Rusun di Area Stasiun Rawa Buntu Mulai Diperjualbelikan
Oleh
Amanda Putri Nugrahanti
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pembangunan hunian terintegrasi transportasi di Stasiun Rawa Buntu, Serpong, Kota Tangerang Selatan, dimulai pada Senin (10/12/2018). Namun, harga unit di lokasi yang diharapkan mampu mengatasi persoalan kemacetan ini masih tergolong tinggi.
Hadir dalam acara peletakan batu pertama di Stasiun Rawa Buntu, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Edi Sukmoro, dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Budi Karya menuturkan, konsep kawasan berorientasi transit (TOD) merupakan salah satu upaya mengurangi kemacetan dengan memudahkan orang mengakses angkutan massal. Selama ini tercatat 18 juta kendaraan bermotor beredar di Jakarta dan menimbulkan kemacetan.
Direktur Korporasi dan Pengembangan Bisnis Perum Perumnas Galih Prahananto mengemukakan, apartemen dan rusunami bernama Mahata Serpong itu dibangun di lahan seluas 24.626 meter persegi dengan jumlah hunian mencapai 3.632 unit.
Pembangunan akan terdiri dari dua tahap dan tiap-tiap tahap akan dibangun tiga menara. Pada tahap pertama akan dibangun 1.816 unit dengan 330 unit merupakan unit bersubsidi dan sebagian besar yang lainnya merupakan unit nobsubsidi.
Untuk unit subsidi, Galih mengatakan, harga jualnya tidak lebih dari Rp 250 juta per unit.
Mahata Serpong diperkirakan selesai dibangun pada 2020. Bersamaan dengan itu, dibangun pula hunian terintegrasi di Stasiun Cisauk yang diperkirakan selesai tahun 2021 dan Stasiun Jurangmangu yang ditargetkan selesai pada 2023. Dari ketiga proyek itu, kata Galih, total terbangun 11.000 hunian.
Galih juga mengatakan, TOD ini nantinya akan dapat mengurai persoalan yang selama ini terjadi di stasiun, yaitu kemacetan. Kendaraan umum dan taksi/ojek daring yang selama ini berhenti dan parkir di sembarang tempat di depan stasiun akan disediakan tempat khusus di dalam sehingga tidak lagi menimbulkan macet. Namun, ia juga meminta pemerintah daerah untuk tetap mengatur agar semua pihak bisa mematuhi aturan dan tidak menimbulkan kekacauan baru.
Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan, ketiga proyek itu dikerjakan PT Hutama Karya dan PT Adhi Karya dengan total nilai investasi mencapai Rp 6 triliun. Mengenai jangkauan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, Rini menyebutkan, setiap titik TOD mengalokasikan 25 persen hingga 30 persen unitnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Saat ini, beberapa proyek pembangunan TOD masih terganjal penerbitan izin mendirikan bangunan seperti yang terjadi di Stasiun Tanjung Barat, Stasiun Senen, dan Stasiun Juanda. Sementara untuk TOD Stasiun Pondok Cina diperkirakan selesai pada 2020.
Sementara itu, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany mengutarakan, pembangunan hunian vertikal terus didorong karena keterbatasan lahan di Kota Tangerang Selatan. ”Kami berharap TOD bisa mengurai kemacetan di depan Stasiun Rawa Buntu dan Jurangmangu yang selama ini selalu terjadi. Dengan adanya hunian baru, ini juga berarti menambah pendapatan asli daerah untuk Tangsel,” tutur Airin.
Meskipun ditekankan pembangunan TOD untuk masyarakat berpenghasilan rendah, harga jual yang ditawarkan mulai dari Rp 350 juta untuk ukuran studio (21 meter persegi) hingga Rp 1 miliar untuk apartemen dengan dua kamar. Harga jual ini hampir sama dengan harga jual rumah tapak (dengan luas yang sama) di lokasi tersebut. Para staf penjualan mulai menawarkan unit-unit tersebut di lokasi peletakan batu pertama.
Dari daftar harga yang ditawarkan, untuk harga terendah saja, yakni Rp 350 juta, dalam skema pembayaran kredit pemilikan apartemen dengan uang muka 10 persen, cicilan per bulan untuk jangka waktu 20 tahun adalah Rp 3,345 juta per bulan.
Itu berarti pembeli yang mampu membeli apartemen unit tersebut harus berpenghasilan minimal Rp 11 juta per bulan. Hitungan ini berdasarkan ketentuan penyaluran kredit bank, yaitu besaran angsuran maksimal 30 persen dari penghasilan. Ketika ditanyakan mengenai harga rusunami bersubsidi, staf penjualan belum dapat menjawabnya.
Dengan demikian, harga jual tersebut makin tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Sebagai perbandingan, besaran upah minimum DKI Jakarta sebesar Rp 3,6 juta, sementara UMK Kota Tangerang Selatan sebesar Rp 3,5 juta.