SERPONG, KOMPAS – Industri daur ulang masih berjalan sendiri dan belum mendapatkan keberpihakan nyata dari pemerintah. Padahal, industri ini memiliki kontribusi dan potensi untuk menyerap sampah-sampah plastik dari konsumen menjadi bahan baku material berharga.
Dari total 5,6 juta ton kebutuhan plastik di Indonesia setiap tahun, industri daur ulang menyumbang hampir 20 persen atau sekitar 1,1 juta ton dari pemanfaatan sampah plastik di dalam negeri. Pengelolaan sampah yang masih buruk di perkotaan serta perilaku pemilahan sampah yang belum berjalan di masyarakat membuat sebagian industri ini harus mengimpor bahan baku yang bersumber dari sampah plastik di luar negeri sebesar 100.000-200.000 ton per tahun.
Dari total 5,6 juta ton kebutuhan plastik di Indonesia setiap tahun, industri daur ulang menyumbang hampir 20 persen atau sekitar 1,1 juta ton dari pemanfaatan sampah plastik di dalam negeri.
Industri daur ulang plastik yang baru berkembang di Pulau Jawa agar dilebarkan ke berbagai daerah di pulau-pulau lain. Langkah ini untuk meningkatkan minat pengumpulan plastik di daerah-daerah luar yang selama ini mengirim material plastik tersebut ke Jawa sehingga berbiaya tinggi.
“Selama ini di luar Jawa, pengumpulan (sampah plastik) jadi masalah karena mereka kurang tertarik akan harganya yang kurang kompetitif, meski ada beberapa yang melakukannya,” kata Enri Damanhuri, Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Senin (12/10/2018), di Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Ia menjadi pembicara dalam Lokakarya Media yang diselenggarakan Forum Wartawan Industri – Danone/Aqua. Pembicara lain Ellyna Chairani (Lifecycle Indonesia), Taufiek Bawazier (Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian), Christine Halim (Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia/ADUPI), dan Karyanto Wibowo (Sustainable Development Director Danone-Aqua) serta Edy Sujatmiko (moderator/wartawan Antara).
Enri mengatakan, hampir seluruh plastik bisa didaur-ulang apabila dikumpulkan dengan baik. Semisal botol plastik bekas minuman kemasan umumnya memiliki recycling rate 85 persen. Sejumlah 15 persen diantaranya seperti bagian label, segel, dan pemakaian sedotan, menjadi residu karena tak ekonomis didaur ulang.
Hampir seluruh plastik bisa didaur-ulang apabila dikumpulkan dengan baik. Semisal botol plastik bekas minuman kemasan umumnya memiliki recycling rate 85 persen.
Sekitar 15 persen yang biasanya dibersihkan di tingkat pemulung atau pengumpul akan menjadi masalah bagi lingkungan. Ini karena pengelolaan yang tidak baik di tingkat pemulung/pengumpul maupun jangkauan layanan sampah di kota yang masih terbatas.
Christine Halim mengatakan, penggunaan bahan daur ulang lebih murah dibanding menggunakan bijih plastik murni. Ia memisalkan, 1 ton bahan baku plastik murni mencapai 1.000 dollar AS sedangkan plastik daur ulang/scrap sekitar 200 – 300 dollar AS.
Insentif
Meski berkontribusi bagi pengurangan sampah, kata dia, industri daur ulang dan pengumpul/pemulung belum mendapatkan insentif. Terkait hal ini, Taufiek Bawazier mengatakan telah mengirimkan rekomendasi pemberian insentif 5 persen Pajak Pertambahan Nilai bagi industri daur ulang, namun belum mendapatkan tanggapan dari Kementerian Keuangan.
Christine Halim mengatakan, potensi material dari sampah plastik di Indonesia sangat besar. Hanya saja, pengelolaan di tingkat konsumen hingga layanan pengangkutan yang kurang baik menyebabkan potensi tersebut berkurang. Sampah plastik tercampur dengan kotoran sehingga membutuhkan biaya dan penanganan lebih lanjut agar bersih dan bisa didaur-ulang. Ini berimplikasi pada biaya.
Potensi material dari sampah plastik di Indonesia sangat besar. Hanya saja, pengelolaan di tingkat konsumen hingga layanan pengangkutan yang kurang baik.
Christine mendorong agar pemerintah menjalankan dengan tegas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, agar setiap kawasan/pengelola permukiman maupun pengelola jasa mal/restoran, mengelola sampah dengan benar. Diantaranya dengan pemilahan dan pengangkutan yang terjadwal berdasarkan jenis sampahnya.
“Yang terpenting itu penegakan hukum harus dijalankan,” kata dia.