Diagnosis Fungsi Jantung dengan Kit MIBI
Peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional mengembangkan alat untuk mendeteksi fungsi jantung yang cepat dan mudah. Alat yang disebut kit MIBI ini dinilai lebih efektif dan spesifik dibanding menggunakan cara kateter jantung.
Diagnosis fungsi jantung perlu dilakukan dengan melihat gambaran dari aliran darah pada otot jantung. Kit radiofarmaka Methoxyisobutylisonitrile atau MIBI bertanda teknesium-99m merupakan salah satu senyawa yang dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional untuk tujuan tersebut.
Kit radiofarmaka merupakan sediaan farmasi setengah jadi yang tersusun dengan komposisi kimia tertentu. Sediaan ini tidak mengandung radioaktif. Namun, pada saat akan digunakan untuk mendiagnosis suatu penyakit, kit radiofarmaka perlu direaksikan dengan zat radioaktif sehingga menjadi senyawa yang siap dipakai oleh pasien.
Umumnya, kit radiofarmaka direaksikan dengan zat radioaktif berupa radioisotop teknesium-99m (Tc-99m). Radioisotop ini memiliki sifat nuklir yang ideal untuk diagnosis suatu penyakit karena memiliki waktu paruh yang pendek yaitu sekitar 6 jam. Selain itu, energi pemancar sinar gamma murninya juga tidak besar sehingga tidak berdampak bagi fungsi organ tubuh.
Injeksi intravena
Kit radiofarmaka Methoxyisobutylisonitrile atau MIBI adalah salah satu senyawa radiofarmaka yang telah digunakan sebagai tata cara diagnosis penyakit jantung. Senyawa ini juga telah dikembangkan untuk mendeteksi kanker tiroid dan kanker payudara.
MIBI adalah salah satu senyawa radiofarmaka yang telah digunakan sebagai tata cara diagnosis penyakit jantung.
“Kit MIBI ini digunakan secara injeksi intravena (disuntikkan ke pembuluh darah) untuk diagnosis fungsi jantung dan mengevaluasi fungsi otot jantung. Sebelum diinjeksikan ke pasien, senyawa ini perlu direaksikan dengan larutan Tc-99m yang steril dan bebas pirogen,” ujar peneliti senior bidang teknologi radiofarmaka Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) Widyastuti.
Setelah dilakukan pecampuran larutan Tc-99m dengan kit MIBI, larutan tersebut dipanaskan dalam pemanas air yang mendidih selama sekitar 10 menit agar terjadi proses reaksi. Kemudian, hasil pencampuran itu didinginkan pada temperatur kamar. Sediaan ini harus segera diinjeksikan kepada pasien sebelum empat jam setelah preparasi. Jika larutan keruh, larutan tersebut tidak bisa digunakan.
Untuk mendeteksi fungsi jantung pasien, sediaan tersebut akan diberikan melalui injeksi intravena. Setelah sekitar 15-30 menit, pasien kemudian berbaring dan dideteksi dengan kamera gamma. Kamera gamma adalah alat pencitraan untuk menangkap radiasi radioisotop.
Pada teknik pencitraan medis lain, seperti tomografi terkomputerisasi (CT) atau pun resonansi magnetik (MRI) hanya bisa melihat perubahan anatomi atau massa jantung. Sementara, hasil pencitraan dengan MIBI dapat memberikan informasi lebih mengenai fungsi otot jantung.
“Jadi yang dilihat adalah fungsi (jantung)nya. Meski bentuk jantung tidak berubah, bagian atau otot jantung yang tidak berfungsi bisa diketahui dengan MIBI. Dokter nuklir pun bisa memberikan tindakan selanjutnya sesuai kondisi jantung yang terlihat tersebut,” kata Widyastuti.
Tiap vial kit MIBI berisi campuran beku-kering dengan formulasi 1 miligram tetra (2- methoxy-isobutyl-isonitrile) copper (I) tetrafluoroborate (MIBI), 100 mikrogram timah klorida (SnCl2 2H2O), 2,6 gram natrium citra (Sodium citrate dehydrate), 1 miligram L-cysteine, dan 20 miligram mannitol. Kit kering MIBI yang dibuat berdasarkan formula tersebut mempunyai kemurnian radiokimia di atas 95 persen.
Pencitraan dengan kit MIBI ini hanya disarankan untuk penggunaan usia dewasa. Pencitraan ini akan memberikan kontra indikasi untuk anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui. Setelah penggunaan umumnya tidak menimbulkan efek samping. Namun, pada pasien dengan sensitivitas tertentu biasanya akan merasakan pusing, kulit kemerahan, mulut kering, lelah, dan ada rasa pahit di lidah.
Produk radiofarmaka ini sudah diproduksi PT Kimia Farma. Kit MIBI memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan nomor izin edar GKL1412428144A1 yang diberikan sejak 30 Januari 2014. Tahun ini, nomor izin edar dari kit MIBI juga telah diperpanjang.
Kit MIBI dalam bentuk beku-kering memiliki waktu kedaluarsa hingga 12 bulan. Untuk sediaan yang telah direkonstitusi dengan larutan Tc-99m memiliki kedaluarsa sekitar 4 jam sehingga harus diberikan langsung kepada pasien. Kit kering MIBI disimpan dalam almari pendingin pada suhu 2-8 derajat celsius.
Lebih efektif
Kepala Bidang Teknologi Radiofarmaka Batan Agus Ariyanto menambahkan, deteksi fungsi jantung dengan kit MIBI dinilai lebih efektif dan spesifik dibanding menggunakan cara kateter jantung.
“Kateter biasanya lebih menyakitkan. Jika menggunakan kit MIBI, deteksi lebih cepat dan mudah. Selain itu, penanganan yang diberikan bisa lebih spesifik hanya pada pembuluh darah yang fungsinya terganggu,” katanya.
Kateter biasanya lebih menyakitkan. Jika menggunakan kit MIBI, deteksi lebih cepat dan mudah.
Sebelumnya, belum ada teknologi produksi radiofarmaka seperti kit MIBI dari dalam negeri. Akibatnya, seluruh kebutuhan radiofarmaka untuk pencitraan nuklir harus diimpor dari luar negeri. Selain biaya lebih besar, pemanfaatan produk tersebut tidak bisa maksimal karena waktu pengiriman produk akan mengurangi waktu paruh produk.
Deteksi dini
Pemanfaatan kit MIBI tidak hanya bisa diberikan kepada pasien yang sudah terindikasi penyakit jantung. Pencitraan dengan produk radiofarmaka ini juga bisa diberikan pada pasien sehat sebagai pemeriksaan kesehatan atau medical check up fungsi jantung. Untuk itu, kit ini berfungsi pula sebagai deteksi dini penyakit jantung.
Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat, prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter pada semua umur sebesar 1,5 persen. Penyakit jantung menjadi pengeluaran terbanyak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yakni sebesar Rp 9,5 triliun, selanjutnya kanker Rp 3 triliun dan gangguan ginjal Rp 2,2 triliun.
Agus mengatakan, hasil pengujian dengan kit MIBI diharapkan bisa memungkinkan penyakit jantung koroner bisa terdeteksi lebih dini. Hal ini karena hasil pencitraan yang dihasilkan lebih tajam, lebih mudah dibaca, serta menunjukkan nilai tambah terhadap diagnosis dibandingkan dengan hasil pencitraan lain.
Hasil penelitian Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri Batan berjudul “Teknesium-99m Metoksi Isobutil Isonitril (99mtc-MIBI) sebagai Sediaan Uji Tapis Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Diabetes Mellitus” (2012) menunjukkan, Tc99m-MIBI memberi prospek untuk dapat diunggulkan sebagai sediaan uji tapis (screening test) penyakit jantung koroner.
Bahkan, produk ini diharapkan dapat dijadikan sediaan pilihan bagi para dokter untuk mengungkap penyakit jantung koroner lebih dini, khususnya pada kasus Diabetes Melitus. Hal ini karena pencitraan jantung dengan kamera gamma merupakan metode yang lebih menekankan pada pemeriksaan fungsional.