YOGYAKARTA, KOMPAS — Trotoar di kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta, dinilai belum sepenuhnya ramah untuk kelompok difabel atau penyandang disabilitas. Trotoar di kawasan itu memang sudah dilengkapi sejumlah fasilitas untuk penyandang disabilitas, tetapi sebagian fasilitas itu kini rusak atau belum sesuai dengan kebutuhan difabel.
Hal itu terungkap dalam survei aksesibilitas di kawasan Malioboro yang dilakukan oleh Perhimpunan Ohana Indonesia dan sejumlah organisasi penyandang disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Survei yang didukung Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, itu digelar pada September lalu.
”Aksesibilitas fisik memang sudah ada tapi belum optimal. Jadi masih membutuhkan tambahan atau perbaikan yang sesuai standar,” kata perwakilan organisasi penyandang disabilitas DIY, Nuning Suryatiningsih, seusai menyerahkan hasil survei kepada DPRD DIY, Kamis (13/12/2018) di Yogyakarta.
Nuning mengatakan, salah satu persoalan yang ditemukan dalam survei itu adalah rusak atau hilangnya sebagian guiding block (jalur pemandu tunanetra) di trotoar Malioboro. Padahal, jalur tersebut sangat penting untuk membantu tunanetra agar bisa berjalan tanpa harus tergantung pada bantuan orang lain.
”Guiding block untuk teman-teman tunanetra itu kan banyak yang hilang. Dicongkel atau copot sendiri kami enggak tahu, yang jelas banyak yang hilang,” ujar Nuning.
Berdasarkan pantauan Kompas, Kamis siang, sebagian guiding block di trotoar sisi timur Malioboro memang telah copot. Di sekitar Gedung DPRD DIY di Jalan Malioboro, misalnya, sedikitnya ada tujuh guiding block yang telah copot.
Nuning menambahkan, guiding block di trotoar Malioboro yang saat ini berwarna perak juga menyusahkan penyandang low vision atau mereka yang mengalami penurunan kemampuan penglihatan secara signifikan. Hal ini karena para penyandang low vision relatif susah mengenali warna perak.
Menurut Nuning, para penyandang low vision itu lebih mudah mengenali warna yang mencolok, seperti kuning. Itulah kenapa banyak trotoar di tempat lain yang menggunakan guiding block dengan warna kuning. ”Warna kuning itu kan memberikan pencerahan kepada teman-teman yang low vision sehingga ketika mereka melihat warna kuning, ada cahaya yang tampak,” ungkapnya.
Nuning mengatakan, masalah lain yang ditemukan di kawasan Malioboro adalah ramp atau jalur kursi roda yang tak dilengkapi dengan pegangan tangan. Kondisi ini menyusahkan para penyandang tunadaksa yang menggunakan kursi roda, terutama saat mereka harus berjalan di jalanan yang menurun. ”Teman-teman pemakai kursi roda itu butuh hand rail (pegangan tangan) ketika berjalan di turunan,” ujarnya.
Nuning berharap hasil survei soal aksesibilitas itu bisa menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan melakukan perbaikan. Dia mengingatkan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebenarnya sudah membuat standar aksesibilitas agar sebuah bangunan bisa ramah untuk penyandang disabilitas.
”Kementerian PUPR itu kan sudah mengeluarkan beberapa peraturan terkait bangunan fisik yang ramah bagi penyandang disabilitas. Ini mestinya menjadi satu pegangan bagi yang akan melakukan pembangunan,” kata Nuning.
Barometer
Anggota Komisi C DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, mengatakan, sebagai ikon DIY, pembangunan di kawasan Malioboro akan menjadi barometer bagi kawasan-kawasan lain di provinsi tersebut. Oleh karena itu, pembangunan di Malioboro seharusnya benar-benar bisa menjadikan kawasan itu ramah bagi penyandang disabilitas.
Kalau Malioboro saja begitu (belum ramah bagi penyandang disabilitas), bagaimana dengan tempat-tempat yang jauh, seperti di Gunung Kidul atau Kulon Progo.
Oleh karena itu, Huda berjanji akan menindaklanjuti hasil survei aksesibilitas yang digelar Perhimpunan Ohana Indonesia dan sejumlah organisasi penyandang disabilitas di DIY tersebut. ”Kami akan tindak lanjuti hal-hal yang bisa langsung diaplikasikan,” ujarnya saat menerima hasil survei.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY Muhammad Mansur mengatakan, pembangunan trotoar di kawasan Malioboro sudah mempertimbangkan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas. Namun, Mansur mengakui, ada sebagian fasilitas yang rusak, misalnya guiding block untuk tunanetra.
”Nanti akan kami cek dan inventarisasi yang rusak di mana saja, lalu akan kami perbaiki,” ungkap Mansur.