Air Rob Membuat Madi Merindukan Vietnam
Kulitnya yang legam dan wajahnya yang lokal membuat sebagian orang mengira warga Muara Angke ini pelaut asal Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, ia sesungguhnya terlahir sebagai orang keturunan Kamboja yang berkampung di Vietnam. Kini, pria ber-”nama Indonesia” Madi itu merindukan kampung halamannya.
”Sudah, ya, main airnya. Ayo mandi,” ucap Madi (46) membujuk anak bungsunya, Ratnasari, Selasa (27/11/2018). Namun, anak perempuan umur enam tahun itu bergeming. Ia kembali bergabung dengan kawan-kawan ciliknya mencebur ke air banjir rob di depan rumahnya, di permukiman Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Waktu itu sudah sepekan keluarga Madi menghadapi banjir rob. Air biasanya masuk ke dalam rumah di waktu siang selama dua-tiga jam.
”Itu air sudah keluar dari lantai,” ujar Mini (36), istri Madi. Ternyata air rob dari bawah merembes lewat sela-sela ubin untuk masuk ke dalam rumah. Banjir rob di halaman rumah juga semakin tinggi dan menambah pasokan air ke rumah keluarga Madi. Tinggi air dari muka lantai bisa mencapai 15 sentimeter, padahal tapak rumah Madi sudah ditinggikan 80 cm.
Masalah yang dihadapi keluarga Madi setiap tahun itu sangat khas dihadapi orang Muara Angke. Begitu terbiasanya mereka dengan rob membuat perbedaan pada diri Madi tak kentara. Hal yang tidak biasa baru terungkap sewaktu ia menyebutkan kampung halamannya ada di wilayah negara Vietnam. Padahal, ”Ada yang panggil saya ’Daeng’,” ucapnya.
Madi lahir tahun 1972 di kota Vĩnh Châu (ia melafalkannya Yinciau), ProvinsiSóc Trăng, yang merupakan bagian dari delta Sungai Mekong di Vietnam bagian selatan. Dari ibu kota Vietnam, Hanoi, yang ada di area utara negara itu, perjalanan darat memakan waktu 35-37 jam menempuh jarak lebih dari 1.800 kilometer menuju Vĩnh Châu.
Madi hanya menempuh pendidikan hingga kelas dua sekolah dasar sehingga dirinya tidak lancar menulis. Ia pun lupa cara menulis nama aslinya dengan ejaan Vietnam, tetapi ia mengucapkannya: Buyangnam.
Menurut Madi, ayahnya berasal dari China, sedangkan ibunya keturunan Kamboja. Kampungnya di Vĩnh Châu juga merupakan kampung orang-orang keturunan Kamboja (sejumlah referensi menyebut orang Vietnam keturunan Kamboja sebagai Khmer Krom). Alhasil, ia fasih berbicara bahasa Vietnam serta Kamboja yang biasa dipakai di kampungnya.
Vĩnh Châu berlokasi di pinggir laut. Tidak ada gunung di kampung Madi. Akan tetapi, jika sedang berkabut, pagi di sana bakal gelap. Kebanyakan orang di kampungnya bekerja sebagai petani. Sawah terhampar luas. ’Saya dulu juga petani. Keluarga saya memiliki sawah,” katanya.
Tahun 1992 adalah perjumpaan terakhir Madi dengan ayah, ibu, saudara, serta kampung halamannya. Ia yang kala itu berusia 20 tahun memilih ikut temannya menjadi nelayan karena tidak tahan menghadapi suatu masalah hidup. Ia dan temannya bekerja pada sebuah kapal cumi milik orang Thailand.
Awalnya, ia bekerja di perairan sekitar Thailand lebih kurang sembilan tahun, bahkan sampai lancar berbahasa Thailand. Pada tahun 2000, kapal beralih ke area Indonesia dan kerap bersandar di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara, sekitar 7 kilometer dari Muara Angke. Madi tidak betah hanya tinggal di atas kapal sehingga ia mengontrak di rumah sekitar Muara Baru.
Setelah empat tahun di Muara Baru, ia dikenalkan kepada Mini oleh warga setempat. Mereka berpacaran selama tiga bulan dan benih cinta di antara keduanya makin subur. ”Waktu pertama bertemu, suami saya masih belum lancar berbahasa Indonesia. Dia ngomong seratus aja selatut,” kenang Mini.
Madi dan Mini menikah tepat di hari tsunami menerjang Aceh dan sekitarnya, tanggal 26 Desember 2004. Mereka saat ini memiliki empat buah cinta, yaitu M Zuliadi (12), Rizky Ramadani (10), Kanabila Oktaviani (8), serta Ratnasari.
Karena kalah bersaing dengan kapal asing lain, kapal yang menjadi tumpuan pekerjaan Madi ”pulang kampung”. Ia memilih tetap di Indonesia karena sudah memiliki tanggungan istri dan anak-anak. Namun, ia tetap menggeluti profesi nelayan.
Mereka mulai tinggal di Muara Angke tiga tahun lalu setelah Madi seorang diri membangun rumah di atas tanah timbul seluas 7 meter x 7 meter yang dibelinya seharga Rp 3,5 juta. Posisinya berseberangan dengan kawasan hutan mangrove Ecomarine Muara Angke. Pembangunan memakan waktu tiga tahun karena bergantung pada besarnya rezeki yang tidak pernah menentu.
Saan (73) adalah salah satu tetangga yang mulai tinggal di Muara Angke hampir bersamaan dengan keluarga Madi. Menurut Saan, Madi pandai bergaul. ”Saya paling sering mengobrol, ya, dengan dia,” ujarnya.
Dari percakapan dengan Madi, Saan tahu bahwa Madi berasal dari Vietnam. Namun, mereka tetap bisa akrab seperti lumrahnya tetangga di kampung yang sama.
Madi antusias menunjukkan video-video musik di kanal Youtube yang menjadi favoritnya. Salah satunya video lagu berjudul ”Tôi Xa Người Yêu”. Ia menjelaskan, tembang dengan bahasa ”unik” (yang ternyata dalam bahasa Vietnam) itu bercerita tentang rasa cinta yang terhalang jarak. Sang kekasih pun bersedih hati.
Ia kerap juga memutar lagu berbahasa Kamboja. Terkadang tetangga yang melintas melihat dia dengan pandangan heran jika ia sedang mendengarkan lagu-lagu kesukaannya. Namun, ini jadi salah satu penawar rindu pada kampung, khususnya pada orangtua.
Air mata Madi pun menetes. Ia teringat lagi pada wajah ayah dan ibunya yang sudah tak dilihatnya lagi dalam 26 tahun. Apalagi, jika ia membayangkan mereka telah tiada, sungguh memperbesar rasa bersalahnya sudah meninggalkan orangtuanya. ”Saya ingin sekali melihat wajah mereka,” ujarnya.
Ia bercita-cita bisa pulang kampung untuk kembali berjumpa orangtua dan saudara-saudaranya. Namun, dengan pendapatan pas-pasan dan karena ia sama sekali belum bisa terhubung dengan keluarganya, niat itu ia urungkan.
Yang paling realistis saat ini adalah mencari tahu kontak keluarganya. Namun, dengan kemampuan baca dan tulis minim, cara bersurat tidak bisa menjadi pilihan. Ia akhirnya mencari akun Facebook yang mengunggah dokumentasi tentang kota asalnya. Lalu, mengirim pesan suara secara pribadi ke akun bersangkutan dengan harapan pemilik akun bisa menghubungkan dia dengan keluarganya. Cara ini belum membuahkan hasil.
Kerinduan Madi belum tuntas terbayarkan. Lagu-lagu berbahasa Vietnam dan Kamboja jadi pelipur lara untuk sementara.