Manuver Turki, Bola Panas Khashoggi
Turki dan Israel kini menjadi pusat sorotan terkait penyidikan kasus pembunuhan wartawan senior Jamal Khashoggi di Istanbul, Turki, 2 Oktober lalu. Isu Khashoggi terus menjadi perhatian media internasional setelah Turki tetap bersemangat menuntut keadilan dan transparansi terkait kasus pembunuhan kolumnis koran ”The Washington Post” itu.
Semangat Turki tidak susut meskipun Presiden AS Donald Trump lebih memilih berpihak kepada Arab Saudi dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) terkait isu Khashoggi. Sikap Trump cukup melemahkan posisi politik Ankara di kancah internasional.
Di tengah posisi politik Turki yang cukup lemah saat ini, Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia (HRW) melalui laman resmi lembaga itu, Kamis (6/12/2018), mengimbau Turki meminta secara resmi kepada Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar PBB melakukan penyidikan internasional dan independen terhadap kasus pembunuhan Khashoggi.
Sehari sebelumnya, Rabu, jaksa penuntut umum kota Istanbul mengeluarkan perintah penahanan terhadap dua pejabat Arab Saudi, yaitu Saud al-Qahtani dan Ahmed Asiri. Jaksa kota Istanbul itu menyebut Qahtani dan Asiri terlibat dalam perencanaan pembunuhan Khashoggi. Qahtani selama ini menjabat sebagai penasihat politik dan media MBS.
Adapun Asiri menjabat Wakil Kepala Intelijen Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi telah mencopot Qahtani dan Asiri dari jabatannya, tak lama setelah Riyadh mengakui Khashoggi tewas di konsulatnya di Istanbul. Namun sejauh ini, Pemerintah Arab Saudi belum memberi respons positif terhadap perintah yang dikeluarkan jaksa penuntut umum Istanbul, misalnya dengan menangkap Qahtani dan Asiri. Dua pejabat Arab Saudi itu masih bebas berkeliaran di Riyadh.
Menlu Turki Mevlut Cavusoglu dalam temu pers di Brussels, Belgia, Rabu lalu, mengancam, jika kerja sama Turki-Arab Saudi gagal menyelesaikan kasus Khashoggi secara adil dan transparan, Turki akan membawa kasus Khashoggi ke penyidikan internasional. Ancaman Menlu Turki tersebut telah mendapat dukungan kuat dari HRW.
Namun, apa langkah Turki berikutnya, termasuk apakah jadi membawa kasus Khashoggi ke tingkat penyidikan internasional, akan bergantung pada kesediaan Arab Saudi menangkap Qahtani dan Asiri serta kemudian menyerahkan keduanya kepada Ankara untuk diadili di Turki.
Ancaman Menlu Turki untuk membawa kasus pembunuhan Khashoggi ke tingkat penyidikan internasional itu membuat kasus tersebut tetap menjadi bola panas yang akan terus bergulir di kancah internasional dan sikap Ankara akan tetap jadi barometer terkait kasus Khashoggi.
Perangkat lunak Israel
Israel juga ikut terseret dalam kasus Khashoggi. Perusahaan perangkat lunak Israel, NSO Group, yang bermarkas di Herzliya, dekat kota Tel Aviv, ditengarai menjual perangkat lunak canggih kepada Arab Saudi pada tahun 2017 yang menyebabkan tewasnya Khashoggi.
Pengacara Palestina, Alaa Mohajanah, seperti diberitakan televisi Al Jazeera, Selasa (4/12/2018), mengklaim, dirinya telah ditunjuk dan diberi wewenang oleh pembangkang Arab Saudi yang berdomisili di Montreal, Kanada, Omar Abdulaziz, untuk mengajukan gugatan hukum ke pengadilan Tel Aviv terkait penjualan perangkat lunak secara ilegal oleh NSO Group kepada Arab Saudi.
Perangkat lunak tersebut telah membantu Arab Saudi mampu menyadap, mendeteksi, dan mematai-matai komunikasi antara Abdulaziz dan Khashoggi. Perangkat lunak itu mampu menyadap 400 pesan melalui Whatsapp dari Khashoggi kepada Abdulaziz. Dalam salah satu pesannya itu, Khashoggi menyebut MBS sebagai binatang buas.
Menurut Mohajanah, seperti dikutip Al Jazeera, penjualan perangkat lunak oleh NSO Group kepada pihak asing harus melalui proses ketat, yakni harus mendapat izin dari lembaga keamanan dan intelijen Israel. Ia menyebut, penjualan perangkat lunak oleh NSO Group kepada Arab Saudi adalah ilegal karena tidak melalui izin dari lembaga keamanan dan intelijen Israel.
Mohajanah mengklaim telah melayangkan gugatan hukum ke pengadilan Tel Aviv terkait penjualan perangkat lunak oleh NSO Group secara ilegal kepada Arab Saudi, Minggu (2/12/2018).
Ia mengungkapkan, pihak pengadilan Tel Aviv berjanji akan memanggil pimpinan NSO Group untuk meminta pertanggungjawaban tentang sejauh mana NSO Group melakukan pelanggaran hukum dalam kasus penjualan perangkat lunak untuk alat mata-mata pada Arab Saudi.
Adapun Abdulaziz melalui Twitter-nya menyebut, Arab Saudi telah membayar lebih dari 55 juta dollar AS kepada NSO Group untuk mendapatkan perangkat lunak yang bisa menyadap dan mendeteksi gerak-gerik jaringan kelompok oposisi Arab Saudi di mancanegara.
Harian Israel, Yedioth Ahronoth, November lalu, menurunkan laporan investigasi tentang penjualan perangkat lunak untuk mata-mata oleh NSO Group kepada Arab Saudi. Menurut harian Israel itu, pertemuan terjadi antara pimpinan NSO Group dan beberapa pejabat intelijen Arab Saudi di Vienna, Austria, pada pertengahan 2017.
Dalam forum pertemuan tersebut, pimpinan NSO Group menawarkan produk terbaru terkait perangkat untuk dapat menyadap dan mendeteksi pembicaraan lewat telepon pintar, yaitu Pegasus 3. Setelah melalui beberapa pertemuan, pihak Arab Saudi akhirnya memutuskan untuk membeli paket Pegasus 3 senilai 55 juta dollar AS.
Yedioth Ahronoth mengungkapkan, tidak hanya Arab Saudi yang membeli paket perangkat lunak canggih Pegasus 3, Uni Emirat Arab (UEA) dan Meksiko juga telah membelinya untuk alat mematai-matai jaringan oposisi UEA serta jaringan perdagangan narkotika di Meksiko.