Laporan EF: Tingkat Kecakapan Berbahasa Inggris di Indonesia Rendah
Oleh
Ayu Pratiwi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecakapan berbahasa Inggris di Indonesia menduduki peringkat ke-51 dari 88 negara di dunia berdasarkan laporan studi oleh perusahaan penyedia kursus bahasa Inggris, Education First atau EF. Kemampuan Indonesia berada pada tingkat kecakapan rendah dan berada di bawah peringkat sejumlah negara ASEAN lainnya.
Laporan EF English Proficiency Index (EF EPI) pada 2018 menunjukkan skor Indonesia yang sebesar 51,58 berada pada posisi ke-13 dari 21 negara Asia. Skor itu lebih rendah dibandingkan Singapura (68,63), Filipina (61,84), Malaysia (58,32), dan Vietnam (53,12).
Secara global, lima peringkat terbaik didominasi negara-negara Nordik. Swedia menduduki peringkat pertama, Belanda kedua, Norwegia keempat, dan Denmark peringkat kelima. Adapun peringkat ketiga diduduki Singapura, sekaligus merupakan pertama kalinya negara Asia masuk kelompok lima terbaik.
Laporan studi itu menggunakan EF Standard English Test untuk mengevaluasi kemampuan membaca dan mendengar bahasa Inggris. Sebanyak 1,3 juta orang berusia 18-40 tahun dari 88 negara berpartisipasi dalam studi itu.
Menurut Executive Director of Academic Affairs EF Minh N Tran, kemahiran berbahasa Inggris memiliki keterkaitan dengan daya saing ekonomi, perkembangan sosial, dan inovasi.
”Negara dengan tingkat kemahiran bahasa Inggris yang tinggi cenderung memiliki jumlah pendapatan yang lebih tinggi, kualitas hidup lebih baik, serta investasi yang lebih besar dalam penelitian dan pengembangan,” tuturnya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Ia menambahkan, ke depan, kemampuan berbahasa Inggris semakin penting untuk dimiliki. Pada era revolusi industri 4.0, setiap orang dari berbagai tempat di dunia akan semakin terhubung dan bersaing.
Menanggapi skor kecakapan berbahasa Inggris yang relatif rendah itu, Direktur Bina Standardisasi Kompetensi dan Pelatihan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Sukiyo menyampaikan, penekanan untuk bisa fasih berbahasa Inggris belum ada dalam kurikulum sekolah. Ke depan, paket pelatihan bahasa Inggris berupa kursus singkat (short course) akan semakin diperlukan untuk sejumlah profesi.
”Saat ini, rata-rata kualitas SDM sebelum penempatan kerja masih rendah. Lebih dari 50 persen anak muda berpendidikan tingkat SD dan SMP. Mereka perlu dilatih agar memiliki kualitas yang diperlukan industri. Inggris merupakan kemampuan berkomunikasi yang penting dimiliki dan harus sesuai dengan bidang kerjanya,” tutur Sukiyo.