Ribuan Warga Dirugikan Aplikasi Peminjaman Daring
JAKARTA, KOMPAS - Aplikasi teknologi finansial peminjaman uang daring baik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan mauoun tidak terdaftar, dinilai telah merugikan masyarakat. Mereka menggunakan data pribadi di telepon pintar tanpa sepengetahuan peminjam.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yenny Silvia Sari Sirait mengatakan, LBH Jakarta membuka Pos Pengaduan Korban Pinjaman daring pada 5-25 November 2018 melalui laman bantuanhukum.or.id.
Selama November, LBH Jakarta menerima 1.330 pengaduan korban pinjaman daring dan menemukan 14 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Para korban berasal dari 25 provinsi di Indonesia. Pengaduan terbanyak berasal dari DKI Jakarta (36,07 persen), disusul Jawa Barat (27,24 persen).
Menurut Yenny, lebih dari 80 persen pengguna aplikasi pinjaman daring yang mengadu ke LBH Jakarta memiliki pinjaman pokok di bawah Rp 2 juta. "Sebanyak 51,24 persen meminjam antara Rp 1 juta dan Rp 2 juta. Sebanyak 33,33 persen pengadu meminjam Rp 0 sampai Rp 1 juta," ujar Yenny di kantor LBH Jakarta, Minggu (9/12).
Sebanyak 89 pengguna aplikasi pinjaman daring diadukan ke LBH Jakarta dan 25 di antaranya terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Merujuk data tersebut, Yenny mengatakan, meski penyelenggara aplikasi pinjaman daring sudah terdaftar, hal itu tidak menjamin minimnya pelanggaran terhadap pengguna aplikasi.
Minim perlindungan data pribadi
Dari 1.330 aduan, LBH Jakarta mendapatkan 14 pelanggaran. Sebagian besar pelanggaran muncul karena minimnya perlindungan data pribadi bagi pengguna aplikasi pinjaman daring.
LBH Jakarta mendapat aduan penyebaran dan penyalahgunaan data milik pengguna aplikasi. Foto KTP dan foto diri peminjam yang digunakan saat registrasi disebarkan tanpa sepengetahuan peminjam.
Sebagai contoh, Yenny mengatakan kontak di telepon peminjam diakses operator aplikasi. Setelah itu, kontak-kontak tersebut dimasukkan ke dalam grup whatsapp dengan nama grup "Utang X (nama peminjam)". Di dalam grup itu, operator menyebutkan, si peminjam dicari kolektor karena berutang.
Kawan-kawan dan kerabat si peminjam yang ada di grup tersebut diminta untuk menyampaikan kepada peminjam agar melunasi utang pada hari itu juga.
Selain itu, peminjam diancam melalui pesan singkat whatsapp. Penagih utang mengancam akan menyebar semua kontak yang ada di telepon pintar si peminjam jika tidak melakukan pembayaran utang di hari itu.
Penagih bisa mengakses kontak-kontak peminjam karena dalam kesepakatan, penyedia aplikasi diperbolehkan melihat kontak di ponsel pengguna.
"Kalau sudah mengambil kontak, itu bukan hanya dilihat, tetapi menyedot data-data milik pribadi. Itu tidak ada dalam kesepakatan awal," kata Yenny.
Beberapa korban meminjam uang karena keadaan mendesak, seperti butuh biaya rumah sakit atau membeli obat. Ini disebabkan peminjam tak bisa mengakses pinjaman ke bank.
Pendampingan hukum
Kepala Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, mengatakan, LBH akan melakukan pendampingan hukum terhadap korban. LBH Jakarta mendesak OJK menyelesaikan semua permasalahan hukum dan HAM korban. LBH juga mendesak polisi mengusut tuntas kasus pidana yang dilaporkan. LBH mendesak penyelenggara aplikasi pinjaman daring untuk menghentikan semua bentuk praktik menarik keuntungan dan memiskinkan masyarakat.
Hal itu disampaikan Nelson karena mendapati aduan bahwa bunga dan denda yang diberikan oleh aplikasi tersebut cukup tinggi. Ada pelapor yang meminjam Rp 2 juta, tetapi hanya mendapat Rp 1,5 juta. Sebanyak Rp 500.000 untuk biaya administrasi. Namun, pengguna harus mengembalikan uang yang dipinjam berkali-kali lipat, yakni Rp 5 juta.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, OJK mengawasi penyelenggara yang terdaftar sesuai Peraturan OJK 77. Jumlah penyedia jasa pinjaman daring yang sudah terdaftar di OJK sampai 7 Desember 2018 sebanyak 75 penyelenggara. Daftar tersebut bisa dilihat di laman resmi OJK, ojk.go.id. Di luar daftar tersebut, teknologi finansial (fintek) peminjaman daring itu berstatus ilegal.
Setiap tekfin yang terdaftar dilarang untuk mengakses daftar kontak, berkas gambar, dan informasi pribadi dari telepon pintar pengguna. Selain itu, penyedia tekfin tidak diperkenankan mengambil data yang tidak berhubungan langsung dengan pengguna.
"Setiap bentuk kerja sama penyelenggara tekfin dengan pihak ketiga, antara lain kerja sama penagihan, wajib disampaikan kepada OJK untuk dilakukan penilaian apakah kerja sama dapat dilanjutkan atau tidak," ujar Sekar ketika dihubungi.
Jika terbukti penyelenggara legal melakukan pelanggaran terhadap hal-hal tersebut, maka OJK dapat mengenakan sanksi sesuai dengan pasal 47 POJK 77, mulai dari peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha, hingga pembatalan atau pencabutan tanda daftar atau izin.
Kinerja tekfin ilegal tidak dalam pengawasan OJK. Namun, Sekar mengatakan, hal itu menjadi perhatian OJK sehingga OJK tergabung dalam satgas waspada investasi (SWI). SWI merupakan forum kordinasi 13 lembaga dan kementerian untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang terdiri dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kemkominfo, Kepolisian, Kejaksaan, BKPM, Kemendagri, Kemenag, Kemdikbud, Kemenristekdikti, BI, PPATK, dan OJK.
Ketua SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan, sampai Desember 2018, sudah ada 404 tekfin ilegal yang telah ditutup berdasarkan rekomendasi OJK melalui koordinasi SWI kepada Kemkominfo. Kemkominfo melakukan pemblokiran terhadap aplikasi yang ilegal dan melakukan pelanggaran.
Tongam mengatakan, tantangan mengawasi tekfin peminjaman daring adalah menjamurnya aplikasi serupa. Selain itu, aplikasi tersebut mudah ditemui di play store dengan memberi begitu mudah syarat peminjaman, seperti foto diri dan KTP.
"Tantangan lainnya, penyedia aplikasi mendaftarkan aplikasinya di play store bukan sebagai fintek. Ada yang mendaftar dalam kategori pendidikan dan pelatihan," ujar Tongam.
Ia mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah melakukan peminjaman uang daring. Peminjam perlu menimbang matang-matang terkait hak dan kewajibannya. Masyarakat juga diimbau agar tidak mudah tergiur kemudahan yang ditawarkan. Masyarakat diimbau hanya melakukan peminjaman terhadap tekfin yang terdaftar di OJK.
"Ciri-ciri ilegal itu tidak terdaftar di OJK, sangat mudah memberi pinjaman, dan memberi bunga tinggi dan tidak terbatas," katanya.
Jika meminjam uang kepada tekfin legal, masyarakat juga diharap menimbang mengenai manfaat dan risiko yang akan diterima. Jika masyarakat merasa dirugikan oleh tekfin, Tongam menyarankan masyarakat melaporkan dengan menelepon 157 atau melalui kanal di laman OJK. (SUCIPTO)