JAKARTA, KOMPAS - Indonesia dinilai sebagai pasar film paling potensial di Asia Pasifik. Dalam kurun lima tahun terakhir, Indonesia menjadi negara dengan perkembangan pasar film yang paling signifikan.
Potensi pasar itu membuat CineAsia 2018 menjadikan Indonesia sebagai fokus pembahasan utama pada sesi A Focus on Indonesia: The Rise of the Sleeping Giant. CineAsia adalah konvensi film tahunan terbesar di Asia. Pada tahun ini, CineAsia diselenggarakan 10-13 Desember 2018 di Hong Kong Convention & Exhibition Centre.
Berdasarkan rilis dari ajang tersebut, pada tahun 2017, tercatat bahwa kawasan Asia Pasifik memberikan sumbangan box office sebesar 16 miliar dollar Amerika Serikat atau meningkat sebanyak 44 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Industri film Indonesia menunjukkan perkembangan yang signifikan sebesar 28 persen untuk box office per tahunnya dalam empat tahun terakhir. Pada 2017, Indonesia menduduki posisi 16 pasar film terbesar di dunia. Jumlah penduduk yang besar, pasar yang sangat luas, dan bertumbuhnya kelas menengah, menjadikan Indonesia sebagai pasar film paling potensial di kawasan Asia Pasifik.
Namun, rasio layar bioskop per jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah, yaitu sebesar 0,4 per 100.000 penduduk. Indonesia masih kalah dari Malaysia dengan rasio 2,4 per 100.000 penduduk. Akan tetapi, rasio yang masih sangat rendah itu menunjukkan besarnya potensi ruang untuk pengembangan pasar film Indonesia.
Kualitas meningkat
Dalam CineAsia 2018, COO Lifelike Pictures sekaligus Produser dari film Wiro Sableng Sheila Timothy menjadi pembicara dalam sesi yang membahas tentang potensi pasar film Indonesia.
Kesuksesan Wiro Sableng atau 212 Warrior dalam menggaet 20th Century Fox sekaligus menjadi ko-produksi film pertama Studio Hollywood itu di Asia Tenggara, dijadikan sebagai perspektif dalam memaparkan pasar film Indonesia beserta potensinya.
“Semoga dengan kesempatan berbagi dalam CineAsia 2018 yang dihadiri oleh pemangku kepentingan industri film dunia, dapat semakin menguatkan posisi industri film Indonesia di mata dunia. Tentunya juga agar mendatangkan lebih banyak lagi kerja sama internasional dan penambahan infrastruktur perfilman. Selain itu, juga mendapat banyak keuntungan, seperti transfer pengetahuan, perluasan distribusi, dan aspek finansial yang memungkinkan lebih banyak lahirnya film Indonesia yang berkualitas untuk diproduksi.” ucap Sheila.
Peningkatan kualitas itu ditunjukan dengan berjayanya film Indonesia di festival film dunia, seperti Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak, serta Wiro Sableng produksi Lifelike Pictures.
Namun, dalam skala industri perfilman, Indonesia masih memiliki segudang pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Pekerjaan rumah tersebut adalah perlunya meningkatkan jumlah pekerja film yang berkualitas, membangun infrastruktur film, seperti penambahan layar bioskop, dan mengatur regulasi perfilman seperti perihal insentif produksi dan sebagainya.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus menguat dan peningkatan jumlah film Indonesia yang berkualitas, memberikan harapan dan optimisme bahwa industri film Indonesia telah bangkit. Semoga kebangkitan ini dapat terus meningkat dan film Indonesia semakin berjaya," kata Sheila.
Pembicara lain yang turut hadir dalam CineAsia 2018, yaitu President and Managing Director of the Asia-Pacific Region MPAA Mike Ellis, CEO Cinemaxx Group Gerald Dibbaywan dan Senior Vice President Theatre Development Russia, CIS, Middle East and India IMAX Corporation John Schreiner.(FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)