JAKARTA, KOMPAS - Meskipun mengklaim sesuai mekanisme, pernyataan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir berbeda. Selain itu, keputusan terkait Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik tidak sepenuhnya berada pada direksi PLN.
Hal ini terungkap saat Iwan dan Sofyan menjadi saksi untuk terdakwa Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (11/12/2018). Dalam sidang pemeriksaan saksi ini, Supangkat menjelaskan mengenai ketentuan dan mekanisme terkait lokasi hingga pihak yang terlibat dalam pembangunan pembangkit listrik.
”Mengenai proses memasukkan PLTU ke RUPTL (Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik), termasuk menentukan lokasi, apakah ini memang hasil dari rapat direksi atau bisa juga karena ada permohonan pihak lain?” tanya jaksa Ronald Worotikan.
”Jadi, yang pertama dan paling mendasar adalah kebutuhan. Ada namanya neraca daya demand and supply balance. Jadi, tahu berapa kebutuhannya untuk Sumatera misalnya. Ada juga teknis lainnya terkait tegangan,” kata Supangkat yang dikonfirmasi oleh Sofyan, yang duduk di sampingnya.
Supangkat kemudian menambahkan, ”Dari sini, maka yang melakukan kegiatan perencanaan ini divisi perencanaan sistem, direktorat perencanaan dengan masukan dari direktorat regional yang membawahi wilayah. Kalau ada masukan dari siapa pun, akan ditampung PLN. Tetapi, analisis evaluasi dibuat PLN lalu diuji Kementerian ESDM. Selanjutnya, yang meng-approve (menyetujui) adalah Menteri ESDM. Sebab, RUPTL tak hanya bicara korporasi, tetapi juga penyediaan listrik secara merata dengan biaya termurah.”
Namun, Ketua Majelis Hakim Yanto mulai ragu ketika Supangkat menjelaskan mengenai isi pertemuannya dengan Ketua DPR Setya Novanto. Supangkat sebelumnya bercerita, Novanto meminta proyek PLTU di Jawa Tengah, tetapi dijawab Sofyan bahwa proyek itu sudah ada kandidatnya.
Jika mengacu pada berita acara pemeriksaan (BAP) Sofyan sebelumnya, penjelasan Sofyan justru berbeda, yakni proyek pembangkit listrik tidak bisa diberikan kepada pihak luar non-PLN. Namun, saat ditanya jaksa lagi, Supangkat tetap pada keterangannya.
Sementara itu, pertemuan Sofyan dengan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dan Eni yang terjadi berulang kali juga mencurigakan jaksa. ”Kenapa harus berulang kali dan di luar kantor? Bahkan, ini saat ada Idrus Marham, Anda sampai meminta Kotjo dan terdakwa keluar. Ini ada apa?” tanya Yanto yang dijawab tidak apa-apa oleh Sofyan.
Menurut Sofyan, pertemuan tersebut wajar karena membicarakan mekanisme sesuai dengan aturan. Sementara saat pertemuan di rumahnya yang juga dihadiri Idrus, Sofyan mengaku juga tidak bersedia Kotjo dan Eni keluar.
”Saya sudah minta agar mereka tetap di situ. Tetapi, Saudara Idrus tetap meminta keduanya keluar. Kami hanya membicarakan tentang ambulans dan sedikit masalah politik tentang Pemilihan Umum 2019 ini,” ujar Sofyan.
Saat diberi kesempatan menanggapi, Eni hanya membantah keterangan Supangkat yang menyatakan dirinya ikut bertemu investor dari China yang dibawa Kotjo, yaitu Chec Huadian Engineering.