JAKARTA, KOMPAS – Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri mendorong agar instansi maupun perusahaan menggunakan mesin pembaca (card reader) atau hak ases data kependudukan pemerintah, untuk menguji keaslian KTP el. Temuan peredaran blangko KTP-el asli di pasaran yang menjadi bahan utama untuk membuat KTP-el paslu, seharusnya membuat instansi yang sering memanfaatkan data kependudukan perlu memiliki mesin pembaca atau menjalin kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mendapat hak akses data kependukan.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh saat berkunjung ke Redaksi Kompas, Senin (10/12/2018), mengatakan memang sulit untuk mengecek keaslian KTp el hanya dengan kasat mata. Perlu adanya uji data yang telah terekam di dalam KTP el ini.
“Saat ini baru sekitar 30.000 card reader yang terjual dari target jutaan penjualan. Oleh sebab itu, kami meminta agar intansi maupun perusahaan bekerja sama dengan Dukcapil agar bisa mengecek keaslian KTP el,” ucapnya saat berkunjung ke Menara Kompas, Jakarta, Senin (10 Desember 2018).
Saat ini, ada 8 perusahaan pembuat card reader yang mendapat lisensi dari Kemendagri. Harganya bervariasi mulai dari Rp 3,5 juta – 15 juta. Zudan pun mengatakan, jika memang tidak ingin membeli card reader, instansi maupun perusahaan bisa mengajukan kerja sama untuk mendapatkan hak akses data kependudukan dari Kemendagri. Hak akses ini terutama digunakan untuk mengecek keaslian identitas nomor induk kependudukan (NIK) yang ada pada KTP-el.
“Tetapi setiap perusahaan ada pembatasan akses, misalnya seperti bank hanya bisa melihat nama, alamat dan nama ibu jika menginput NIK. Instansi yang mendapat akses penuh untuk pengecekan NIK antara lain penegak hukum seperti kepolisian untuk kepentingan penyidikan,” ujarnya.
Zudan mengatakan, kerahasiaan data pemilik KTP el juga terjamin di dalam sistem Kemendagri. Ia juga membantah jebolnya sistem data identitas pemilik KTP el.
Sebelumnya, dari hasil investigasi Kompas, terungkap, blangko KTP el asli dijual bebas di took daring Tokopedia dan Pasar Pramuka Pojok. Tak lama setelah itu, ada temuan sekarung KTP el lama di Pondok Kopi, Jakarta.
Zudan mengatakan, temuan KTP el di Pondok Kopi bukanlah karena tercecer, melainkan sengaja dibuang oleh oknum. Saat ini, kasus tersebut telah dilimpahkan ke kepolisian.
“KTP el ini sengaja dibuang karena lokasi temuannya tidak di pinggir jalan. Tidak seperti kasus KTP el yang tercecer di Bogor karena prosedur pengirimannya salah menggunakan moil bak terbuka,” ucapnya.
Sebelumnya, Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, KPU telah mendapat hak akses untuk mengecek apakah NIK sama dengan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4). Namun, menurut Viryan, hak akses ini belum sepenuhnya efektif berfungsi.
“Karena masih ada perbedaan data ketika kami menginput data. Misalnya, ketika kami input NIK seseorang, ternyata malah keluar nama lain di DP4. Bahkan, ada beberap NIK yang belum terdaftar dalam DP4,” katanya.
Viryan menegaskan, KPU juga enggan membeli card reader yang ditawarkan oleh Kemendagri. Menurutnya, hal ini tidak akan efektif karena terlalu banyak TPS yang ada pada saat Pemilu. Viryan mengatakan, memang akan potensi penyalahgunaan KTP el palsu ketika hari pemungutan suara, karena pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), bisa ikut memilih dengan Daftar Pemilih Khusus (DPK).
“Kami enggan membeli card reader tersebut karena banyaknya jumlah TPS yang ada selama pemilu. Selain itu, menurut saya, pembelian card reader ini hanya akal-akalan Kemendagri untuk melakukan pengadaan barang,” ucapnya.
Ahli cip Eko Fajar Nur Prasetyo mengatakan, sebenarnya Kemendagri bisa saja menciptakan aplikasi untuk membaca apakah KTP el seseorang sudah terekam dengan benar atau tidak. Namun, aplikasi tersebut perlu dibuat oleh Kemendagri sendiri dan harus bisa terjaga kerahasiaan data pemilik KTP el tersebut.