JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui beberapa kementerian menargetkan Indonesia dapat menjadi kiblat atau rujukan mode (fashion) muslim dunia pada 2020. Berbagai langkah dilakukan untuk tujuan besar ini. Selain mencanangkan produk mode halal, karya desainer Indonesia juga dipamerkan dalam peragaan busana internasional.
Kementerian Perindustrian resmi meluncurkan International Muslim Fashion Festival yang akan dilaksanakan pada 2019. Festival ini untuk memamerkan dan menyetarakan karya desainer Indonesia pada dunia. Festival itu akan dihadiri 250 undangan yang merupakan pembeli dan desainer dari sejumlah negara, khususnya anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
International Muslim Fashion Festival diresmikan pada rangkaian acara peragaan busana skala internasional ”La Mode” Sur La Seine à Paris di Paris, Perancis, pada 1 Desember lalu. Acara yang diselenggarakan Indonesia Fashion Chamber ini bertujuan mempromosikan potensi industri mode Indonesia ke pasar dunia melalui Eropa. Seperti yang diketahui, sejumlah pusat mode dunia ada di Eropa, antara lain Paris, Milan, dan London.
”Kami harap, para pembeliyang hadir di Eropa dapat hadir pula dalam acara International Muslim Fashion Festival untuk melihat produk fashion muslim Indonesia yang lebih beragam lagi,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih, Jumat (14/12/2018).
Pada acara di Paris tersebut, karya 16 desainer Indonesia dipamerkan di atas kapal Boreas yang menyusuri Sungai Seine. Acara ini dihadiri undangan yang melebihi kapasitas tempat duduk yang disediakan panitia, yaitu 400 tempat duduk.
Busana yang diperagakan merupakan koleksi dari desainer Lisa Fitria, Deden Siswanto, Lenny Agustin, Sofie, Ali Charisma, Shanty Couture, Irma Susanti, Lia Mustafa, Lia Soraya, dan Rosie Rahmadi. Ada pula yang dikenal dengan #Markamarie, Istituto Di Moda Burgo Indonesia, Pemerintah Provinsi Aceh melalui koleksi Sukriyah Rusdy, dan Zelmira dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU Banat Kudus, Jawa Tengah.
Semua koleksi diperagakan oleh 27 model internasional yang mencerminkan identitas kota Paris yang multikultural. Model yang berpartisipasi ada yang berparas Kaukasia, Timur Tengah, Oriental, dan Afro-Amerika.
Perias
Fashion tak bisa lepas dari riasan wajah, begitu pula dengan peragaan busana yang tak lepas dari perias wajah. Pada ”La Mode” Sur La Seine à Paris, semua model dirias langsung oleh empat perias asal Indonesia. Istimewanya, dua di antara mereka merupakan siswa kelas XI Jurusan Tata Kecantikan SMK PGRI 1 Kudus, yakni Fiya Triyani (15) dan Lolalita Dellarosa (17).
Dari 27 model, Lolalita merias 10 model, sedangkan Fiya merias 9 model. Mereka menyelesaikan riasan seluruh model hanya dalam waktu kurang dari tiga jam. Mereka yang biasanya merias wajah khas Indonesia harus cepat beradaptasi untuk merias model dengan bentuk muka yang beragam.
”Kontur wajah model jauh berbeda dengan yang biasa kami rias selama ini. Tapi, kami tetap bisa cepat merias karena sebelumnya banyak belajar dari tim rias yang ikut berangkat,” kata Fiya, Jumat.
Lolalita dan Fiya menjadi salah satu contoh bahwa anak muda Indonesia bisa diandalkan jika mendapat arahan dan pelatihan. Selain itu, fasilitas yang memadai juga dibutuhkan sebagai bentuk penghargaan karya anak bangsa.
Menjaga pasar
Selain sumber daya manusia, penyediaan pasar bagi pembuat desain busana muslim juga harus menjadi perhatian. Menurut Gati, hal paling penting ialah menjaga agar jangan sampai pasar busana ini diambil pihak lain mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia adalah Muslim.
Industri fashion muslim mencakup 1,9 persen pasar mode dunia. Sementara peluang pasar domestik industri fashion muslim Indonesia mencapai 20 miliar dollar AS per tahun dengan potensi nilai ekspor mencapai 13,29 miliar dollar AS. Hal ini membuat Indonesia masuk lima besar negara OKI eksportir fashion muslim.
Peluang pasar mode yang besar ini menjadi target industri fashion muslim Tanah Air sehingga dapat meningkatkan kontribusi bagi produk domestik bruto nasional. Saat ini, industri mode Indonesia mengalami pertumbuhan 18,2 persen per tahun.
The State of Global Islamic Economy Report 2017/2018 mencatat Indonesia sebagai peringkat kedua negara yang mengembangkan fashion muslim terbaik setelah Uni Emirat Arab. Padahal, tahun sebelumnya, Indonesia bahkan tidak masuk 10 besar.
”Peringkat ini menunjukkan selangkah lagi Indonesia berada pada urutan pertama dan menjadi kiblat fashion muslim dunia,” ujar Gati.
Demi menjadi kiblat mode pada 2020, Kementerian Perindustrian tahun 2019 akan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM), serta Bank Indonesia. Saat ini, fashion muslim juga melibatkan banyak KUKM. Namun, permasalahan utama yang dihadapi selain pemasaran adalah modal untuk berkembang.
”Kami menjadi pembina bagaimana membisniskan fashion muslim ini menjadi industri kreatif, terutama menjadi industri yang halal. Tidak hanya produk, tapi juga prosesnya sehingga menjadi sasaran pasar dalam dan luar negeri,” ucap Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian KUKM Victoria br Simanungkalit. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)