TANGERANG SELATAN, KOMPAS - Hunian vertikal yang bakal berdiri di tiga area tiga stasiun diharapkan menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan kurangnya lahan dan kemacetan lalu lintas sekaligus. Sebagian unit di hunian ini ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Peletakan batu pertama pembangunan tiga hunian itu dilakukan Senin (10/12/2018). PT Hutama Karya (Persero) membangun rusunami di Stasiun Jurangmangu, PT Adhi Karya (Persero) Tbk membangun rusunami di Stasiun Cisauk, dan Perum Perumnas membangun di Stasiun Rawa Buntu.
Hunian di Rawa Buntu diperkirakan selesai tahun 2020, Cisauk tahun 2021, dan Jurangmangu selesai tahun 2023.
“Kita membutuhkan inisiasi yang membuat pergerakan menjadi efisien. Saat ini ada 47,5 juta perjalanan setiap hari di Jabodetabek. Bisa dibayangkan kemacetannya seperti apa. Dengan hunian berkonsep TOD (transit oriented development), maka pergerakan akan lebih sedikit, masyarakat tidak perlu membawa kendaraan pribadi untuk berkegiatan di luar,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Budi mengatakan, tercatat 18 juta kendaraan bermotor beredar di Jakarta.
“Dengan TOD, akan mengurangi perjalanan-perjalanan yang tidak perlu. Apalagi jika fungsi komersial, pendidikan, sosial juga ada di sekitar TOD, maka pergerakan juga akan lebih efisien.”
Untuk menarik masyarakat, Budi mengatakan akan mempercepat jarak kedatangan kereta dari lima menit menjadi tiga menit atau bahkan 2,5 menit sekali. “Namun untuk jarak kedatangan, mungkin baru bisa terwujud dua tahun lagi, karena ada sistem persinyalan yang harus disiapkan,” kata dia.
Panjang rangkaian kereta listrik juga terus ditambah dari 10 kereta menjadi 12 kereta.
Direktur Korporasi dan Pengembangan Bisnis Perum Perumnas Galih Prahananto mengatakan, apartemen dan rusunami bernama Mahata Serpong di Stasiun Rawa Buntu itu dibangun di lahan seluas 24.626 meter persegi dengan jumlah hunian mencapai 3.632 unit.
Pembangunan terdiri dua tahap, masing-masing tiga menara. Untuk tahap pertama, dibangun 1.816 unit, dengan 330 unit bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk unit subsidi, Galih menyebutkan harga jualnya tidak lebih dari Rp 250 juta.
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany mengatakan, pembangunan hunian vertikal terus didorong karena keterbatasan lahan di Kota Tangerang Selatan.
“Dengan TOD ini, warga Tangsel dan calon warga Tangsel mempunyai alternatif hunian dan kemacetan akan berkurang. Pemda Tangsel juga diuntungkan karena ada potensi PAD (pendapatan asli daerah) bagi Tangsel yang akan dikembalikan ke warga Tangsel juga,” kata Airin.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, semula porsi yang disiapkan untuk MBR 25 persen. Namun karena Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono akan menanggung pembangunan jalan layang, maka anggaran untuk jalan layang bisa digunakan untuk memperbesar porsi MBR. “Porsi MBR akan menjadi 30 persen. Investasi ketiga hunian ini sekitar Rp 6 triliun,” ujarnya.
Dia mengatakan, BUMN terus berupaya menyediakan hunian di aset-aset milik BUMN. Saat ini sudah ada dua hunian yang sedang dibangun, yakni di Stasiun Tanjung Barat dan Stasiun Pondok Cina. “Sebenarnya kami juga akan membangun TOD di Juanda dan Senen. Tetapi pengurusan izinnya belum selesai,” kata Rini.
Hunian vertikal ini ditawarkan mulai dari Rp 350 juta untuk ukuran studio (21 meter persegi) hingga Rp 1 miliar untuk apartemen dengan dua kamar. Harga ini hampir sama dengan harga jual rumah tapak dengan luas yang sama di situ.
Untuk harga terendah yakni Rp 350 juta, dengan skema pembayaran kredit kepemilikan apartemen dengan uang muka 10 persen, cicilan per bulan Rp 3,345 juta untuk jangka waktu 20 tahun. Itu berarti pembeli yang mampu membeli apartemen unit tersebut harus berpenghasilan minimal Rp 11 juta per bulan. Ketika ditanyakan mengenai harga rusunami bersubsidi, staf penjualan belum dapat menjawabnya.
Sebagai perbandingan, besaran upah minimum provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 3,6 juta, sementara UMK Kota Tangerang Selatan sebesar Rp 3,5 juta.
Teguh Waskitha, Project Director Cisauk Point, mengatakan, pembangunan meliputi 6 tower, dengan total 2.641 unit hunian. Proyek mencakup 4 menara apartemen sederhana milik nonsubsidi untuk segmen menengah bawah dan 2 menara rumah susun bersubsidi dengan target MBR.