Presiden: Indonesia Butuh Panggung Interaksi yang Toleran
JAKARTA, KOMPAS — Penyediaan ruang bagi keragaman ekspresi budaya menjadi salah satu agenda strategis yang dirumuskan dalam Kongres Kebudayaan Indonesia 2018. Namun, menurut Presiden Joko Widodo, ketersediaan panggung ekspresi saja tidak cukup. Yang dibutuhkan sekarang adalah panggung interaksi yang bertoleransi.
Penyediaan panggung interaksi yang toleran menjadi poin penting yang disampaikan Presiden saat menerima rumusan Strategi Kebudayaan di hari terakhir Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2018 di halaman Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Minggu (9/12/2018) sore.
Penegasan ini penting karena menurut Presiden kontestasi kata tanpa toleransi akan memicu perang kata yang penuh dengan ujaran kebencian, saling hujat, saling fitnah, dan saling cela seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini.
”Kontestasi diri tanpa toleransi akan memicu kecemburuan dan kebencian. Kontestasi ekonomi tanpa toleransi juga dipastikan akan memperlebar ketimpangan yang ada. Kontestasi politik tanpa toleransi pun bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan. Itu hal-hal yang harus dihindari. Karena itu, kita tidak cukup hanya menjamin ketersediaan panggung ekspresi. Yang kita butuhkan adalah panggung interaksi yang bertoleransi karena inti dari kebudayaan adalah kegembiraan,” ucap Presiden seusai menerima hasil KKI berupa dokumen Strategi Kebudayaan dan Resolusi Kongres.
Menurut Presiden, panggung interaksi yang diwarnai jiwa toleransi membutuhkan ruang-ruang yang bervariasi. Panggung-panggung interaksi itu bisa berbentuk ruang fisik yang inklusif, seperti kota-kota pintar (smart city) yang menyediakan ruang publik yang inklusif sebagai panggung toleransi, bisa pula berupa ruang ekspresi dan kebebasan mimbar akademik, lembaga-lembaga keagamaan dan pendidikan, media massa, media elektronik, dan media sosial.
Untuk mewujudkan hal tersebut, negara harus hadir sebagai fasilitator yang mendukung ekspresi toleransi. Selain itu, dibutuhkan pula reformasi birokrasi kebudayaan yang fleksibel dan sesuai dengan tuntutan zaman dan bisa memfasilitasi keterlibatan masyarakat melalui Dewan Kebudayaan dan Dewan Kesenian.
Dari hati dan pikiran
Betapapun besarnya peran pemerintah, panggung ekspresi yang toleran tidak mungkin terwujud tanpa adanya ruang-ruang ekspresi dan ruang-ruang toleransi dalam masyarakat.
”Ruang yang dibutuhkan bukan sekadar ruang di luar diri kita, tetapi juga ruang yang ada dalam tubuh dan pikiran kita. Ekspresi yang diwarnai toleransi dan toleransi yang diekspresikan juga membutuhkan ruang dalam hati dan pikiran, dalam niat di semua tindakan kita untuk membuka diri, untuk berbagi, dan mengembangkan diri. Dengan cara ini, kita bisa mempercepat langkah hijrah kita menuju sebuah Indonesia yang lebih maju,” kata Presiden yang kemudian menutup pidatonya dengan sajak berjudul ”Puisi Diponegoro” karya Chairil Anwar.
Mewakili kalangan budayawan, penyair asal Madura, D Zawawi Imron, mengatakan, kaum budayawan bertekad agar ke depan Indonesia bisa mengatasi semua ketertinggalan sehingga nanti Indonesia bukan lagi sekadar sejajar, tetapi ”harum” di tengah-tengah kebudayaan dunia.
”Untuk sampai ke situ, kita tentu butuh hati yang santun dan indah. Hati yang bersih dan indah supaya tidak terjadi cekcok, fitnah, ujaran kebencian di antara kita yang membuat kita diadu domba. Domba-domba di ladang saja tak pernah berkelahi, tetapi kenapa kita manusianya justru berkelahi,” ujarnya.
Zawawi berpesan, dengan hati yang indah dan bersih serta diselimuti oleh kemuliaan dan gagasan kebudayaan yang indah, kita tidak ada lagi waktu untuk berkelahi, saling memfitnah, atau saling menjelek-jelekkan.
”Kita harus tunjukkan kreativitas kita keluar. Kita harus merasa malu kalau kita tidak kreatif. Akhirnya, dibutuhkan kerja keras, tidak hanya cukup janji-janji seperti isi dari puisi saya berjudul Telur… dubur ayam yang mengeluarkan telur lebih mulia dari mulut intelektual yang hanya menjanjikan telur,” kata Zawawi yang kemudian disambut tepuk tangan hadirin.
Tujuh agenda strategis
Pada hari terakhir KKI 2018, Presiden menerima dokumen Strategi Kebudayaan dan Resolusi Kongres yang diserahkan oleh Wakil Tim Perumus Nungki Kusumastuti dan I Made Bandem. Tim Perumus Strategi Kebudayaan yang dipimpin Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyarikan tujuh agenda strategis yang masing-masing dilengkapi dengan resolusi.
Ketujuh agenda strategis tersebut meliputi pertama, menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya dan mendorong interaksi budaya untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif. Resolusi dari agenda strategis pertama ini adalah melembagakan Pekan Kebudayaan Nasional sebagai platform aksi bersama yang memastikan peningkatan interaksi kreatif antarbudaya.
Agenda strategis kedua melindungi dan mengembangkan nilai, ekspresi, dan praktik kebudayaan tradisional dengan resolusi memastikan terjadinya alih pengetahuan dan regenerasi melalui perlindungan dan pengembangan karya kreatif untuk kesejahteraan para pelaku budaya serta pelibatan maestro dalam proses pendidikan.
Berikutnya, agenda strategis ketiga adalah mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan budaya untuk memperkuat kedudukan Indonesia di dunia internasional yang diterjemahkan dalam resolusi meningkatkan sejumlah langkah diplomasi kebudayaan.
Selanjutnya, agenda strategis keempat adalah memanfaatkan obyek pemajuan kebudayaan untuk kesejahteraan masyarakat dengan resolusi membangun pusat inovasi yang mempertemukan kemajuan teknologi dengan warisan budaya di setiap daerah.
Agenda strategis kelima adalah memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem dengan resolusi membangun mekanisme pelibatan seniman dan pelaku budaya dalam kebijakan kepariwisataan berkelanjutan dan ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Pada agenda strategis keenam muncul gagasan reformasi kelembagaan dan penganggaran kebudayaan untuk mendukung pemajuan kebudayaan yang diimplementasikan dalam resolusi membentuk Dana Perwalian Kebudayaan.
Sementara itu, agenda strategis ketujuh adalah meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan dengan resolusi memfungsikan aset publik, seperti gedung terbengkelai, balai desa, dan gedung kesenian, sebagai pusat kegiatan dan ruang-ruang ekspresi kebudayaan.
Selain menerima dokumen Strategi Kebudayaan, Presiden juga memberikan penghargaan kepada beberapa tokoh yang berjasa dalam bidang kebudayaan. Para penerima penghargaan tersebut adalah penyanyi Zawawi Imron, Sutradara I Gusti Ngurah Putu Wijaya, dan anggota Tim Restorasi Candi Borobudur, Hubertus Sadirin dan Ismijono.
Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menambahkan, perumusan Strategi Kebudayaan melibatkan sekitar 800 diskusi yang diikuti oleh 5.000 orang selama 10 bulan. Hasil diskusi tersebut berupa laporan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang terkumpul dari 300 kabupaten/kota dan 31 provinsi.
”Ini adalah puncak perjalanan panjang. Namun, untuk republik, ini adalah awal untuk berbuat,” ujarnya. Dokumen PPKD dan hasil-hasil pertemuan sekitar 35 kelompok yang disampaikan untuk memperkuat bahan strategi kebudayaan dilampirkan dalam laporan hasil KKI kepada pemerintah. Selanjutnya pemerintah berkewajiban membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk melaksanakannya,” kata Hilmar.