Persoalan Bangsa dan Kelas Sosial
Selama tiga tahun terakhir terjadi pergeseran persepsi atas persoalan bangsa yang mendesak diselesaikan. Kepentingan politik dan kelas turut bermain memaknai persoalan bangsa.
Persoalan di bidang ekonomi merupakan problem yang paling banyak menjadi perhatian masyarakat dan dipandang paling mendesak diatasi. Problem ekonomi dan stabilitas harga menjadi perhatian utama dari satu di antara empat orang.
Persoalan ekonomi dinyatakan 26,5 persen responden, lebih tinggi dari persoalan lain seperti kemiskinan (11,4 persen), korupsi (7,1 persen), serta lapangan kerja dan pengangguran (6,8 persen).
Meski persoalan ekonomi menjadi problem terbesar, ada kecenderungan pergeseran penilaian masyarakat dibanding tiga tahun lalu. Pada April 2015 persoalan ini disuarakan 41,3 persen responden dan kini hanya disuarakan seperempat dari total responden. Penurunan ini, bisa jadi, karena stabilitas harga dan pasokan barang relatif terkendali.
Selain ekonomi, sejumlah persoalan juga mengalami perubahan persepsi, tidak sekuat tiga tahun lalu, yaitu korupsi, infrastruktur, kesejahteraan, hukum dan kriminalitas, serta tata kelola pemerintahan.
Sebaliknya, beberapa persoalan mengalami peningkatan perhatian. Isu kemiskinan melonjak dua kali lipat dibanding penilaian Juli 2015. Kenaikan perhatian juga terjadi pada persoalan lapangan kerja dan pengangguran, pertahanan dan keamanan, serta problem yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dan politik.
Persoalan pertahanan dan keamanan yang cukup krusial adalah aksi terorisme dan konflik horizontal antarkelompok masyarakat. Kenaikan perhatian terhadap persoalan sosial budaya dipicu oleh membesarnya isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), diskriminasi kelompok tertentu, dan melemahnya toleransi.
Infrastruktur, meski dalam skala nasional masih kalah dengan persoalan ekonomi, kemiskinan, dan korupsi, menjadi rujukan utama apabila terkait dengan kepentingan komunitas terdekat. Studi Litbang Kompas tahun 2016 menunjukkan, infrastruktur menjadi prioritas utama yang harus dikerjakan jika berbicara pembangunan desa. Dalam studi kali ini, persoalan infrastruktur menjadi perhatian yang lebih besar di wilayah Maluku, Papua, dan Sumatera.
Politik pemaknaan
Tahun politik, khususnya menjelang Pemilu 2019, turut berpengaruh terhadap pandangan masyarakat atas persoalan bangsa. Keberpihakan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden ikut mewarnai pandangan publik dalam memaknai problem-problem penting yang mendesak diatasi.
Persoalan ekonomi dan stabilitas harga disebut oleh 23 persen pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin, sementara pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mengemukakannya mencapai 31,7 persen.
Dalam persoalan lapangan kerja dan pengangguran, lontaran pernyataan dari pendukung Prabowo-Sandi juga terasa lebih keras. Sebaliknya, aspek pertahanan dan keamanan lebih menjadi kekhawatiran bagi pendukung Jokowi-Ma’ruf.
Persoalan antarkelas
Persoalan bangsa tidak bisa dilihat secara tunggal berlaku di semua kelompok masyarakat. Lapangan kerja dan pengangguran lebih banyak menjadi persoalan generasi Z (pemilih pemula yang berusia 17-21 tahun). Generasi ini juga lebih peduli pada persoalan pendidikan dan sumber daya manusia serta korupsi. Sementara itu, usia di atas 22 tahun lebih peduli pada persoalan pertahanan dan keamanan dibanding generasi Z.
Yang menarik, persoalan ekonomi dan stabilitas harga justru lebih banyak dirasakan golongan orang kaya. Jika di masyarakat dengan pengeluaran per bulan di bawah Rp 750.000, hanya 17,5 persen yang menyebut ekonomi sebagai persoalan utama, maka pada kategori pengeluaran di atas Rp 7 juta, ekonomi disebut oleh 46,5 persen responden.
Persoalan ekonomi lebih bersifat elitis. Bagi masyarakat bawah, tuntutan terhadap pembangunan infrastruktur, penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan kesejahteraan dan kesehatan justru lebih mengemuka.
Fenomena ini mengindikasikan persoalan ekonomi lebih bersifat elitis. Bagi masyarakat bawah, tuntutan terhadap pembangunan infrastruktur, penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan kesejahteraan dan kesehatan justru lebih mengemuka.
Sebaliknya, kelas menengah-atas lebih peduli terhadap korupsi yang makin masif dan merebaknya kriminalitas serta pelanggaran hukum lainnya. Kelas ini juga lebih peduli pada meningkatnya problem pertahanan dan keamanan.
Perbedaan sosial budaya, yang dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika seharusnya menjadi kekayaan bangsa Indonesia, kini ada di persimpangan makna. Eskalasi politik identitas yang makin intensif dalam lima tahun terakhir diduga terus berkembang hingga Pemilu 2019.