Presiden Jokowi: Yang Diperhatikan Bukan Hanya Infrastruktur
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati pembangunan infrastruktur menjadi fokus pada empat tahun ini, Presiden Joko Widodo meyakinkan ada program untuk mengentaskan warga dari kemiskinan yang terus dijalankan. Kualitas program pengentasan rakyat dari kemiskinan diperbaiki, sementara penerima Program Keluarga Harapan terus meningkat.
Presiden Jokowi menilai pembangunan infrastruktur sangat penting sebab pada 2014, infrastruktur yang ada di Indonesia hanya 37 persen dari kebutuhan. Sementara itu, Indonesia negara besar dan terdiri atas ribuan pulau.
”Memang kita jauh tertinggal dengan negara-negara lain di bidang ini. Stok infrastruktur kita baru 37 persen pada 2014,” kata Presiden Joko Widodo saat bertemu sekitar 600 tenaga pendamping atau sumber daya manusia (SDM) PKH (Program Keluarga Harapan) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Menurut Presiden, semua wilayah memerlukan pelabuhan, bandara, jalan, listrik, dan bendungan. Selain memudahkan mobilitas barang dan orang, infrastruktur adalah prasyarat untuk bersaing dengan negara lain. ”Prasyarat lainnya dalam memenangkan kompetisi global adalah sumber daya manusia. Tahun 2019, fokus pembangunan pada SDM,” ujar Presiden.
Program pengentasan warga dari kemiskinan juga tetap disiapkan pemerintah. Pada 2015, ada 11,22 persen atau 28,59 juta jiwa. Pada Maret 2018, BPS mencatat warga miskin berjumlah 25,95 juta jiwa atau 9,82 persen.
”Jadi yang kami perhatikan bukan hanya urusan fisik infrastruktur, melainkan juga peningkatan (kualitas) SDM melalui PKH (Program Keluarga Harapan). Ini wujud keberpihakan negara kepada rakyatnya. Ada yang bilang, yang diurus hanya infrastruktur. Mereka enggak ngerti kita punya PKH,” kata Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan peserta Jambore SDM PKH 2018.
Pada 2015, sebanyak 3,5 juta keluarga menerima PKH. Tahun berikutnya, jumlah penerima naik menjadi 6 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Tahun 2017, terdapat 6,2 juta KPM dan tahun ini 10 juta KPM.
Pada 2019, jumlah KPM tetap 10 juta keluarga. Namun, kualitas bantuan ditingkatkan. Alokasi PKH pun naik dari Rp 19 triliun pada 2018 menjadi Rp 34 triliun.
Besaran PKH yang diterima KPM tahun 2018 sama rata, Rp 1,89 juta yang diberikan melalui transfer bank per tiga bulan. Pencairan tahap I sampai III diberikan Rp 500.000 setiap kalinya. Adapun pada tahap IV diberikan Rp 390.000.
Tahun 2019, bantuan PKH diberikan sesuai beban kebutuhan yang ditanggung keluarga miskin. ”PKH tahun 2019 ada komponen-komponen yang memengaruhi jumlah yang akan diterima KPM. Jadi tidak flat,” kata Menteri Sosial Agus Gumiwang.
Keluarga penerima manfaat PKH pada 2019 akan mendapat bantuan pokok sebesar Rp 550.000 per tahun. Untuk keluarga di daerah sulit, bantuan pokoknya Rp 1 juta per tahun. Bantuan pokok ini diberikan pada pencairan tahap pertama.
Selain bantuan pokok, komponen lainnya yang menentukan besaran PKH adalah keberadaan ibu hamil/anak balita, lansia, anggota keluarga dengan disabilitas, anak SD, anak SMP, dan anak SMA. Adanya ibu hamil/anak balita, lansia, dan anggota keluarga dengan disabilitas mendapat bantuan Rp 2,4 juta per jiwa per tahun. Adapun bantuan komponen anak SD Rp 900.000, anak SMA Rp 1,5 juta, dan anak SMA Rp 2 juta.
Sebagai contoh, KPM dengan ibu hamil, anak SD, dan anak SMA berarti mendapat Rp 5,3 juta bantuan komponen per tahun. Angka ini dicairkan empat kali, atau Rp 1,325 juta setiap tahapan pengiriman. Khusus tahap pertama, PKH yang dikirimkan ke rekening KPM ditambahkan dengan bantuan tetap yang besarnya Rp 550.000. Jadi, pada tahap pertama, PKH yang diterima Rp 1,875 juta, sedangkan di tahapan kedua sampai keempat masing-masing Rp 1,325 juta.
Karena model pemberian PKH 2019 sangat bergantung pada komponen beban kebutuhan yang ditanggung, peran pendamping PKH dan koordinator (SDM PKH) menjadi penting. Mereka ini yang memutakhirkan data KPM setiap tiga bulan. ”Apabila anak yang awalnya masih SD kemudian naik SMP, tentu PKH yang diterima berubah. Maka, data PKH sesungguhnya sangat mutakhir,” kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat.
Selain itu, tambah Harry, apabila masih ada keluarga miskin yang belum masuk basis data terpadu (BDT) fakir miskin di Kemensos, pelaporan bisa dilakukan melalui kelurahan dan kecamatan. Dari kelurahan dan kecamatan, kepala dinas sosial kabupaten/kota bisa mendaftarkannya kepada Kemensos. Bupati/wali kota pun perlu menetapkannya dalam SK secara berkala. Menteri Sosial juga setiap enam bulan memperbarui data penerima PKH.
Presiden pun berpesan kepada SDM PKH untuk benar-benar memastikan kebenaran data dan memastikan penyaluran bantuan benar-benar sampai di tangan KPM. Di sisi lain, pemberdayaan KPM diperlukan. Harapannya, KPM bisa naik ke kelompok ekonomi masyarakat yang lebih baik.
Di sisi lain, keluarga-keluarga ini perlu memahami perlunya gizi untuk ibu hamil dan anak balita. Karena itu, anggaran PKH perlu dimanfaatkan untuk memenuhi gizi ibu hamil dan anak balita. Bimbingan juga diperlukan agar keluarga KPM ini mendorong pendidikan anak-anaknya. Sebab, kata Presiden, pendidikan adalah salah satu cara paling baik untuk mengentaskan warga dari kemiskinan.