Dampak buruk sampah plastik yang terlihat nyata akhir-akhir ini mengundang kekhawatiran warga. Meski kekhawatiran itu belum diimbangi upaya optimal mengurangi sampah plastik, tapi warga antusias ikut memerangi sampah plastik.
Oleh
Albertus Krisna/Litbang Kompas
·3 menit baca
Dampak buruk sampah plastik yang terlihat nyata akhir-akhir ini mengundang kekhawatiran warga. Meski kekhawatiran itu belum diimbangi upaya optimal mengurangi sampah plastik, tapi warga antusias ikut perangi sampah plastik.
Limbah plastik yang dibuang sembarangan di Indonesia kembali memakan korban binatang. Tahun 2012, gumpalan plastik seberat 20 kilogram ditemukan dalam perut jerapah jantan yang mati di Kebun Binatang Surabaya. November lalu, seekor paus sperma ditemukan mati di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Setelah diotopsi, di dalam perut bangkai paus ditemukan aneka sampah plastik seberat 5,9 kilogram. Beberapa hari setelah itu, ditemukan bangkai penyu di antara aneka sampah seperti kantong plastik, botol minuman, dan kayu, dekat Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Dikutip dari majalah National Geographic Juni lalu, sampah plastik di laut diperkirakan menewaskan jutaan satwa laut setiap tahun. Hampir 700 spesies yang terancam punah karena tercekik jala penangkap ikan dan cincin plastik kemasan minuman kaleng, keracunan, malnutrisi, serta memutus rantai makanan di bawah laut.
Fenomena sampah plastik yang mencemari perairan laut tersebut menimbulkan kecemasan bagi publik Jabodetabek. Hampir semua responden (95,4 persen) jajak pendapat Kompas pada November lalu mengkhawatirkan efek negatif limbah plastik.
Dampak buruk melimpahnya sampah plastik tidak hanya dapat menghancurkan ekosistem laut. Mikroplastik atau serpihan plastik berukuran 1 hingga 5 milimeter juga berpotensi mengganggu kesehatan jika masuk ke tubuh manusia. Apalagi plastik diperkirakan baru dapat terurai antara 500-1000 tahun.
Perilaku warga
Namun, keresahan pada dampak buruk limbah plastik belum diikuti upaya pengurangan sampah plastik, seperti kebiasaan membawa tas untuk menaruh barang belanjaan. Lebih dari tiga perempat responden masih mengandalkan kantong plastik dari penjual. Kantong plastik yang ringan, kuat, dan kedap air menjadi pilihan praktis.
Hanya 16 persen yang sadar menyiapkan kantong belanja sendiri, baik yang berbahan kain kanvas, kain blacu, kain dinir, hingga kain parasut. Sisanya ada yang memanfaatkan kembali kantong plastik bekas pakai.
Kebiasaan memakai lagi kantong plastik sudah tertanam di kehidupan sehari-hari. Sejumlah 69,9 persen responden memakai sebagai kantong sampah. Ada pula yang memakai sebagai kantong belanja (14,6 persen), serta didaur ulang atau dikumpulkan di bank sampah (5,6 persen).
Beberapa kelompok masyarakat menangani sampah di tingkat keluarga dengan Bank Sampah. Melalui bank sampah, masyarakat diajak memilih sampah rumah tangganya untuk ditukarkan dengan sejumlah uang. Hingga tahun 2017, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta mencatat ada 418 bank sampah dan lokasi 3R (reduce, reuse, dan recycle) yang aktif di ibu kota.
Diet plastik
Upaya pengurangan sampah plastik sudah digalakkan di sejumlah kota. Contohnya, Kota Banjarmasin memberlakukan pelarangan tas plastik di industri ritel sejak Juni 2016. Kemudian Kota Balikpapan yang menerapkannya juga sejak 3 Juli 2018. Kota Bogor, 1 Desember, baru memberlakukan tahap awal pelarangan kantong plastik di gerai ritel dan pusat perbelanjaan.
Program pengurangan kantong plastik ini diapresiasi sebagian besar warga Jabodetabek. Jika program itu diberlakukan di kota mereka masing-masing, 91,5 persen responden menyatakan mendukung program tersebut.
Uji coba kantong plastik berbayar sebenarnya pernah dilaksanakan pada 21 Februari-5 Juni 2016. Pihak Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mematok harga Rp 200 per kantong plastik. Namun program itu tidak berlanjut karena persoalan payung hukum.
Kebiasaan wargapun akan berubah jika kantong plastik berbayar diberlakukan kembali. Responden yang mengandalkan kantong plastik dari penjual berkurang menjadi 30,8 persen. Sementara membawa kantong belanja dari rumah menjadi pilihan hampir 70 persen warga.
Tak usah menunggu regulasi pemerintah untuk mengurangi penggunaan bahan plastik. Warga Jabodetabek mempunyai kemauan mengurangi penggunaan kantong plastik. Jika kebiasaan membawa kantong belanjaan, botol minum dan tempat makanan sendiri, serta tidak menggunakan sedotan plastik menjadi budaya warga, niscaya perlahan sampah plastik akan berkurang.