JAKARTA, KOMPAS -- Peletakan batu pertama fasilitas pengelolaan sampah dalam kota (intermediate treatment facility atau ITF) Sunter di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, direncanakan terlaksana bulan ini, kemungkinan pekan depan. Salah satu tujuan pembangunan ITF adalah menurunkan ketergantungan pada Kota Bekasi untuk pengolahan akhir sampah.
Jika peletakan batu pertama benar-benar terwujud Desember ini dan pembangunan sudah dimulai, ITF kemungkinan jadi tahun 2021. "Kami melaporkan pada Pak Wali Kota (Wali Kota Jakarta Utara Syamsuddin Lologau) tentang kemajuan persiapan pembangunan, termasuk rencana groundbreaking (peletakan batu pertama) yang rencananya bulan ini juga," ucap Direktur Pengembangan Bisnis PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Hanief Arie Setianto, usai beraudiensi dengan Syamsuddin, Senin (10/12/2018).
Meski demikian, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) ITF Sunter belum selesai. Hanief mengatakan, dokumen itu sedang dalam tahap evaluasi akhir. Harapannya, amdal juga rampung bulan ini.
Terkait pro-kontra soal dampak lingkungan dari pengoperasian ITF, terutama terkait pencemaran, Hanief meminta masalah didudukkan pada mendesaknya pengolahan sampah secara mandiri. Selama ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta amat bergantung pada Kota Bekasi dalam pemrosesan akhir sampah dari wilayah Ibu Kota, mengingat lahan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) berlokasi di Bantargebang, Bekasi.
"Konteksnya mesti dipahami bahwa sekarang ini yang masalah mendesak bagi Jakarta adalah pengelolaan sampah, kalau kita lihat dua bulan ke belakang dengan Pemerintah Kota Bekasi," ujar Hanief. Bulan Oktober lalu, Pemkot Bekasi menghentikan truk-truk pengangkut sampah asal Jakarta yang akan melewati wilayah Kota Bekasi menuju TPST Bantargebang, dengan alasan Pemprov DKI belum memenuhi kewajiban dalam kontrak perjanjian di antara kedua pemerintah daerah.
Direktur Proyek ITF Sunter Jakpro Aditya Bakti Laksana menambahkan, Sistem penanganan gas buang (flue gas treatment) di proses pengolahan sampah ITF Sunter nantinya dipastikan menghasilkan emisi yang aman bagi lingkungan. Kualitas emisi udara dari proses pengolahan di ITF Sunter menerapkan standar Uni Eropa, sehingga diharapkan dapat memenuhi standar emisi di Indonesia.
ITF Sunter khusus mengolah limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) menggunakan teknologi insinerasi atau pembakaran. Panas dari proses itu juga akan dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik, sehingga disebut juga pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). "Fasilitas ini dapat menghasilkan listrik rata-rata sebesar 35 megawatt per jam," tutur Aditya.
Menurut dia, setiap 10 kilogram sampah setara tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menyalakan laptop selama tiga jam sehari dan mengisi ulang baterai ponsel 380 kali.