JAKARTA, KOMPAS — Daya tawar pencari kerja saat ini semakin tinggi ketimbang perusahaan. Perusahaan harus beradaptasi dengan mengubah penawaran fasilitas kepada pencari kerja agar tertarik melamar.
Country Manager Jobstreet.com Indonesia Faridah Lim, seusai peluncuran SiVa Recruitment Centre Berbahasa Indonesia, di Jakarta, Kamis (13/12/2018), mengatakan, daya tawar yang tinggi muncul karena perusahaan membutuhkan tenaga kerja baru. Sementara itu, generasi milenial kini jumlahnya kian signifikan dalam angkatan kerja.
Jobstreet.com Indonesia adalah perusahaan pasar kerja daring. Perusahaan itu merupakan bagian dari perusahaan Seek Asia yang beroperasi di tujuh negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hong Kong.
”Generasi milenial yang kebanyakan adalah lulusan baru memiliki karakter yang bebas dan kreatif serta menyukai tantangan. Mereka tidak segan berpindah kerja ketika menemukan tempat kerja yang memiliki penawaran gaji, fasilitas, dan prestise yang lebih menarik,” ujar Faridah.
Data dari Jobstreet.com Indonesia menyebutkan, terdapat 83.128 unit perusahaan dan 7,8 juta pencari kerja terdaftar di situs tersebut. Sebanyak 73 persen aktif mencari pekerjaan secara daring. Kini, jumlah pencari kerja yang aktif mencari kerja semakin meningkat walaupun mereka sedang bekerja.
Hingga November 2018, database perusahaan tersebut mencatat, susunan pencari kerja di situs mayoritas adalah level lulusan baru dan eksekutif yunior sebesar 73 persen, eksekutif senior (15 persen), serta manajer dan senior manager (11 persen). Mayoritas pencari kerja merupakan lulusan perguruan tinggi strata 1 (S-1), yakni 68 persen.
Menurut Faridah, generasi milenial dapat berganti pekerjaan hanya dalam hitungan bulan, bahkan minggu. Perusahaan-perusahaan belakangan mengeluh dengan tingkat pergantian karyawan yang tinggi, yakni rata-rata 25 persen per perusahaan. Hal itu membuat biaya perekrutan membengkak.
Perusahaan pun beradaptasi dengan tren pencari kerja milenial dengan menawarkan fasilitas yang diinginkan pekerja muda, seperti jam kerja yang fleksibel, makan siang gratis, dan ruang kerja bersama (coworkingspace) yang santai.
”Mereka terinspirasi dari fasilitas dan kantor perusahaan besar yang dilihat di internet, seperti kantor Google di Amerika Serikat yang menarik,” katanya.
Pegawai di Sekolah Menengah Cikal Amri, Jakarta Timur, Nisa Amalina (28), menyampaikan, prioritas dalam mencari kerja adalah besaran gaji dan kenyamanan kerja. Sejauh ini, ia telah berganti pekerjaan sebanyak tiga kali dalam tiga tahun terakhir. ”Fasilitas lain yang dilihat terutama ketersediaan asuransi kesehatan di luar BPJS,” ujarnya.
Kenyamanan kerja menjadi alasan kedua karena jam kerja di tempat kerja lama mencapai 30 jam per minggu, sedangkan ketentuan maksimal seharusnya 20 jam per minggu.
Pengajar di sebuah konsultan pendidikan luar negeri di Balikpapan, Kalimantan Timur, Dily Maulidya (27), menuturkan, saat ini dirinya sedang melamar di institusi pendidikan lainnya. ”Saya kini melamar di kampus karena lebih prestisius dari tempat kerja yang sekarang,” kata Dily seraya menambahkan, gaji dan jam kerja menjadi faktor pendukung lainnya.
Belajar
Faridah menyebutkan, kebiasaan berpindah kerja di bawah waktu satu tahun tidak baik bagi calon pekerja. Pekerja tidak akan memiliki waktu cukup untuk menyerap keterampilan di tempat kerja. ”Mereka jadinya tidak belajar hal yang fundamental,” ucapnya.
Untuk tahun 2019, perusahaan-perusahaan diproyeksikan akan lebih membutuhkan pekerja dengan keterampilan di bidang teknologi digital. Calon pekerja disarankan untuk meningkatkan keterampilan agar mampu bersaing.