JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat mempersoalkan hilangnya sebagian hak pilih warga yang pindah memilih di luar daerah pemilihan tempat warga tersebut terdaftar. DPR mengusulkan agar pengaturan hak pilih tersebut diubah dari semula berbasis daerah pemilihan menjadi berbasis wilayah kerja kelembagaan legislatif.
Pada Pasal 8 Ayat 3 Draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu yang dikonsultasikan KPU ke Komisi II DPR bersama pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (13/12/2018), dicantumkan ketentuan surat suara apa saja yang akan diterima pemilih yang pindah memilih. Pemilih tetap bisa menerima surat suara DPR apabila pindah memilih ke kabupaten/kota lain dalam satu provinsi dan di daerah pemilihannya, serta surat suara DPD apabila pindah memilih ke kabupaten/kota lain dalam satu provinsi.
Pemilih bisa menerima surat suara DPRD provinsi jika pindah memilih ke kabupaten/kota lain dalam satu provinsi dan di daerah pemilihannya. Selain itu, pemilih juga bisa mendapat surat suara DPRD kabupaten/kota jika ia pindah memilih ke kecamatan lain dalam satu kabupaten/kota dan di daerah pemilihannya.
Dengan kata lain, dalam desain itu, apabila pemilih pindah provinsi, ia hanya berhak menerima satu surat suara untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. Pengaturan ini diadopsi KPU dari Pasal 348 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ruang lingkup kerja
Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron menuturkan, dalam rapat konsultasi muncul usulan agar pembatasan bukan berbasis daerah pemilihan, melainkan berdasarkan skop atau ruang lingkup kerja lembaga legislatif.
Dia mencontohkan, jika seseorang pindah memilih ke luar provinsi, ia ”hanya” kehilangan dua surat suara, yakni DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Namun, pemilih itu tetap mendapat surat suara pemilihan DPD, DPR, serta presiden-wakil presiden. Sementara itu, dalam skema draf PKPU, pemilih dengan karakteristik itu hanya mendapat surat suara pemilihan presiden-wakil presiden.
Menurut dia, pengaturan itu lebih rasional karena bisa saja banyak pemilih yang berpindah memilih melintas provinsi sehingga bisa kehilangan hak suara untuk pemilihan anggota DPR. Oleh karena itu, dalam rapat konsultasi itu, Komisi II DPR menyetujui rancangan PKPU Pemungutan dan Penghitungan Suara, kecuali Pasal 8 terkait pindah memilih.
”Tadi kami tunda dulu sampai dirumuskan Pasal 8 Ayat 3 secara tepat dan didasarkan kepada hak pilih yang diamanatkan di dalam undang-undang,” katanya.
Ketua KPU Arief Budiman menuturkan, KPU mengatur hak pilih bagi pemilih yang pindah memilih itu sesuai dengan UU Pemilu. Menurut dia, UU Pemilu sudah eksplisit mengatur surat suara diberikan jika pindah masih di dalam daerah pemilihan legislatif, sesuai tingkatannya. Oleh karena itu, dia menyampaikan, KPU tidak bisa menjalankan masukan tersebut.
”Itu bukan hal yang bersifat umum, lalu KPU bisa mengatur teknisnya. Ini sudah detail sehingga KPU tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Arief.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan, pengaturan hak pilih bagi pemilih yang pindah memilih itu dilakukan karena prinsip keterwakilan berdasarkan daerah pemilihan sehingga orang yang dipilih mewakili daerah pemilihan. Selain itu, hal ini juga diterapkan untuk mengantisipasi kecurangan melalui mobilisasi pemilih.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.