JAKARTA, KOMPAS — Kasus kematian tersangka Yulius Lucas Tahapary (35) pada 14 November 2018 di Kepolisian Resor Kota Depok diungkap oleh Ombudsman Jakarta Raya. Ombudsman menilai, kasus ini terjadi atas kelalaian polisi dalam menjalankan fungsinya.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho mengatakan, mala-administrasi terjadi sejak awal proses penangkapan Yulius pada 12 November 2018. Saat itu, ia ditangkap oleh penyidik Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Depok.
”Serangkaian pemeriksaan telah kami lakukan kepada penyidik Satreskrim Polresta Depok serta Kasat Tahti (Kepala Satuan Tahanan dan Barang Bukti) Polresta Depok. Laporan akhir hasil pemeriksaan pun telah kami serahkan kepada pihak terkait,” ujar Teguh, di Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Ia menjelaskan, dalam laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP), terungkap bahwa surat perintah penangkapan dan penahanan baru diterbitkan penyidik dua hari setelah kematian Yulius. Hal ini tentu merugikan hak tersangka dan keluarga.
”Surat pemberitahuan penangkapan Yulius itu, kan, untuk memberi tahu keluarga tentang keberadaan dan kondisinya, terlebih memberikan pembelaan. Tanpa surat itu, keluarga tidak akan tahu keberadaan Yulius,” ucap Teguh.
Tak hanya itu, penyidik juga tidak menunjuk penasihat hukum untuk Yulius. Padahal, penetapan Yulius sebagai tersangka dalam dugaan pencurian sepeda motor, ancaman pidana yang diberikan kepadanya lebih dari 5 tahun.
”Secara hukum, keadaan Yulius mewajibkannya didampingi oleh penasihat hukum. Namun, bagaimana proses penyidikan dan hak tersangka terpenuhi jika tidak didampingi penasihat hukum. Rasa keadilan bagi Yulius jelas tidak terpenuhi,” papar Teguh.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Keasistenan Penegakan Hukum dan Keamanan Ombudsman Jakarta Raya Indra Wahyu B mengatakan, penahanan Yulius juga dilakukan tanpa pengecekan kesehatan. Lebih lanjut, setelah masuk tahanan, Yulius mendapat penganiayaan dari 10 tahanan lain.
Penahanan Yulius juga dilakukan tanpa pengecekan kesehatan. Lebih lanjut, setelah masuk tahanan, Yulius mendapat penganiayaan dari 10 tahanan lain.
”Satu jam setelah ditahan pada 13 November 2018, Yulius dianiaya secara intensif, bahkan sempat dianiaya di sel tahanan lain. Penganiayaan berujung pada kematian Yulius esok harinya. Hasil visum, ditemukan luka memar di bagian dada dan punggung,” tutur Indra.
Ia menegaskan, tindak kekerasan yang dilakukan sesama tahanan itu tidak diketahui petugas jaga tahanan yang harusnya mengecek kondisi mereka setiap jam. Hal itu juga tidak diketahui perwira menengah pengawas saat apel tahanan.
Dalam hal ini, Kasat Tahti Polresta Depok beserta jajarannya dinilai lalai. Selain tidak mengawasi, pihaknya juga tidak mengunci pintu kamar serta antarruang di dalam ruang tahanan. Akibatnya, kekerasan antartahanan di ruang tahanan semakin luas.
”Tindakan ini merupakan bentuk mala-administrasi sebab Kasat Tahti Polresta Depok beserta jajarannya tidak menjalankan tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan perawatan para tahanan di Polresta Depok,” papar Indra.
Tindakan korektif
Berdasarkan kejadian ini, Ombudsman Jakarta Raya memberikan tindakan korektif. Salah satunya, memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk melakukan sejumlah upaya perbaikan, termasuk Divisi Profesi dan Pengamanan.
”Hal ini untuk memeriksa dan mendalami pelanggaran kode etik atau disiplin yang dilakukan oleh penyidik Satreskrim Polresta Depok serta Kasat Tahti Polresta Depok beserta jajarannya,” kata Teguh.
Teguh menegaskan, Ombudsman Jakarta Raya memberi waktu selama 30 hari kerja kepada para pihak terkait untuk melaksanakan tindakan korektif. Selain itu, para pihak agar juga melaporkan setiap perkembangannya.
Secara terpisah, Kepala Subbagian Humas Polresta Depok Ajun Komisaris Firdaus mengatakan, pihaknya sudah menerima LAHP dari Ombudsman Jakarta Raya. Laporan itu sudah disampaikan ke Polresta Depok.
”Laporan akhir beserta tindakan korektif itu menjadi masukan bagi kami untuk melakukan perbaikan. Kami menyambut secara positif. Tentu agar hal seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari,” kata Firdaus. (SHARON PATRICIA)