JAKARTA, KOMPAS - Berinvestasi pada pasar modal Indonesia, baik saham maupun obligasi tetap menjanjikan pada tahun 2019. Walaupun ada faktor penekan dari luar seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi global, perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta faktor politik di dalam negeri yaitu pemilihan presiden.
Menurut Chief Economist dan Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan, harga-harga saham sudah terkoreksi karena faktor-faktor eksternal seperti perang dagang. “Di sisi lain, pertumbuhan laba perusahaan tetap terlihat,” ujar Katarina di Jakarta Kamis, (13/12).
Sehingga masih ada peluang untuk kenaikan harga saham karena sebenarnya fundamental Indonesia masih baik. Para investor asing yang semula menjual kepemilikannya di pasar-pasar negara berkembang diharapkan akan kembali lagi untuk melihat peluang tersebut.
“Memang belakangan investor asing melepaskan sahamnya, karena melihat perkembangan di negara berkembang lain. Padahal, fundamental Indonesia baik,mudah-mudahan dengan melihat peluang ini, mereka akan kembali,” lanjut Katarina.
Senada dengan Katarina, Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula mengatakan, pada tahun depan tekanan terhadap pasar obligasi sudah jauh berkurang. Tekanan terhadap rupiah berkurang, bank sentral AS juga diperkirakan tidak agresif menaikkan suku bunga, langkah preemtif pemerintah dan Bank Indonesia mendapatkan respon positif. “Imbal hasil obligasi Indonesia masih menarik,” kata Erza.
Hingga akhir November lalu, investor asing yang membeli obligasi pemerintah Indonesia tercatat sebesar Rp 50 triliun. Dengan inflasi stabil pada kisaran 3,7-4 persen dan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun pada kisaran 3-3,5 persen, kami memperkirakan tingkat imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun turun menjadi 7-7,5 persen,” kata Ezra.
Tahun politik
Adapun tahun politik bukan menjadi penghalang kegairahan di pasar saham. Data menunjukkan, dalam tiga kali pemilihan presiden, Indeks Harga Saham Gabungan naik. Ekspektasi dan optimisme terhadap pemerintahan baru menjadi salah satu pendorong kenaikan indeks bursa.
Program-program populis pemerintah yang diluncurkan menjelang tahun politik, juga mendukung daya beli masyarakat. Katarina memperkirakan, harga bahan bakar minyak (BBM) akan naik setelah pemilihan presiden. Inflasi akan meningkat, tetapi masih berada dalam kisaran yang diharapkan. Program bantuan pemerintah menjadi bantalan masyarakat sehingga tidak terlalu terkena dampak kenaikan BBM.