JAKARTA, KOMPAS — Presiden Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Tumbur Parlindungan menyebut bahwa investasi hulu minyak dan gas bumi adalah kunci bagi keberlanjutan ketahanan energi di Indonesia. Tanpa penemuan cadangan migas yang baru, Indonesia akan selamanya bergantung pada impor. Pemerintah harus terus memperbaiki daya saing investasi sektor hulu migas agar dapat bersaing di kancah global.
"Membangun kilang minyak itu bagus. Tapi, ingat, kilang itu membutuhkan pasokan minyak mentah. Apabila investasi di hulu tidak digenjot untuk menemukan cadangan baru, apakah Indonesia akan terus bergantung pada impor minyak mentah? Tentu itu kurang bagus bagi neraca perdagangan kita," ucap Tumbur, Kamis (13/12/2018), di Jakarta.
Tumbur mengakui bahwa pemerintah sudah berbuat banyak untuk memperbaiki tata kelola sektor hulu migas di Indonesia. Upaya itu, antara lain, pemangkasan perizinan di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hanya saja, penyederhanaan perizinan harus dilakukan di instansi lain, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
"Indonesia terus membenahi diri untuk memperbaiki daya saing. Tapi, harus juga memperhatikan perbaikan daya saing di negara lain. Kalau negara lain lebih baik, tentu saja investor akan lebih memilih negara tersebut," ujar Tumbur.
Mengacu data Kementerian ESDM, sejak 2014, investasi hulu migas di Indonesia terus merosot. Pada 2014 lalu, nilai investasi yang masuk tercatat sebesar 21,7 miliar dollar AS dan menurun drastis menjadi 11 miliar dollar AS di 2017.
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu P Taher mengatakan, ada enam proyek hulu migas yang berproduksi sepanjang 2018. Total kapasitas produksi keenam proyek itu adalah 15.500 barel minyak per hari dan gas sebanyak 105 juta standar kaki kubik per hari.
"Nilai investasinya mencapai lebih dari 300 juta dollar AS. Proyek tersebut ada di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan," kata Wisnu.