JAKARTA, KOMPAS —– Revitalisasi pendidikan vokasi tidak hanya fokus menyiapkan keselarasan kurikulum politeknik dengan standar serta kebutuhan industri, melainkan juga untuk mengembangkan potensi usaha lokal di wilayah tempat politeknik itu berada. Hal ini agar tenaga kerja kompeten lulusan politeknik tidak semuanya harus meninggalkan kampung halaman guna bekerja di wilayah perindustrian bertaraf global.
“Politeknik harus bisa memberi kontribusi pada pengembangan ekonomi lokal dan pemajuan industri-industri kecil dan menengah,” kata Direktur Pembelajaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Paristiyanti Nurwardani pada diskusi “Harmonisasi Pendidikan Politeknik dan Dunia Kerja Era Industri 4.0” di Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Ia menjelaskan, jurusan vokasi yang paling banyak mengembangkan industri lokal adalah pariwisata. Hal ini karena industri pariwisata bergantung pada kompetensi sebuah wilayah mengelola kelestarian alam dan pelayanan yang baik. Selain itu, juga ada beberapa politeknik yang bekerja sama dengan industri pengolahan sabut kelapa dan karet dari wilayah sekitar.
“Badan Usaha Milik Negara juga memiliki kerja sama dengan Kemenristek dan Dikti memberi pelatihan serta bimbingan kepada politeknik dengan prioritas kontribusi lokal,” tutur Paristiyanti.
Dari segi pengembangan kompetensi mahasiswa, juga ada program kewirausahaan yang digali melalui penyediaan inkubator di politeknik. Hal ini bertujuan agar mahasiswa memiliki pilihan selain bekerja untuk perusahaan ketika sudah lulus kuliah. Mereka memiliki kesempatan membangun usaha milik sendiri.
Paristiyanti mengatakan, revitalisasi politeknik ini merupakan upaya memberi “karpet merah” bagi mahasiswa vokasi. Ia mengutip data McKinsey Global tahun 2017 yang menerangkan bahwa selama sepuluh tahun ke depan, dunia membutuhkan 5 juta tenaga kerja terampil setiap tahun. Penguatan politeknik dan sinergi kurikulum dengan standar industri tidak hanya kebutuhan membangun Indonesia, tetapi juga dunia pada umumnya.
Kekhususan
Politeknik selain mengembangkan sinergi dengan dunia industri juga didorong untuk memiliki kekhususan jurusan. Hal ini agar pengembangan kurikulum menajdi semakin terarah dan kuat. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) misalnya, mengembangkan jurusan-jurusan di bidang kecerdasan buatan, mahadata, dan keamanan siber.
“Kami khusus mengulik digitalisasi segala aspek kehidupan, mulai dari pertanian, ekonomi, hingga layanan kesehatan,” ujar Direktur PENS Zainal Arief. Ia mengungkapkan, tantangan dari pengembangan kekhasan ini ialah belum semua industri siap dengan konsep tersebut. Bahkan, terdapat pula industri yang memiliki kapasitas di bidang mahadata ataupun kecerdasan buatan, tetapi belum memiliki program pemagangan yang baik.
Dalam mengembangkan keunikan, politeknik diberi hibah oleh Bank Pembangunan Asia (ADB). Manajer Senior Bidang Pendidikan ADB Indonesia Sutarum Wiryono menerangkan, setiap politeknik mendapat dana 1 juta dollar Amerika Serikat (AS) hingga 2,5 juta dollar AS. Di samping itu, ada dana dari Kanada yang disalurkan melalui ADB dengan total 5 juta dollar Kanada untuk pelatihan dan lokakarya.
Hibah diberikan kepada 34 politeknik. Caranya ialah politeknik menulis proposal pengembangan jurusan yang lengkap. Satu politeknik bisa merekomendasikan lebih dari satu jurusan dan tidak menutup kemungkinan hibah diberikan kepada jurusan-jurusan dari politeknik yang sama. Program ini berlangsung dari tahun 2012 hingga 2019.
Otomasi
Diskusi juga menghasilkan perwakilan-perwakilan sektor industri. Kepala Bidang Didaktika PT Festo Indonesia Safri Susanto menjelaskan, industri kini bergerak ke otomasi guna memenuhi kebutuhan produksi dalam jumlah besar sekaligus efisiensi waktu kerja. Politeknik hendaknya memberi pendidikan mekatronika dan informatika kepada mahasiswa agar tidak bergantung kepada pekerjaan di sektor padat karya dan beralih menjadi operator profesional.
“Selain itu, Kemenristek dan Dikti juga perlu menyusun standar baku pelatihan dan pengawasan dalam pemagangan karena tidak semua profesional industri memiliki kompetensi mendidik anak magang,” ucapnya.
Sementara itu, Manager Business Intelligence Schneider Electric Indonesia Aswita Wulandari Saragih menuturkan, pengembangan karakter merupakan kompetensi yang juga dicari oleh industri. Penguasaan Bahasa Indonesia dan pengetahuan sejarah merupakan ilmu yang sering diacuhkan oleh pendidikan vokasi, tetapi mampu membangun kepribadian yang disiplin dan berintegritas.