JAKARTA, KOMPAS — Terdapat 1.415 spesies patogen atau organisme penyakit yang mengancam manusia di seluruh dunia. Sebanyak 868 spesies merupakan zoonosis atau penyakit pada binatang yang dapat ditularkan kepada manusia. Di Indonesia, perlu peningkatan kerja sama lintas disiplin ilmu agar penyebaran dan penularan zoonosis bisa ditekan mengingat terjadinya impor hewan.
Hal tersebut mencuat dalam diskusi saat kunjungan Pengurus Beaar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) ke kantor Redaksi Kompas, Jakarta, Senin (10/12/2018). Ketua Umum Pengurus Besar PDHI Drh Muhammad Munawaroh mengatakan, saat ini Indonesia tidak memiliki lembaga yang berwenang menentukan adanya penyakit atau wabah yang berasal dari hewan sebab Indonesia belum memiliki otoritas mengenai penyakit hewan atau veteriner.
Munawaroh menilai lembaga tersebut penting dibentuk karena perdagangan lintas batas hewan sudah terjadi cukup lama. Peran otoritas veteriner adalah penegakan, penguatan, dan peningkatan peran kelembagaan otoritas veteriner di Indonesia. Selain itu, otoritas ini juga berfungsi untuk memperkokoh pertahanan, keamanan, dan stabilitas nasional melalui kesehatan hewan, baik yang dikonsumsi, dipelihara, maupun hewan liar.
”Kesehatan hewan adalah tanggung jawab dokter hewan. Tugas dokter hewan adalah menyejahterakan hewan untuk menyejahterakan masyarakat,” ujar Munawaroh.
Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor dalam mengatasi dan menangani wabah yang menjangkit di suatu wilayah, meliputi penyakit hewan, manusia, dan tumbuhan. Kolaborasi itu disebut one health atau satu kesehatan. Dokter hewan bisa dilibatkan dan memiliki wewenang di dalam one health.
Munawaroh mengatakan, otoritas veteriner bisa bekerja sama dengan sistem kesehatan hewan nasional. Otoritas Veteriner perlu ada di setiap daerah. Jika setiap desa butuh satu dokter hewan, setidaknya Indonesia memerlukan hampir 80.000 dokter hewan.
”Padahal di Indonesia hanya punya 11 fakultas kedokteran. Saat ini populasi dokter di Indonesia tidak lebih dari 20.000 orang, termasuk yang sudah pensiun,” ujar Munawaroh.
Ketua Bidang Organisasi PDHI Drh Suli Teruli mengatakan, di beberapa negara asing, sebuah institusi bisa berkolaborasi dengan institusi lain dengan mudah. Ia mencontohkan sistem karantina hewan di Australia yang merupakan salah satu sistem karantina hewan terkuat di dunia. Sistem karantina yang kuat itu disebabkan mudahnya kolaborasi lintas sektor di Australia.
Suli mengatakan, jika Indonesia memiliki satu kelembagaan kuat yang bisa mengoordinasikan ihwal kesehatan hewan, hal tersebut merupakan kunci untuk bisa menjangkau kesehatan hewan di seluruh wilayah Indonesia.
Ia juga mengatakan, ketika hewan masuk ke Indonesia, kesehatan hewan tersebut tidak diatur, tetapi diawasi. Adapun sistem beberapa negara asing mengatur hal tersebut. ”Jadinya unequal. Dengan adanya kekosongan ini, bagaimana kita mempertahankan negara kita kalau perdagangan (hewan) banyak dan terbuka, harusnya kita memampukan diri terlebih dahulu,” ujar Suli. (SUCIPTO)