Peneliti LIPI: Masih Ada yang Anggap TNI ”Kakak Tertua” Polisi
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pembakaran Polsek Ciracas, Jakarta Timur, oleh sejumlah orang pada Selasa, 11 Desember, menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap hukum. Insiden tersebut seharusnya juga bisa menjadi evaluasi terhadap hubungan TNI dan Polri agar tak hanya solid di tingkat pimpinan tertinggi, tetapi juga hingga jajaran ke bawah mereka.
Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, dalam kasus tersebut, yang perlu dievaluasi adalah penghormatan terhadap hukum bagi seluruh warga Indonesia, termasuk aparat. Menurut dia, semangat korsa untuk membela dan menjaga nama baik kesatuan perlu ditempatkan dalam konteks yang benar.
”Korsa ditempatkan secara obyektif dan tidak berlebihan. Dalam kasus pembakaran Polsek Ciracas, setiap anggota kesatuan, baik TNI maupun Polri, perlu memahami fungsi dan porsi masing-masing,” ujar Al Araf ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (14/12/2018) siang.
Kejadian tersebut, menurut Al Araf, menunjukkan aparat di level bawah masih belum terbangun komunikasi yang baik. Hal itu bertolak belakang dengan yang dilakukan pimpinan tertinggi TNI dan Polri yang mengampanyekan kekompakan kedua institusi itu.
Hubungan kultural antara TNI dan Polri sebenarnya terus dijalin oleh pimpinan di tingkat bawah. Di Jakarta Timur, Kompas mencatat, Komandan Kodim 0505/Jakarta Timur Letnan Kolonel (Inf) Anan Nurakhman membawa kue ulang tahun Bhayangkara untuk Kepala Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Tony Surya Putra pada Rabu (4/7/2018).
Dalam kegiatan tersebut, Anan dan Tony sepakat menjaga kekompakan TNI-Polri di wilayah kerja mereka di Jakarta Timur. Mereka juga berharap soliditas TNI-Polri tetap langgeng dalam semua situasi demi terjaganya keamanan dari pusat hingga tingkat bawah.
Insiden pembakaran di Polsek Ciracas, menurut peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhamad Haripin, menunjukkan masih ada yang belum mulus dari hubungan TNI dan Polri.
Haripin menilai, masih ada anggota TNI yang berpandangan bahwa anggota TNI merupakan ”kakak tertua” polisi. Sebelum tahun 2000, polisi Indonesia ada di bawah angkatan bersenjata. Pemisahan itu untuk membagi tugas dan kewajiban antara Polri dan TNI.
”Ini hal-hal yang tidak terlihat. Tapi saya merasa masih ada pandangan bahwa TNI merupakan kakak tertua polisi sehingga jika melihat ada hal yang kurang atau lambat dikerjakan polisi, oknum TNI bergerak seolah-olah untuk menegur adiknya,” tutur Haripin.
Ia memandang insiden pembakaran Polsek Ciracas seperti ada pihak yang menganggap polisi tidak bisa menyelesaikan masalah.
Menurut Haripin, ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki di tubuh TNI. ”Hal itu sebaiknya menjadi bahan diskusi dalam program pendidikan TNI,” kata peneliti yang juga menulis buku Reformasi Sektor Keamanan Pasca Orde Baru itu.
Proses hukum
Al Araf menyebutkan, saat ini yang perlu dilakukan adalah refleksi pada institusi masing-masing. Penegakan hukum perlu dilakukan. Orang yang melakukan penganiayaan terhadap anggota TNI perlu dihukum sesuai peraturan. Pelaku pembakaran Polsek Ciracas juga perlu diusut sesuai undang-undang.
Sebanyak lima tersangka pengeroyokan terhadap anggota TNI di Ciracas sudah ditangkap Polda Metro Jaya, Jumat. Sementara massa pelaku perusakan kantor Polsek Ciracas masih belum terungkap.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Kolonel Laut M Zaenal menuturkan, insiden pembakaran kantor Polsek Ciracas tidak bisa langsung dikaitkan dengan pengeroyokan anggota TNI AL oleh juru parkir. Kasus pengeroyokan telah diselesaikan secara damai antara pelaku dan korban. Namun, jika memang terkait, TNI AL menyerahkan penyelidikan sepenuhnya kepada Polisi Militer TNI (Kompas, 13/12/2018).
”Jadi, kami akan fokus mencari tahu siapa pelaku penyerangan Polsek Ciracas itu. Baru kami dalami, apakah ada keterkaitan antara kasus perusakan dan pemukulan anggota TNI tempo hari,” ucap Kepala Penerangan Kodam Jaya Kolonel Infanteri Kristomei Sianturi. (SUCIPTO)