JAKARTA, KOMPAS — Peran pemerintah desa sangat penting atau vital dalam mengelola dana untuk menentukan masa depan desanya. Pemerintah desa yang kreatif dan inovatif dibutuhkan agar dana dapat digunakan sebagai stimulan yang menciptakan nilai tambah bagi desa.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng saat dihubungi di Jakarta, Selasa (11/12/2018), mengatakan, kemampuan perangkat desa untuk berkreasi dan berinovasi amat dibutuhkan supaya dana digunakan untuk program yang tepat sasaran.
”Program harus memberikan nilai tambah sehingga berkontribusi pada perekonomian desa dan meningkatkan daya beli masyarakat,” katanya. Program dengan nilai tambah yang dimaksud adalah pengenalan potensi desa dan kemudian dilanjutkan dengan rencana kapitalisasi potensi tersebut.
Sebuah desa dengan potensi yang besar di sektor perkebunan, misalnya, dapat menggunakan dana yang diterima dari pemerintah pusat untuk memproduksi dan memasarkan komoditas perkebunan yang menjadi andalan desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa) menyebutkan telah mengucurkan dana desa sebesar Rp 187,65 triliun selama 2015-2018. Penyerapan dana desa terus membaik, yaitu 82,72 persen pada 2015, kemudian 97,65 persen pada 2016, dan 98,54 persen pada 2017. Penyerapan pada 2018 diproyeksikan mencapai 99 persen.
Robert menilai, sejumlah pemerintah desa masih menggunakan dana desa secara konvensional. Alokasi anggaran lebih berorientasi untuk belanja pemerintah desa.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) meluncurkan hasil Pendataan Potensi Desa 2018. Desa tertinggal berkurang sebanyak 6.518 desa dibandingkan dengan tahun 2014. Sementara desa mandiri bertambah sebesar 2.665 desa.
Indeks pembangunan desa (IPD) menunjukkan perbaikan status desa, dari poin 55,71 menjadi 59,36. IPD terdiri atas lima dimensi, yakni pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, transportasi, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintah desa. Dari kelima dimensi, penyelenggaraan pemerintah desa dan kondisi infrastruktur meningkat paling signifikan.
Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan menyampaikan, peningkatan kapasitas perangkat desa, terutama kepala desa, perlu dilakukan oleh Kemendes bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri.
Kapasitas dan kompetensi perangkat desa berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintah. Ketika penyelenggaraan pemerintah baik, empat dimensi yang menjadi indikator dalam IPD akan ikut meningkat.
Menurut BPS, secara keseluruhan jumlah desa pada 2018 sebanyak 75.436 desa. Jumlah itu terdiri dari 5.606 desa mandiri, 14.461 desa tertinggal, dan 55.369 desa berkembang.
Djohan melanjutkan, pengembangan kapasitas kepala desa dapat dilakukan secara bertahap. Salah satunya adalah dengan mengirimkan kepala desa di desa-desa tertinggal untuk belajar langsung ke 6.518 desa yang baru saja naik status menjadi desa berkembang.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Budiman Sudjatmiko, menyetujui, pengembangan sumber daya manusia perangkat desa perlu menjadi perhatian. Kendati demikian, peningkatan kesejahteraan perangkat desa juga penting karena kompleksitas masalah perdesaan juga terus bertambah.
”Pendapatan kepala desa perlu ditambah menjadi setara dengan aparatur sipil negara golongan II. Saat ini masih ada kepala desa yang digaji hanya sekitar Rp 800.000 per bulan. Itu terlalu kecil,” kata Budiman.