Wirausahawan Teknologi, Generasi Baru Pengguna Ilmu
Teknologi yang tengah berkembang pesat merupakan keniscayaan sehari-hari. Memanfaatkannya untuk menjaga nilai-nilai dasar manusia sembari menjadikannya peluang usaha merupakan kemampuan penting untuk dimiliki.
Perpaduan kedua hal tersebut ideal dilakukan sejak dini. Hal ini terutama untuk menjawab kekhawatiran sebagian orangtua ihwal perilaku anak-anak mereka yang pada saat ini cenderung lebih tersedot perhatiannya pada gawai masing-masing yang terhubung dengan jejaring internet.
Kombinasi dua kemampuan tersebut didemonstrasikan sejumlah anak-anak yang turut dalam Festival Technopreneur Cilik di Mal Metro Cipulir, Jakarta, Minggu (9/12/2018). Tidak kurang dari 33 tim ikut pada sesi pertama yang berlangsung pada pagi hari dan 34 tim pada sesi kedua di siang hingga petang itu.
Setiap tim sekurangnya terdiri atas seorang anak hingga paling banyak berisikan tiga anggota. Kegiatan tersebut diselenggarakan Clevio Coder Camp yang merupakan lembaga pelatihan pemrograman gim komputer berkonten edukatif.
Mereka memproduksi sejumlah karya gim dengan beragam tema. Sebagian tema berkisar pada tantangan-tantangan yang dihadapi sehari-hari oleh sebagian kaum bocah. Termasuk pada tema-tema yang membantu untuk mempelajari hal-hal tertentu.
Aris Fadillah, salah seorang coach, menjelaskan, pada penyelenggaraan kali ini beragam tema gim sudah mampu dihasilkan peserta. Ini merupakan perkembangan tersendiri dibandingkan dengan masa sebelumnya tatkala tema yang diusung cenderung masih seragam.
Pada penyelenggaraan kali ini beragam tema gim sudah mampu dihasilkan peserta. Ini merupakan perkembangan tersendiri dibandingkan dengan masa sebelumnya tatkala tema yang diusung cenderung masih seragam.
Hari itu, selain dipresentasikan, setiap karya juga berebut suara terbanyak dari para pengunjung. Selain itu, setiap gim juga dilelang dengan harga tertentu. Sebagaimana yang berlaku dalam sistem lelang, gim-gim yang ditawarkan akan berpindah tangan kepada para penawar harga tertinggi.
Kaum orangtua tentu saja menjadi pihak yang paling menanti kegiatan tersebut. Sebagian bahkan mendokumentasikan nyaris setiap momen yang terjadi.
Salah seorang di antaranya adalah Pandu Ismoyo (40). Hari itu ia mendokumentasikan aktivitas anak keduanya, Rasyid (10), yang sudah turut dalam kursus membuat gim selama beberapa waktu.
Pandu terlihat terus mengarahkan ponsel berkamera miliknya pada sejumlah aktivitas Rasyid. Pada sejumlah jeda, pasangan ayah dan anak itu saling bercengkerama. Beberapa kali pula Pandu mencium bagian kepala Rasyid.
Pandu menilai, keahlian pada bidang ilmu komputer merupakan sebuah keniscayaan di masa mendatang. Hal itu ditambah dengan kemampuan untuk menyampaikan ide kepada publik yang juga diasah dalam program tersebut.
”Logika (dan kemampuan) presentasi dilatih,” sebut Pandu.
Keahlian hidup
Lain lagi dengan Shawn Anthony (8) yang siang itu berpasangan dengan Ravael (8) dalam memproduksi gim bertemakan mandi. Alur gim itu adalah pemain diminta untuk memilih benda apa yang dibutuhkan saat seseorang ingin mandi.
Jika pilihan yang diambil benar, maka gim itu akan memberikan apresiasi. Andai pilihan yang diputuskan salah, gim tersebut juga akan merespons dengan pemberitahuan.
Namun, siang itu Shawn rupanya memiliki tantangan tersendiri untuk tampil ke atas panggung dan menyampaikan presentasi. Bocah mungil itu sempat pula menangis. Salma Nur Aulia (19), yang menjadi pendamping (coach) Shawn, akhirnya turut naik ke atas panggung dan menemani bocah tersebut. Setelah kepercayaan diri Shawn muncul, barulah Salma meninggalkan bocah tersebut untuk melakukan presentasi di atas panggung.
Salma mengatakan, sebagian anak-anak memang perlu didorong hingga ke batas tertentu untuk memunculkan rasa percaya dirinya. Untuk itulah, dibutuhkan kedekatan guna memunculkan kepercayaan pada anak sebelum ia nyaman bercerita mengenai kendala yang dihadapi.
Akan tetapi, ujar Salma, kadang justru kerap terjadi sebagian orangtua yang justru cenderung tidak percaya tentang kemampuan anak-anak mereka. ”Makanya, kami sering memotivasi anak-anak mereka, (agar melakukan) presentasi yang terbaik dan buktikan pada orangtua,” kata Salma.
Peran orangtua, dengan demikian, juga menjadi sentral. Hal ini seperti yang hari itu dilakukan Angela Silke (42) dengan tetap mendorong Shawn untuk tampil.
Menurut Angela, anak ketiganya itu memiliki kecenderungan perfeksionis sehingga jika ada sedikit saja hal yang tidak diyakininya berjalan dengan baik maka dapat berpotensi menjadi hambatan. Dukungan pada siang itu dilakukannya dengan meyakinkan sang anak bahwa rekan setimnya butuh kehadirannya. Tak lupa, sehabis presentasi, diberikannya juga pujian kepada Shawn karena berhasil membuat gim yang bagus.
Keahlian dalam menangani sejumlah tantangan hidup itu pula yang dimiliki Ryu Ghazi Pramuji (10). Putra pasangan Sandy Pramuji dan Asri Wulandari itu tampak sangat aktif mendekati sejumlah pengunjung untuk mempromosikan gim buatannya bersama Dakota Cakra Andika (11) dengan nama Travelioner: Yogya Version.
”Kekalahan” pada ajang serupa sebelumnya tidak membuat Ryu menyerah. Ia justru terlecut untuk menghasilkan gim lebih baik dan memastikan orang-orang mengetahuinya lewat promosi yang dilakukannya.
Ryu pun meminta bantuan ibunya untuk membuatkan semacam leaflet berisikan informasi singkat tentang gim besutannya. Sebuah pesan tentang stiker gratis yang bisa diperoleh bila para pengunjung memilih gim tersebut tak lupa disisipkan.
Asri mengatakan, keikutsertaan Ryu dalam program tersebut berawal dari kegemaran bocah itu bermain gim. Setelah turut, kemampuan Ryu makin terasah. Ini termasuk memahami konteks keberadaan gim di ranah virtual.
Menurut Asri, anaknya itu kini menjadi semacam ”guru” bagi rekan-rekannya. Termasuk untuk memberikan pemahaman mengenai privasi dan identitas pribadi yang mesti dilindungi tatkala berinteraksi di jaringan internet.
Hal lain yang juga kini dimiliki Ryu, ujar Asri, adalah kemampuan logikanya yang makin tajam. Menurut Asri, ini membuat memiliki tantangan baru untuk menjelaskan setiap hal, terutama sebagian mata pelajaran dari sekolah dengan cara yang logis.
Pengaruh gim dalam kehidupan sebagian orang di mana kaum bocah ada di dalamnya relatif besar pada masa ini. Hal inilah yang membuat gim menjadi metode yang efektif sebagai sarana pembelajaran.
Greg Toppo yang pada 2015 menulis buku berjudul The Games Believes in You: How Digital Play Can Make Our Kids Smarter menyampaikan sebuah pendapat tentang gim. Menurut dia, dengan sejumlah karakteristik yang dimiliki, gim merupakan hal sempurna untuk dibawa (dipergunakan sebagai metode belajar) ke sekolah.
Memadukan kemampuan
Sebelumnya, masing-masing peserta merupakan peserta kursus atau pelatihan tersebut selama beberapa waktu tertentu. Mereka dibiasakan dengan sejumlah peran yang dilakukan secara bergantian. Misalnya saja manajer proyek pembuatan gim, desainer produk gim, dan pemogram gim.
Empat hal menjadi fokus utama yang menjiwai kegiatan pelatihan bagi anak-anak tersebut. Kemampuan logika dan algoritma, pengembangan kemampuan psiko-sosial, kemampuan berbagi manfaat untuk orang banyak, dan pelatihan kemampuan wirausaha.
Teknologi, pada titik ini, tidak diperlakukan sebagai tujuan, tetapi sebagai alat untuk membantu manusia menghasilkan karya guna membantu lebih banyak orang untuk berdaya. Kemampuan menguasai cara kerja komputasi komputer dipadukan dengan kreativitas untuk menghasilkan produk-produk yang mengubah peradaban menjadi lebih baik lagi.