Perawatan wajah (skincare) kini menjadi kebutuhan dan gaya hidup masyarakat urban. Gempuran iklan dan produk-produk anti-penuaan serta kosmetik dari Korea Selatan, misalnya, membuat masyarakat urban, terutama kelas menengah, kian sadar akan perawatan wajah. Paparan iklan berupa rekomendasi dari para influencer seperti selebgram dan beauty vlogger ikut memengaruhi perubahan gaya hidup masyarakat.
Syamrotun (28), karyawan swasta di Jakarta Barat, rela menghabiskan waktu berjam-jam di malam hari sebelum tidur untuk menjalani serangkaian perawatan wajah rutin (skincare). Semua itu ia lakukan agar masalah utama di wajahnya, yaitu berminyak di area T (kening sampai hidung), dan kulit kering bisa teratasi. Sehari-hari, Syamrotun memang bekerja di bawah paparan penyejuk udara (AC) sehingga kulit wajahnya cenderung kering. Saat kondisi hormon tidak stabil, seperti masa pre-menstruation syndrome (PMS) atau sedang stres, jerawat pun muncul di wajah.
”Ada beberapa rangkaian perawatan yang aku jalani rutin setiap malam seperti minyak pembersih (cleansing oil), cuci muka dengan sabun ekstrak daun teh, serum, dan krim malam,” kata Syamrotun, Senin (10/12/2018).
Saat ini, Syamrotun lebih memilih produk-produk kecantikan yang memang sudah cocok di kulit wajahnya dibandingkan dengan pergi ke dokter spesialis kulit. Ia lebih senang merawat wajah dengan tangannya sendiri. Seluruh rangkaian perawatan itu mulai dia jalani sejak pindah dari Solo ke Jakarta sekitar enam tahun yang lalu. Sejak pindah ke Jakarta, kulit wajahnya mulai bermasalah seperti muncul jerawat, lebuh kering, dan kusam. Saat itulah, dia mulai memakai perawatan wajah untuk menghilangkan jerawat, menjaga kebersihan, dan melembabkan kulit.
Rata-rata produk yang dia pakai seharga Rp 30.000-Rp 300.000. Ada sekitar sembilan jenis produk perawatan yang dia pakai, seperti cleansing oil, sabun muka, toner, serum wajah, krim malam, pelembab wajah, pelembab bibir, scrub, minyak jerawat, dan pembersih wajah. Ia lebih memilih produk-produk yang minim bahan kimia supaya tidak menimbulkan efek buruk ke kulit. Ia memilih produk-produk yang menggunakan bahan baku tumbuh-tumbuhan.
Perawatan wajah rutin juga dilakukan Ninda (24), karyawan swasta di Jakarta Pusat. Ninda rutin merawat wajah dengan produk-produk khusus secara berurutan. Dia merasa membutuhkan perawatan wajah itu karena merasa kulitnya jenis kombinasi berminyak kering serta muncul masalah jerawat. Setiap hari, ia menggunakan sabun cuci muka khusus kulit berjerawat, toner yang berfungsi untuk membersihkan sisa kotoran yang tidak terangkat oleh sabun, serta pelembab yang mengandung tabir surya. Di luar perawatan rutin itu, Ninda juga masih menambahkan penggunaan serum, masker, serta krim malam untuk kulit berminyak.
”Harga tiap-tiap produk yang saya gunakan mulai dari Rp 125.000 hingga Rp 300.000 per kemasan,” kata Ninda.
Masih terjangkau
Jika diakumulasi, Ninda merasa pengeluarannya untuk perawatan wajah masih terjangkau, yaitu rata-rata Rp 200.000 per bulan. Ia bisa mengatur pengeluaran karena belanja perawatan tidak dilakukan rutin tiap bulan. Produk yang ia gunakan bisa bertahan dalam waktu tiga bulan.
Ninda pun mulai sadar untuk merawat wajah dan badan sejak usia 15 tahun. Saat itu, ia merasa ada perubahan hormon dalam tubuhnya. Apalagi, saat itu ia termasuk anak yang aktif berolahraga di sekolah. Sejak munculnya jerawat di wajah, ia pun rajin untuk merawat kebersihan wajah. Perubahan gaya hidup mulai terjadi saat dia mengenal skincare Korea Selatan yang lengkap. Apalagi, produk dari ”Negeri Ginseng” juga bisa mengatasi masalah kulit yang berbeda-beda. Sejak saat itu pengeluarannya semakin bertambah dan jenis perawatan wajahnya pun semakin lengkap.
”Sejak saat itu saya jadi rajin baca-baca review di forum online dan juga melihat review dari beauty vlogger di Youtube channel. Itu saya lakukan untuk mengerti manfaat produk skincare sebelum saya membeli,” kata Ninda.
Meskipun tidak berhubungan secara langsung, data inflasi November dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta cukup menunjukkan perubahan gaya konsumtif warga terhadap perawatan kesehatan. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta, kenaikan inflasi November 2018 salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran kesehatan.
Kepala BPS DKI Jakarta Thoman Pardosi mengatakan, peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan November dipicu kenaikan pengeluaran kesehatan, bahan makanan, dan sandang. Pada kelompok pengeluaran kesehatan, inflasi disebabkan kenaikan harga barang perawatan jasmani dan kesehatan, seperti sabun mandi, parfum, dan pasta gigi. Selain itu, ada kenaikan harga pada kelompok obat-obatan, seperti obat luka, obat flu, dan obat sakit perut.
Pada kelompok pengeluaran kesehatan, inflasi disebabkan kenaikan harga barang perawatan jasmani dan kesehatan, seperti sabun mandi, parfum, dan pasta gigi. Selain itu, ada kenaikan harga pada kelompok obat-obatan, seperti obat luka, obat flu, dan obat sakit perut.
”Penyebab inflasi pada kelompok kesehatan ini cukup tinggi, mencapai 0,84 persen. Ini cukup tinggi dibandingkan dengan pengeluaran lainnya, misalnya bahan pangan dan sandang,” ujar Thoman.
Tren kenaikan inflasi dari kelompok kesehatan itu juga terlihat pada akhir tahun 2017. Kelompok pengeluaran kesehatan berkontribusi menyumbang inflasi sebesar 0,50 persen. Kelompok pengeluaran kesehatan itu di antaranya adalah perawatan jasmani dan kosmetik yang mencapai 1,29 persen. Pada Desember, inflasi dari kelompok pengeluaran kesehatan juga masih tinggi, yaitu 0,45 persen. Di antaranya adalah pengeluaran untuk perawatan jasmani dan kosmetik sebesar 0,94 persen dan obat-obatan 0,48 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Trisno Nugroho menambahkan, kenaikan harga barang-barang yang tergabung dalam kelompok sandang dan kesehatan turut mendorong inflasi pada November 2018. Ini adalah dampak dari kenaikan harga emas internasional yang ikut memicu naiknya harga emas perhiasan di Jakarta. Kondisi itu akhirnya mendorong kenaikan harga secara umum pada kelompok sandang, yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,56 persen. Adapun pada kelompok kesehatan kenaikan harga barang utamanya berasal dari barang-barang perawatan jasmani dan kosmetik, seperti sabun mandi, pasta gigi, dan parfum. Perkembangan harga tersebut menyebabkan kelompok kesehatan mencatat inflasi 0,84 persen.
Laporan investigasi jurnalis Jacques Peretti menunjukkan, para produsen sangat memahami bahwa kecemasan terbesar manusia adalah tambang emas bagi mereka. Para produsen kosmetik, misalnya, memahami bahwa ketakutan terbesar manusia ternyata adalah menjadi tua. Ketakutan itu bukan pada proses penuaannya, melainkan pada konsekuensinya, yaitu keriput, pikun, rapuh, dan mati. Maka tidak mengherankan jika produk-produk kesehatan yang menjanjikan awet muda seperti skincare laku keras di pasaran (Kompas, Rabu 29 Juli 2015).