Reformasi Pendidikan dengan Zonasi Diperkuat Perpres
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Reformasi pendidikan melalui kebijakan zonasi akan semakin dimantapkan pada 2019. Implementasi zonasi sekolah untuk menata penerimaan siswa serta pemerataan guru berkualitas sesuai zonasi akan diatur dalam Peraturan Presiden tentang Zonasi agar mendapat dukungan serius dari pemerintah daerah.
"Zonasi merupakan puncak dari reformasi atau restorasi pendidikan. Prakondisi sudah dijalankan sehingga tahun 2019 mulai pemantapan sistem zonasi ini," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam diskusi pendidikan "Menata Guru dengan Sistem Zonasi, Mulai dari Mana?" yang digelar Forum Wartawan Pendidikan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Senin (10/12/2018).
Zonasi merupakan puncak dari reformasi atau restorasi pendidikan. Prakondisi sudah dijalankan sehingga tahun 2019 mulai pemantapan sistem zonasi ini.
Hadir pula sebagai narasumber diskusi, yakni Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifuddian, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi, Kepala Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Bastari, serta praktisi pendidikan Robertus Budi Setiono.
Mendikbud mengatakan, sistem zonasi mengutamakan kedekatan jarak domisili peserta didik dengan sekolah. Di tahun 2019, sistem penerimaan siswa baru diharapkan sudah langsung dengan mendistribusikan siswa lulusan SD ke SMP, lalu ke SMA/SMK dalam satu zonasi.
"Ada tes bisa saja, tapi tetap untuk dalam satu zonasi. Penerimaan siswa baru di 2019 nanti diharapkan bisa langsung dengan koordinasi sekolah ke jenjang berikutnya dalam pendaftaran siswa. Namun, tetap ada pula pilihan untuk sisws," kata Muhadjir.
Selain untuk pendaftaran siswa baru, penerapan zonasi juga sudah mulai diterapkan dalam upaya pemerataan jumlah dan kualitas guru, yang dimulai dari zonasi, antarzonasi di dalam satu kabupaten/kota. Lalu dimungkinkan juga lintas provinsi sesuai kebutuhan.
Dari pemetaan status guru yang ada, terdapat guru PNS dan bersetifikasi sekitar 1,174 juta orang serta guru PNS dan belum bersertifikasi sebanyak 308.888 orang. Ada pula guru bukan PNS dan bersertifikasi sebanyak 217.778 orang serta guru bukan PND dan belum bersertifikasi sekitar 1,316 juta orang.
Pemetaan pendidikan
Reformasi pendidikan dengan basis zonasi, juga membuat pemetaan pendidikan bisa lebih terdata. Dengan demikian, intervensi dalam bantuan program dan anggaran pemerintah pusat maupun daerah dapat difokuskan untuk sekolah yang lebih membutuhkan dukungan. Keterbatasan dapat diatasi dengan berbagi sumber daya.
Reformasi pendidikan dengan basis zonasi, juga membuat pemetaan pendidikan bisa lebih terdata.
Bastari mengatakan, ada 2.580 zona. Selain itu, terbentuk subzona jenjang SD sebanyak 4.778 zona yang sedang dalam pengelolaan. Penetapan zona melibatkan pemda.
Muhadjir mengatakan, dengan otonomi daerah, perlu peraturan presiden untuk merangkum kinerja berbagai kementerian/lembaga dan pemda untuk mengimplementasikan kebijakan zonasi sekolah dengan berbagai intervensi. "Fokus kita untuk percepatan pemerataan mutu pendidikan," ujar Muhadjir.
Hetifah mengatakan, pemerintah harus serius menekuni suatu kebijakan pendidikan yang telah diambil. Apalagi terkait pembenahan kondisi guru yang memang strategis, kebijakan harus bisa dijalankan dengan komitmen untuk mengatasi tantangan dalam implementasi, soal kewenangan dari kelembagaan, pendanaan, hingga program yang berkelanjutan.
Terkait kebijakan zonasi, ujar Hetifah, pelaksanaannya harus memperhatikan kondisi masing-masing daerah. "Yang perlu juga adanya sanksi tegas dan tepat bagi pemda dan guru yang melanggar," kata Hetifah.
Hetifah menyoroti jika zonasi terkait pemerataan guru secara serempak dilaksanakan, perlu dipikirkan kendalanya. Jumlah guru PNS terbatas, apalagi yang bermutu.
"Jangan sampai pendistribusian guru ini terburu-buru. Tapi harus dilaksanakan dengan berbasis data yang valid supaya tidak menimbulkan persoalan," kata Hetifah.
Sementara itu, Unifah mengatakan reformasi pendidikan yang diharapkan terasa sulit diwujudkan dengan kuat karena adanya anomali sistem pendidikan. Banyak kementerian yang bertanggung jawab atas pendidikan hingga pemerintah daerah.
Reformasi pendidikan yang diharapkan terasa sulit diwujudkan dengan kuat karena adanya anomali sistem pendidikan.
Bahkan, kewenangan Kemdikbud juga terbatas. Dalam menata guru di sistem zonasi yang memungkinkan perpindahan guru antardaerah, bisa terbentur kewenangan pemda yang memiliki guru.
Menurut Unifah, dalam menata guru dengan sistem zonasi, harus dibenahi sistem pembagian kewenangan dalam pendidikan. "Selama guru menjadi kewenangqn daerah, maka sulit melaksanakan pemerataan pendidikan di daerah dengan sistem zonasi," kata Unifah.
Robertus mengatakan, kebijakan zonasi ini mesti sinkron dengan kebijakan pendidikan sebelumnya. Sekolah jangan dibebani dengan kebijakan baru yang hanya sesaat dan tidak berkelanjutan dalam mendukung pencapaian mutu pendidikan.