BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia yang kini berusia 28 tahun semestinya mereformasi diri. Tidak hanya konferensi yang membicarakan sosial politik yang diadakan, tetapi pengembangan teknologi dan kewirausahaan perlu jadi fokus.
Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam penutupan Silaknas dan Milad Ke-28 ICMI di Bandar Lampung, Sabtu (8/12/2018), mengingatkan, ICMI pada tahun 1990 didirikan oleh BJ Habibie yang didorong para mahasiswa. Saat itu, ICMI mampu menepis dugaan islamisasi dan mendekatkan Presiden Soeharto dengan kelompok Muslim.
Namun, saat ini, setelah 28 tahun dan dunia memasuki revolusi industri keempat, peran ICMI dipertanyakan. Sebab, Indonesia masih ada di era sebelum revolusi industri sampai revolusi industri keempat.
Kalla mencontohkan masih adanya petani yang mencangkul secara manual sebagai penanda Indonesia masih di era sebelum revolusi industri. Sementara itu, masalah swasembada pangan ataupun rumah murah belum juga bisa diatasi sampai sekarang.
Oleh karena itu, lanjut Kalla, pertanyaannya adalah bagaimana memakmurkan bangsa ini. Ia mencontohkan, harapan swasembada beras yang dicita-citakan Bung Karno sejak 70 tahun lalu sampai sekarang belum terwujud. Hal ini, selain tugas pemerintah, juga tugas mereka yang menguasai teknologi sebab tak bisa lahan diperluas terus sehingga peningkatan produktivitas memerlukan penguasaan teknologi.
”Kalau peningkatan produktivitas padi itu diciptakan laboratorium ICMI, itu baru berita. Kalau hasil silaknas deklarasi apa, itu bukan berita, setiap orang juga bisa,” ucap Kalla. Dalam acara ini, hadir pula Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie.
Kalla mendorong agar tak hanya konferensi-konferensi yang terus digelar, tetapi juga mendukung ilmuwan dan wirausaha berkarya dan mendorong kemakmuran rakyat.
”Kalau konferensi bisa memakmurkan rakyat, Indonesia sudah sangat makmur. Sebab, Indonesia negara dengan paling banyak konferensi. Tapi yang bisa memakmurkan rakyat adalah teknologi dan kewirausahaan,” ujar Kalla lagi.
Anggota ICMI pun diharapkan menjadi cendekiawan Muslim yang menghasilkan kemakmuran, bukan menghasilkan jabatan semata. Sebab, lanjut Kalla, banyak yang rajin ke ICMI hanya untuk mencari koneksi kendati koneksi sesungguhnya diperlukan. Namun, kerap terjadi bisik-bisik bahwa kawan ICMI sudah waktunya menjadi pejabat eselon I.
Semestinya, kata Kalla, justru bisik-bisik yang perlu dikabarkan adalah teman ICMI yang menemukan teknologi tertentu yang berguna untuk kemakmuran bangsa. ”Tanpa penguasaan teknologi dan kewirausahaan, kita akan ketinggalan terus. Jangan sampai kita hanya menjadi konsumen teknologi dan lebih banyak impor daripada ekspor,” ujarnya.
ICMI perlu menjadi pelopor penguasaan teknologi dan kewirausahaan. Karena itu, pergerakan ICMI diharapkan lebih banyak dari laboratorium ke laboratorium, bukan dari rapat ke rapat.
ICMI perlu menjadi pelopor penguasaan teknologi dan kewirausahaan.
”Mari kita berbuat teladan reformasi, reformasi supaya ICMI memakmurkan masyarakat. Jangan hanya memilih tema silaknas, tapi apa setelahnya,” kata Kalla.
Silaknas ICMI berlangsung 6-8 Desember di Universitas Bandar Lampung. Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 800 peserta ini, menurut Jimly Asshiddiqie, dideklarasikan pula pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Asia Tenggara (ICMA). Dalam pertemuan ini, hadir pula perwakilan cendekiawan Muslim dari negara-negara Asia Tenggara dan semua sepakat untuk menunjukkan Islam yang berbeda di Asia Tenggara.
Wapres Kalla bertolak dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Sabtu pukul 10.00. Tiba di Bandara Radin Inten II Lampung, Wapres langsung menuju lokasi silaknas di Universitas Bandar Lampung. Pada hari yang sama, Wapres langsung kembali ke Jakarta dan tiba kembali di Bandara Halim Perdanakusuma pukul 13.30.