak dapat tumbuh lebih besar lagi sehingga akhirnya mati. Bahkan, untuk usaha rintisan berbasis teknologi digital, tingkat suksesnya masih 4 persen.
”Tingkat sukses usaha rintisan dari tahun ke tahun terus naik, tetapi lajunya lambat. Tingkat suksesnya pun masih rendah. Ini yang membuat banyak investor enggan masuk,” tutur Agni.
Pada tahap awal, misalnya, usaha rintisan masih kesulitan mengakses pembiayaan. Peraturan perbankan tentang agunan dinilai tidak memberikan ruang bagi usaha rintisan untuk mengaksesnya. Persoalan lain adalah minimnya mentoring dari pelaku usaha yang sukses. Investor umumnya juga hanya menanamkan modal tanpa memberikan pendampingan.
Tingkat sukses usaha rintisan dari tahun ke tahun terus naik, tetapi lajunya lambat. Tingkat suksesnya pun masih rendah. Ini yang membuat banyak investor enggan masuk.
”Pemerintah kalau mau serius ingin mengembangkan usaha rintisan harus membuka akses pembiayaan. Banyak bisnis rintisan yang tidak bankable menurut aturan perbankan,” ucap Agni.
Solusinya, lanjut Agni, pemerintah mendorong agar hak kekayaan intelektual bisa dijadikan agunan pembiayaan di bank. Kebijakan ini harus dituangkan ke dalam undang-undang untuk kemudian diintegrasikan dengan peraturan di sektor keuangan.
Secara paralel, swasta dan badan usaha milik negara (BUMN) mesti didorong memberikan dana ventura bagi usaha rintisan yang akan memperkuat rantai pasoknya sendiri. Saat ini sudah ada beberapa perusahaan swasta dan BUMN yang melakukannya, tetapi jumlahnya masih sedikit.
”Kampus juga berperan penting untuk menginisiasi dari sisi akademis, terutama industri kreatif yang melakukan melakukan perubahan sosial. Semua usaha ini paling tidak bisa meningkatkan tingkat sukses usaha rintisan,” kata Agni.