JAKARTA, KOMPAS - Ketidakpuasan atas keputusan dalam penyelidikan pengeroyokan terhadap seorang laki-laki berseragam dinas lapangan dinilai sebagai pemicu kerusuhan di Markas Kepolisian Sektor (Polsek) Ciracas. Kepolisian diminta mengusut kerusuhan itu hingga tuntas dan menangkap para pelaku.
Dalam konferensi pers Rabu (12/12/2018) dini hari, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis mengaku tidak tahu pelaku penyerangan Mapolsek Ciracas. Namun, ia membenarkan bahwa mereka menyuarakan ketidakpuasan atas penyelesaian sengketa pengeroyokan terhadap rekan mereka.
“200-an orang itu meringsek masuk untuk mengetahui apakah benar orang yang memukul rekan mereka sudah ditahan. Kapolsek Ciracas dan Kapolres (Kepala Kepolisian Resor) Jakarta Timur sudah menjelaskan bahwa mereka masih mengejar pelaku hingga dua kali 24 jam. Mungkin karena tidak puas, mereka bertindak anarkis hingga merusak bangunan dan mobil Mapolsek Ciracas,” kata Idham.
Informasi dari Polsek Ciracas, kerusuhan tersebut terkait dengan pengeroyokan terhadap seorang laki-laki berpakaian dinas lapangan oleh sembilan juru parkir pada Senin (10/12/2018) sore. Penyebabnya, seorang juru parkir Swalayan Arundina menggeser sepeda motor si pemilik tanpa mengetahui bahwa ia sedang mengecek knalpot sepeda motornya. Akibatnya, kepalanya terbentur sepeda motor, kemudian keduanya berkelahi.
Dihubungi secara terpisah, Kapolres Jakarta Timur Komisaris Besar Yoyon Tony Surya Putra mengatakan, massa yang mengepung Mapolsek Ciracas bergerak dalam aksi spontan. “Intinya mereka menyuruh kami menangkap pelaku pengeroyokan,” kata dia.
Menurut laporan Polsek Ciracas, kerusuhan berlangsung Selasa pukul 23.45 WIB hingga Rabu pukul 02.30 WIB. Akibatnya, Kepala Polsek Ciracas Komisaris Agus Widar dikeroyok hingga pingsan. Empat anggota kepolisian lainnya juga menderita luka-luka. Wakil Kepala Polres Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Sonny Mahar Budi Adityawan mengatakan, Agus kini tengah dirawat di RS Polri Kramat Jati dan berada dalam keadaan baik.
Adapun dua warga yang berada di sekitar Markas Polsek Ciracas ketika kerusuhan juga menjadi korban kekerasan fisik. Sepeda motor seorang warga lain juga dibakar massa. Sementara itu, 17 mobil dinas milik Polsek Ciracas, Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya, dan Detasemen Polisi Militer Jaya juga dirusak.
Idham telah memerintahkan Direktorat Kriminal Umum dan Kapolres Jakarta Timur untuk menyelidik kerusuhan tersebut. Hingga kini, tujuh orang telah ditahan di Polda Metro Jaya. Adapun pelayanan Polsek Ciracas, kata Idham, tetap berjalan dengan bantuan TNI dan pemerintah kota Jakarta Timur.
Meski demikian, hingga Rabu siang, tidak ada warga yang mengakses pelayanan di Mapolsek Ciracas. Kaca jendela-jendela gedung pecah, sedangkan atap gedung yang terbakar anjlok. Para polisi tetap berjaga dengan bantuan personel TNI dari Batalyon Infanteri Mekanis 210/JY.
Berbenah
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi mengatakan, ketidakpuasan terhadap layanan kepolisian menyebabkan kekecewaan dan memicu ketidaktertiban sosial. Karena itu, Polri perlu berbenah untuk mampu melaksanakan tugas dab fungsi sebaik-baiknya sesuai undang-undang.
“Polisi ini serba repot, bekerja baik masih bisa terancam, apalagi kalau tidak memuaskan. Harusnya, kasus pengeroyokan Senin lalu ditindak secara hukum dan disesuaikan dengan kadar kesalahannya. Apalagi, ada pihak lain yang ingin kekerasan terhadap rekannya ini menjadi kasus yang diprioritaskan,” kata Khairul.
Sebagai penegak hukum dan pelayan masyarakat, memang Polri tidak bisa menghindar dari potensi kekecewaan ini. Karena itu, kata Khairul, kinerja layanan yang baik akan mengurangi ketidakpuasan serta menggalang dukungan signifikan dari masyarakat terhadap Polri.
Karena kejadian ini mengganggu pelayanan masyarakat, merusak aset negara, menyerang aparat negara, kepolisian perlu menindak tegas para pelaku. “Harapan kita, kasus ini tidak hilang begitu saja. Pihak-pihak yang merusak harus tetap dihukum secara pidana dan etika sesuai profesinya. Hukum tidak boleh luwes, harus tegas. Setelah itu, baru kita bicara soal bagaimana mencegah hal ini terulang,” kata Khairul.
Penyerangan terhadap fasilitas publik yang dikelola kepolisian bukan hal baru. Catatan Kompas (Minggu, 24 Maret 2013), 15 orang berpakaian preman yang membawa senjata api laras panjang, pistol, dan granat, masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta untuk membunuh empat tahanan. Keempatnya adalah tersangka pembunuh seorang anggota TNI AD, Sersan Satu Santosa.
11 anggota TNI ditahan terkait kasus tersebut. René Pattiradjawane mengatakan, jiwa korsa seharusnya tidak menjadi alasan untuk melakukan tindak kekerasan. (Kompas, Rabu, 10 April 2013).
Menurut Khairul, semangat jiwa korsa dapat mendorong anggota suatu intansi untuk membela rekannya secara emosional. Inilah yang menyebabkan tensi antara massa dengan polisi di Mapolsek Ciracas meninggi, hingga terjadi kerusuhan. (KRISTIAN OK PRASETYADI/YOLA SASTRA)