Persija dan Jakmania Bersihkan Bus Transjakarta Korban Vandalisme
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perwakilan klub sepak bola Persija Jakarta dan kelompok suporternya, Jakmania, Kamis (13/12/2018), secara simbolis membersihkan bus transjakarta yang menjadi obyek vandalisme. Ini sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dari pihak klub dan suporter meskipun belum diketahui pelaku pencoretan di badan bus transjakarta.
Minggu (9/12/2018) malam, badan bus transjakarta bernomor badan MYS-17078 yang melintas di sekitar Bundaran Hotel Indonesia dicoret dengan cat semprot dengan tulisan JKT DAY. Saat itu, Persija baru saja menjuarai Liga 1. Pelaku diduga merupakan oknum suporter Persija.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Agung Wicaksono mengatakan, coretan di bus telah dibersihkan sehari setelah kejadian agar bus tetap bisa beroperasi. Pembersihan secara simbolis ini merupakan lambang komitmen Persija dan Jakmania ikut bertanggung jawab merawat dan menjaga fasilitas publik dengan baik.
Bus dibersihkan enam perwakilan Persija dan Jakmania serta didampingi perwakilan Transjakarta di kantor pusat PT Transjakarta, Kebon Pala, Makassar, Jakarta Timur. Kegiatan itu dipimpin Sekretaris Perusahaan Persija Darwis Sakmoto. Mereka mencuci badan mobil yang menjadi obyek aksi vandalisme tersebut.
Darwis mengatakan belum mengetahui siapa pelaku yang mencoret-coret bus tersebut. Namun, karena momen kejadiannya berdekatan dengan prestasi yang dicapai Persija, Darwis mewakili Persija dan Jakmania bertanggung jawab secara moral.
”Walaupun belum diketahui pelakunya, kami bertanggung jawab secara moral. Apabila memang itu benar dilakukan oleh oknum suporter, kami memohon maaf,” kata Darwis.
Menurut Darwis, pihaknya terus berupaya mencari pelaku. Namun, itu butuh waktu karena pada momen kemenangan tersebut pendukung Persija memang ramai di jalanan. Dia berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali.
Aditya Cahya (24), anggota Jakmania Pondok Gede yang ikut membersihkan bus, juga mengatakan, tidak mengetahui pelaku vandalisme tersebut. Namun, menurut dia, pelaku hanyalah oknum dan belum tentu anggota resmi Jakmania. Aditya mengimbau pendukung Persija lainnya, terutama Jakmania, agar ikut menjaga fasilitas umum.
”Bus ini, kan, fasilitas warga Jakarta, harus kita jaga bersama. Ke depannya, jangan ada lagi hal-hal seperti ini. Tidak boleh mencoret atau merusak fasilitas warga Jakarta,” ujarnya.
Agung mengatakan, dua hari setelah kejadian pencoretan bus, pihaknya telah bertemu dengan perwakilan Jakmania. Pada kesempatan itu, perwakilan Jakmania meminta maaf atas kejadian ini. Agung pun mengapresiasi sikap tersebut meskipun belum tentu pelakunya anggota resmi Jakmania.
”Bagi kami, (sikap) itu sangat penting karena menunjukkan Jakmania juga melihat bus transjakarta sebagai milik masyarakat dan harus dijaga,” kata Agung.
Agung menambahkan, pihaknya tetap akan mencari pelaku aksi vandalisme di bus transjakarta. Penindakan terhadap pelaku bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk bersama-sama merawat dan menjaga fasilitas publik. Transjakarta, Persija, dan Jakmania mengutuk segala bentuk aksi vandalisme pada fasilitas publik.
”Kita harus tunjukkan ke masyarakat bahwa vandalisme bukan perilaku seorang juara. Kita juara, tetapi kalau perilaku tidak juara, ya, bagaimana. Ini yang ingin kita ubah,” ujarnya.
Aksi vandalisme berupa coretan dengan cat semprot bukan kali ini terjadi di Ibu Kota. Pada Jumat (21/9/2018), badan kereta moda raya terpadu atau MRT di Depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan, juga dicoret dengan cat semprot oleh oknum tidak bertanggung jawab (Kompas, 22/9/2018). Beberapa bulan sebelumnya, terowongan Mampang, Jakarta Selatan, menjadi obyek coret-coretan (Kompas, 5/6/2018).
Ruang ekspresi
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Derajad S Widhyarto, mengatakan, ada dua fenomena yang bisa dilihat dari aksi pencoretan terhadap fasilitas publik tersebut, yaitu terkait kaum muda dan ekspresi diri. Derajad tidak membenarkan segala bentuk aksi vandalisme, tetapi kasus ini tidak bisa dilihat dari kacamata biasa.
”Corat-coret ini tidak bisa dilepaskan dari belum memadainya wadah bagi kaum muda untuk mengekspresikan perasaannya. Jujur saja, Jakarta hanya memfasilitasi kaum dewasa. Sementara itu, kaum muda tidak punya cukup tempat untuk menyalurkan ekspresi mereka,” tutur Derajad ketika dihubungi dari Jakarta.
Derajad mencontohkannya pada ruang publik, seperti taman. Selain tempat untuk olahraga ekstrem, seperti panjat tebing, skateboard, dan BMX, belum banyak taman yang menyediakan ruang untuk mencoret-coret bagi kaum muda.
Menurut Derajad, kurangnya wadah tersebut disebabkan oleh pemerintah ataupun masyarakat belum sepenuhnya memandang bahwa mengekspresikan diri itu penting, terutama bagi kaum muda yang punya energi besar. Akibatnya, ketika mereka mengalami suatu peristiwa, mereka tidak bisa menyalurkan perasaan, bahagia ataupun sedih, secara positif.
Dalam kasus pencoretan bus transjakarta dan kereta MRT, Derajad menduga pelaku ingin orang banyak melihat ekspresi yang diungkapkannya. Agar ekspresi tersebut tidak disalurkan secara negatif, perusahaan transportasi bisa saja menyediakan satu gerbong atau bus khusus bagi mereka untuk dicoret-coret, tentunya yang berisi pesan positif. ”Mereka diundang saja untuk coret-coret, misalnya. Atau disiapkan fasilitas lainnya,” ujarnya.
Derajad menambahkan, fenomena ini mestinya mendapat perhatian serius bagi pemerintah. Apalagi Indonesia sedang menyongsong bonus demografi. Mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muda. Wadah yang memadai akan mengarahkan kaum muda untuk mengekspresikan diri secara positif. (YOLA SASTRA)