JAKARTA, KOMPAS — Upaya menjamin ketersediaan jumlah dan kualitas guru perlu diimbangi dengan penataan karier tenaga pendidik dan kependidikan. Penataan ini bertujuan meningkatkan pembinaan karier guru agar berkembang dengan baik berdasarkan kompetensi dan profesionalisme.
Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah yang juga salah satu Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jejen Mustafa di Jakarta, Minggu (9/12/2018), mengatakan, penataan karier guru, kepala sekolah, dan pengawas secara profesional penting.
”Sayangnya, saat ini peningkatan karier guru, utamanya kepala sekolah dan pengawas di daerah, masih dominan dengan isu politik daerah dan uang. Otonomi daerah justru belum membawa dampak signifikan untuk perbaikan tata kelola dan karier guru,” kata Jejen.
Sementara itu, pengawas SMK di Kabupaten Subang, Priyanto, mengatakan, pengawas sekolah semestinya berperan sebagai pengendali mutu di tingkat sekolah. Kemampuan untuk memastikan kepala sekolah memenuhi standar nasional pendidikan yang bermutu harus dijalankan. Karena itu, sumber daya pengawas sekolah harus dipastikan berkualitas yang disiapkan berjenjang dari guru dan kepala sekolah berprestasi.
”Namun, saat ini pengawas sekolah masih dianggap miring, dianggap sebagai karier buangan. Di sisi lain, hasil pengawasan dari pengawas sekolah juga belum dipakai optimal oleh birokrat pendidikan untuk mengevaluasi sekolah,” ujar Priyanto.
Menurut Priyanto, program untuk penguatan kapasitas kompetensi dan profesionalisme pengawas minim dibandingkan dengan program untuk guru dan kepala sekolah. ”Harus ada komitmen untuk memperkuat peran pengawas sekolah dalam meningkatkan kinerja pengawasannya. Bukan malah lebih mengutamakan isu tentang penyediaan tunjangan pengawas sekolah,” ujarnya.
Rencana induk
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di seminar Grand Design Pendidikan di Jawa Barat di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat, pekan lalu, mengatakan, pemerintah saat ini sedang membuat rancangan induk atau grand design untuk menangani bidang pendidikan secara menyeluruh yakni yang dikenal dengan istilah zonasi. Zonasi saat ini sudah ditetapkan lebih dari 2.500 zona.
Zonasi juga akan digunakan untuk menata guru. Sekarang ini terjadi ketimpangan jumlah guru di beberapa daerah. Dengan zonasi, jumlah guru pegawai negeri sipil dan honorer harus merata. Kemudian, harus ada rotasi.
Untuk guru aparatur sipil negara (ASN), maksimum empat tahun mengajar di satu tempat. Begitu juga dengan kepala sekolah harus ada rotasi.
Muhadjir mengatakan, pengembangan karier guru harus jelas dan memberi peluang bagi semua guru untuk meningkatkan karier. Hanya guru yang bagus yang bisa menjadi kepala sekolah. Selanjutnya, hanya kepala sekolah yang bagus yang bisa menjadi pengawas.
”Saat ini kami sedang memperjuangkan tunjangan khusus untuk jabatan kepala sekolah dan pengawas. Yang memiliki kedaulatan di setiap zona adalah Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Tentu saja kepala dinas pendidikan tetap memiliki otoritas di dalamnya. Bahkan, untuk pembinaan pelatihan guru akan kami turunkan langsung ke zona,” ujar Muhadjir.
Secara terpisah, Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur Alfonsius Ara Kian mengatakan, bermunculannya guru yang berprestasi dan berdedikasi tak lepas dari kepemimpinan yang baik dari kepala sekolah.
Sementara itu, adanya pengawas sekolah yang berprestasi dan berdedikasi akan membuat semakin banyak sekolah bermutu karena punya guru dan kepala sekolah yang menyelenggarakan pendidikan sepenuh hati.