Bersaing di Pasar Global
PT Industri Kereta Api (Persero) adalah satu-satunya pabrik pembuat lokomotif dan gerbong kereta api di Asia Tenggara yang berdiri sejak 1981. Sempat merugi dalam bisnis, dalam tiga tahun terakhir INKA bangkit dengan memperoleh pesanan lebih dari 400 gerbong penumpang untuk pasar dalam negeri. Ada juga pesanan dari sejumlah negara di Asia dan Afrika senilai jutaan dollar AS.
Direktur Utama PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA Budi Noviantoro menegaskan, sebagai satu-satunya pemain tunggal di Asia Tenggara dan bersaing dengan China dan India di pasar menengah, INKA harus mampu bersaing dan masuk pasar global. Hal itu merupakan harga mati bagi kelangsungan dan pengembangan perusahaan.
Beberapa waktu lalu, Kompas berkesempatan berbincang dengan Budi. Ia telah lama berkecimpung di bidang perkeretaapian, yakni di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan Kementerian Perhubungan sebelum mengemban jabatan saat ini. Berikut petikannya.
Proyek apa yang sedang dikerjakan INKA di luar negeri?
Kami sedang menyiapkan anak perusahaan INKA di Thailand untuk melayani pasar kereta api di daratan Asia Tenggara. Apalagi, Thailand adalah negara yang menjadi titik kumpul transportasi di daratan Asia Tenggara, termasuk dalam sektor kereta api.
Saat ini lini produksi INKA di Madiun, Jawa Timur, sedang bekerja penuh 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, untuk mengejar ekspor kereta penumpang ke Bangladesh, rangkaian kereta penumpang dan lokomotif untuk Filipina, dan kereta ringan (LRT) Jabodebek.
INKA juga sedang didekati Pemerintah Senegal yang berharap Indonesia dapat mendukung pemerintah negara tersebut menyediakan kereta berikut layanan pendukung untuk angkutan kereta dari dan ke Mali, negara tetangganya di Afrika Barat. Di negara tersebut, INKA dan BUMN yang tergabung dalam konsorsium berhadapan langsung dengan produsen besar asal Perancis.
Sejauh ini, produk INKA juga digunakan untuk melayani angkutan penumpang yang menjalani rute Dhaka, ibu kota Bangladesh, menuju kota Kolkata di India. Rute yang dilayani adalah rute padat antarkota antarnegara.
Berbagai produk INKA sebetulnya juga sudah diekspor dan dioperasikan di Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Australia sejak tahun 1990-an. Akan tetapi, saat itu pasar luar negeri belum digarap serius.
Apa inovasi INKA di bidang perkeretaapian di Indonesia dan kawasan?
Kebangkitan INKA dalam beberapa tahun terakhir menjadi pelecut untuk membangun kemampuan membuat kereta cepat. Para ahli dari sejumlah perguruan tinggi, seperti ITB Bandung, UGM Yogyakarta, Universitas Indonesia Jakarta, ITS Surabaya, dan Universitas Diponegoro Semarang, sudah dihimpun untuk mengembangkan kereta cepat Merah Putih yang rencananya akan diuji coba pada 2025.
Hal itu bisa dicapai dengan syarat INKA mendapat dukungan positif pemerintah, seperti yang dirasakan dalam empat tahun terakhir. Secara teknis INKA meyakini Indonesia mampu membangun kereta cepat dengan kecepatan di atas 250 kilometer per jam seperti kereta sejenis di Jepang dan China. Untuk itu, diperlukan fasilitas tes kecepatan yang memiliki bentang jarak sekurang-kurangnya 50 kilometer. Jangan harap kita dapat meminjam fasilitas uji coba sejenis dari negara produsen kereta api. Hal ini harus diperjuangkan sendiri oleh Indonesia.
Pada kenyataannya, sulit mengharapkan alih teknologi dari negara-negara pembuat kereta cepat. Sebab, negara-negara produsen sudah mengeluarkan biaya sangat besar untuk riset hingga produksi kereta cepat. Tentu saja mereka tak akan cuma-cuma menyerahkan teknologi yang dikembangkan sekian lama.
Apa yang harus dilakukan?
Pada prinsipnya, untuk mengembangkan sektor perkeretaapian, jangan gengsi. China, misalnya, bisa memiliki jaringan kereta cepat, bahkan kereta barang ke jalur Eropa. China mengawali perkembangan teknologi kereta apinya dengan meniru teknologi negara maju yang dikembangkan sendiri di dalam negeri.
Indonesia juga sudah memiliki pakar yang dapat bekerja sama dan mengembangkan teknologi perkeretaapian. INKA pun membangun sekolah kejuruan setingkat akademi di Madiun untuk memenuhi kebutuhan industri perkeretaapian.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen, INKA juga dalam proses membangun pabrik baru di Banyuwangi, Jawa Timur. Bahkan, beberapa pabrikan mesin kereta api dari Amerika Serikat juga sedang gencar mendekati INKA agar menggunakan produk mereka bagi lokomotif buatan INKA untuk pasar dalam dan luar negeri.
Apa visi Anda sebagai Dirut INKA?
Mempunyai visi pribadi untuk mencapai visi INKA sebagai produsen kereta internasional dan mendukung kebutuhan angkutan dalam negeri. Caranya mengembangkan riset dengan sasaran produksi dan ekspor. Menembus pasar mancanegara adalah harga mati.
Saat ini sedang ada kerja sama INKA dengan sejumlah BUMN terkait, seperti PT LEN (Persero), PT KAI (Persero), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Kerja ini membuat Indonesia mampu menawarkan one stop solution untuk membangun sistem perkeretaapian di negara berkembang. Sistem ini mulai dari pembangunan rel, sistem sinyal, stasiun, lokomotif, gerbong, dan pelayanan kereta api.
Kendati membidik pasar ekspor, INKA juga tidak melupakan pasar dalam negeri. INKA menyediakan kereta ringan untuk angkutan Asian Games 2018 di Kota Palembang (Sumatera Selatan).
Kini INKA sedang berkonsentrasi menyiapkan LRT Jabodebek yang prasarananya sedang dibangun. Secara pribadi, saya berharap, pembangunan LRT di kota-kota besar di Indonesia dengan pertimbangan strategis dapat memiliki ukuran bentang rel yang sama dengan bentang rel yang digunakan KAI.
Dengan demikian, jika terjadi gangguan dan perlu penggunaan depo pemeliharaan, dalam keadaan darurat, maka kereta ringan dan kereta api dalam berpindah jalur sesuai kebutuhan.
Sejauh ini, INKA sangat optimistis dapat bergandengan tangan dengan konsorsium BUMN dan mendapat dukungan pemerintah. Dengan cara itu, INKA dapat menembus pasar dunia dan mengembangkan teknologi kereta cepat. Hal ini sejalan dengan pembangunan strategi penyediaan sarana angkutan publik di negara maju, seperti Jepang, China, Taiwan, dan Eropa, yang secara umum berbasiskan rel.