Presiden Joko Widodo menyetujui alokasi dana abadi kegiatan kebudayaan mulai 2019. Untuk lima tahun pertama anggarannya Rp 5 triliun. Usulan dari masyarakat ditunggu.
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo berkomitmen mengalokasikan dana abadi untuk kegiatan kebudayaan mulai tahun 2019. Untuk lima tahun pertama, anggarannya Rp 5 triliun. Melalui afirmasi ini, kebudayaan Nusantara sebagai pilar kebudayaan nasional diharapkan semakin maju.
Komitmen ini disampaikan Presiden dalam dialog dengan sekitar 50 seniman/budayawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/12/2018) sore. Dalam pertemuan tertutup sekitar satu jam itu, Presiden lebih banyak mendengarkan aspirasi seniman/budayawan.
Presiden antara lain didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Seniman dan budayawan yang hadir antara lain Jaya Suprana, Goenawan Mohamad, dan Ketua Umum Sekretaris Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) Suparmin Sunjoyo.
Menjawab pertanyaan wartawan seusai pertemuan, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyatakan, Presiden menyetujui mengalokasikan dana abadi kegiatan kebudayaan. Hal ini merupakan salah satu aspirasi yang mengemuka pada Kongres Kebudayaan Nasional di Jakarta, 5-9 Desember.
Selama ini, menurut Farid, terdapat beberapa sumber pendanaan kegiatan kebudayaan. Namun, nilainya masih terbatas. Kerangka kegiatannya pun biasanya sudah ditetapkan lembaga pemberi dana.
Skema dana abadi kebudayaan, kata Farid, justru kebalikannya, yakni mendasarkan pada proposal yang diajukan masyarakat. Melalui alokasi Rp 5 triliun pada lima tahun pertama, dana abadi kebudayaan diharapkan bisa mendukung lebih banyak kegiatan kebudayaan.
Usulan masyarakat
Usulan dari masyarakat, kata Presiden, diutamakan. Kegiatan kebudayaan yang menjalankan masyarakat. ”Jadi, sudah seyogianya, dengan dana perwakilan ini, peran pemerintah sebagai fasilitator akan jauh lebih kuat,” katanya.
Oleh karena itu, pemerintah akan membentuk lembaga pengelola dana abadi kebudayaan. Bentuknya, menurut Farid, adalah badan layanan umum (BLU). Di dunia pendidikan, BLU pengelola dana abadi pendidikan adalah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Secara struktur, menurut Farid, lembaga itu kemungkinan akan berada di bawah Kemdikbud. Namun, sebagai BLU, manajemennya bisa melibatkan orang luar birokrasi. Sebab, lembaga pengelola akan membutuhkan banyak tenaga dari dunia seni-budaya sebagai kurator, misalnya, untuk menilai proposal yang layak mendapatkan dana. Pakar di bidang seni-budaya juga dibutuhkan untuk mendiskusikan kebijakan umumnya.
Goenawan menyatakan, dana abadi kebudayaan tersebut merupakan kebijakan bersejarah karena baru pertama kali diambil oleh pemerintah selama Indonesia merdeka. ”Jadi, Pak Jokowi membuat sejarah,” kata Goenawan.
Memajukan kebudayaan, menurut Goenawan, adalah amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pemerintah adalah pelaksana negara dalam hal itu. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, dalam salah satu pertimbangannya, menyebutkan, negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia serta menjadikan kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa.
Jaya Suprana mengusulkan lembaga pengelola dana abadi kebudayaan adalah semacam Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di olahraga. Dengan demikian, Jaya mengusulkan lembaganya adalah komite kesenian nasional Indonesia. Adapun soal dana Rp 5 triliun pada lima tahun pertama tersebut, Jaya mengatakan merupakan inisiatif pemerintah yang patut diapresiasi.