Kenali Budaya, 27 Pemuda Indonesia akan Menginap di Rumah Keluarga Jepang
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Sebanyak 27 pemuda Indonesia berkesempatan untuk tinggal di rumah keluarga Jepang selama beberapa hari. Interaksi warga lintas negara ini diharapkan saling memperkuat ikatan antara Jepang dan Indonesia
Ini merupakan bagian dari program Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youth (Jenesys) 2018 yang digagas oleh Pemerintah Jepang. Peserta yang berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan mahasiswa serta peneliti muda universitas Islam di Indonesia ini akan berada di Jepang dari 11 Desember hingga 18 Desember 2018.
“Selama kegiatan itu, mereka akan tinggal selama tiga hari dua malam di rumah keluarga Jepang. Berhubung bahasanya berbeda, ini akan jadi pengalaman unik. Harapannya, akan terjalin persahabatan dan saling memahami kebudayaan masing-masing,” kata Wakil Duta Besar Jepang untuk Indonesia Keiichi Ono, di sela pelepasan peserta Jenesys 2018, Senin (10/12/2018), di Kantor Kedutaan Besar Jepang, Jakarta Pusat.
Ono menambahkan, hubungan diplomasi Indonesia-Jepang sudah berlangsung selama 60 tahun. Kegiatan ini diharapkan tidak hanya menguatkan hubungan diplomasi formal, melainkan dapat menjalin hubungan di tingkat akar rumput atau people to people.
“Kami ingin masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam dapat mengenal praktik-praktik baik kebudayaan yang ada di Jepang,” lanjut Ono.
Bagi Ormas NU dan Muhammadiyah, ini merupakan tahun ketiga mereka mengikuti program ini. Sementara bagi mahasiswa dan peneliti di universitas Islam di Indonesia, ini merupakan tahun kedua mengikuti Jenesys 2018.
Fariz Alniezar, peserta NU, mengatakan, ini kali pertama keberangkatannya ke Jepang. Untuk itu, dia mempersiapkan diri dengan membaca kultur dan sejarah diplomasi antara Jepang dan Indonesia.
“Saya membayangkan masyarakat Jepang sebagai pekerja keras. Mereka disiplin soal waktu, beda dengan kita di Indonesia yang sangat lentur soal waktu,” kata dia.
Fariz melanjutkan, tinggal selama beberapa hari bersama keluarga Jepang akan menjadi pengalaman yang sangat emosional. Selama beberapa hari itu, kata dia, mereka akan menjadi “anak angkat” dari keluarga Jepang yang ia tinggali.
“Kalau mereka bekerja di sawah, misalnya, otomatis kami juga akan ikutan,” kata Fariz.
Selama di Jepang nanti, dia akan mencatat sejumlah hal. Pertama, mengetahui bagaimana orang Jepang menjalani hidup sehari-hari. Dalam konteks masyarakat, ia ingin mengetahui bagaimana peradaban sosial di Jepang. “Saya ingin tahu juga komitmen Jepang dalam menyelenggarakan pendidikan untuk warganya,” kata dia.
Elyusra Mualimin, peserta dari Muhammadiyah, mengatakan, kegiatan ini merupakan peluang untuk melihat praktik baik budaya Jepang yang selama ini hanya didengarnya dari orang lain. Ira menceritakan ihwal tetangganya yang bermukim di Jepang. “Dia punya usaha makanan. Selama 24 jam, rumahnya tidak pernah dikunci. Anehnya, tidak ada barang ataupun uang yang hilang. Saya ingin membuktikan itu,” kata Ira.
Ira menganggap, tinggal bersama dengan keluarga Jepang adalah sarana untuk berdialog soal tradisi dan kebudayaan. “Aku pernah diceritakan oleh teman Muhammadiyah yang pernah ikut kegiatan ini. Komunikasi mereka lebih banyak menggunakan bahasa isyarat. Ini jadi tantangan tersendiri,” katanya.
Berdasarkan cerita temannya itu, Ira mengetahui ada tradisi mandi bersama di rumah keluarga Jepang. Ini menjadi sarana untuk menghormati tamu. Berhubung dia muslim dan punya batasan aurat, Ira akan mengomunikasikan hal itu kepada pemilik rumah nantinya.
Kegiatan pelepasan peserta ini turut dihadiri oleh Imam Pituduh dari NU, Ahmad Imam Mujadid Rais dari Muhammadiyah, dan Saiful Umam dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saiful mengatakan, kultur masyarakat Jepang terkenal akan empat hal, yaitu menjaga kebersihan, tepat waktu, pekerja keras, dan dapat dipercaya. Oleh sebab itu, peserta diminta beradaptasi dengan keempat hal tersebut.
“Ini karena Anda bagian dari people to people diplomasi sekaligus representasi dari umat Islam yang berkunjung ke Jepang,” kata Saiful. (INSAN ALFAJRI)