Baru-baru ini, Indonesian Institute for Corporate Directorship kembali meneliti kualitas tata kelola perusahaan publik dengan kapitalisasi terbesar di Indonesia. Sebanyak 200 perusahaan, terdiri dari 100 perusahaan dengan kapitalisasi pasar menengah dan 100 perusahaan kapitalisasi pasar besar, menjadi obyek penelitian.
Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) menggunakan sejumlah indikator pertanyaan dalam penelitian yang dilaksanakan selama Mei-November 2018 itu. Perusahaan yang memiliki total poin di bawah 60 akan masuk ke dalam kategori tidak layak.
Dalam penelitian tersebut ditemukan, tata kelola perusahaan di Indonesia secara keseluruhan meraih poin 67,77 pada 2018. Dibandingkan dengan 2017, poin tersebut naik sedikit karena poin sebelumnya 67,51. Adapun poin pernah sebesar 63,49 pada 2016.
IICD menemukan, 35 perusahaan berkapitalisasi pasar menengah (midcap) dan 20 perusahaan berkapitalisasi pasar besar (bigcap) memperoleh poin di bawah 60.
Anggota Dewan Pembina IICD, James Simanjuntak, dalam paparannya di Jakarta, Senin (10/12/2018), menyampaikan, secara umum praktik-praktik tata kelola korporasi masih sekadar untuk memenuhi standar minimum yang dipersyaratkan oleh undang-undang dan regulasi.
”Dibutuhkan penegakan regulasi yang lebih kuat agar perusahaan dapat mencapai setidaknya 60 poin,” katanya. Kendati demikian, hal yang masih menjadi tantangan adalah budaya tata kelola yang ideal sangat ditentukan oleh komitmen dewan secara sukarela.
James berpendapat, dewan komisaris yang independen menjadi kunci bagi tata kelola perusahaan yang ideal. Saat ini, masih banyak anggota dewan komisaris yang memiliki konflik kepentingan akibat menjabat di beberapa perusahaan sekaligus.
Untuk mencapai tata kelola perusahaan yang baik, diperlukan pengkajian ulang terkait visi, misi, dan strategi perusahaan. Perusahaan juga perlu menyediakan pengembangan kapasitas yang berkelanjutan bagi anggota dewan. Selain itu, partisipasi aktif pemegang saham independen juga perlu untuk diperkuat.
Ketua IICD Sigit Pramono menambahkan, tata kelola perusahaan di Indonesia masih kalah bersaing dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura. ”Malaysia dan Thailand memberikan pelatihan kepada direksi perusahaan publik dan itu wajib. Indonesia belum ada,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, IICD menganugerahkan penghargaan terhadap perusahaan-perusahaan yang dinilai memiliki tata kelola yang baik selama 2017. Sebanyak 50 perusahaan terbuka dinyatakan sebagai yang terbaik untuk kategori midcap dan 50 perusahaan untuk kategori bigcap.
Secara keseluruhan, PT ABM Investama Tbk, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk, dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terpilih sebagai perusahaan midcap dengan tata kelola terbaik. Sementara PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menjadi perusahaan bigcap dengan tata kelola terbaik.
Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S Simanjuntak menambahkan, kejatuhan perusahaan besar pada krisis ekonomi pada 1998 dan 2008 menunjukkan tata kelola perusahaan Indonesia yang masih rapuh. Padahal, tata kelola sangat penting karena menentukan arah perusahaan untuk berkembang.
Banyak tantangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, semakin banyak tantangan yang harus dihadapi perusahaan dengan kemajuan teknologi digital dan gejolak perekonomian global saat ini. Namun, pada dasarnya perusahaan harus menerapkan prinsip check and balance, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaannya.
Dari sisi negara, pemerintah telah menyediakan berbagai instrumen hukum, seperti undang-undang, untuk mengawasi tata kelola perusahaan. Selain itu, keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diharapkan dapat membuat tata kelola perusahaan semakin baik.
Ia melanjutkan, pemerintah mendukung agar perusahaan publik dan privat memiliki tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik akan membuat perusahaan produktif dan berdaya saing sehingga perekonomian Indonesia tetap tumbuh dengan fondasi yang kuat.