JAKARTA, KOMPAS — Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berpotensi tidak tertangani oleh aparat negara jelang pemilihan umum yang akan digelar pada 17 April 2019. Siklus ini pernah terjadi pada pemerintahan sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian Indonesian Legal Roundtable (ILR) selama 2012-2017, terdapat penurunan angka Indeks Hak Asasi Manusia secara drastis pada 2013-2014, atau jelang Pemilu 2014. Pada 2013, indeks HAM Indonesia berada pada angka 5,4; turun tajam menjadi 4,15 pada 2014.
Peneliti Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Omar, Senin (10/12/2018), mengatakan, hal ini terjadi akibat kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak tertangani dengan baik. Menurut dia, aparat pemerintahan tersita konsentrasinya dengan kerja pemenangan pemilu. Kondisi ini dikhawatirkan oleh Erwin akan terulang jelang Pemilu 2019.
“Pada 2018 angka indeks belum keluar, tetapi saya khawatir apabila terulang seperti jelang Pemilu 2014,” kata Erwin saat ditemui usai acara diskusi publik di Jakarta.
Berdasarkan data ILR, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berhasil meningkatkan indeks HAM Indonesia selama empat tahun pemerintahannya, meski tidak dapat mencapai angka pra-Pemilu 2014, yakni dari angka 4,15 pada 2014 menjadi 4,51 pada 2017.
Namun, ada penurunan pada 2015, yakni turun hingga angka 3,82. Erwin mengatakan, penurunan ini disebabkan terjadinya pelanggaran atas hak hidup yang dilakukan melalui eksekusi terpidana mati pengedar narkoba.
Erwin menyayangkan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkompetisi pada Pemilihan Presiden 2019, tidak ada yang menjadikan HAM secara spesifik sebagai salah satu prioritas dalam visi, misi, maupun program kampanye.
Untuk itu ia berharap kedua paslon dapat memperbaiki dan mempertajam kebijakan turunan dari visi dan misi yang mereka sampaikan menjelang 9 Januari 2019. Erwin berharap, isu HAM mendapatkan prioritas dalam perancangan kebijakan publik di masa mendatang, untuk memenuhi janji konstitusi.
Direktur Lokataru Haris Azhar mengatakan, ia memahami mengapa kedua pasangan calon tidak memberikan prioritas atau pun secara terang-terangan mendukung perjuangan pelindungan HAM dalam dokumen visi dan misi mereka.
Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu mengatakan, selama ini rekam jejak kedua capres itu tidak memiliki rekam jejak yang bagus dalam kinerja pelindungan HAM.
“Performa mereka buruk, jadi HAM tidak akan jadi dagangan kedua capres itu,” kata Haris.
Haris menilai, apabila pun isu HAM digunakan dalam kampanye, isu yang diangkat akan menghindari narasi besar pelindungan HAM dan digeser ke hal-hal yang lebih spesifik, seperti permasalahan diskriminasi, lingkungan, atau pun ekologi.