JAKARTA, KOMPAS - Keterbatasan lahan merupakan persoalan dalam mengelola sampah di DKI Jakarta. Salah satu penyebabnya karena warga enggan hidup berdampingan dengan bau sampah. Oleh karena itu, pemerintah kota perlu mewujudkan lahan sampah yang ramah bagi permukiman warga.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, selain ketersediaan lahan, penolakan dari warga juga menyulitkan pemerintah untuk menyediakan tempat penampungan sementara (TPS).
Menurutnya, warga banyak yang menolak pembangunan TPS dengan menyurati Gubernur DKI Jakarta dan Dinas Lingkungan Hidup. Mereka meminta agar TPS yang berada di area permukiman untuk dipindahkan. "Padahal, kami kesulitan mencari lahan," ujar Isnawa, Jumat (14/12/2018) kemarin.
Selain penolakan warga, tambah Isnawa, lahan yang digunakan sebagai TPS kerap diambil alih oleh pemilik lahan guna keperluan lain.
"Contoh, dulu kami punya TPS di Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, tetapi diambil alih oleh Jasa Marga untuk pembangunan LRT. TPS kami yang di pinggir sungai juga terkena program normalisasi. Akhirnya, semakin lama semakin berkurang," ujarnya.
Guna mengatasi kekurangan ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyampaikan pesan kepada Dinas Kehutanan supaya lahan dinas yang belum terpakai bisa digunakan sebagai lokasi pembuangan sampah.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta juga meminta kepada masyarakat untuk mengelola sampah dari sumbernya. Hal itu dapat dilakukan dengan memilah sampah sesuai jenisnya masing-masing sejak dari rumah. Adapun sampah rumah tangga menyumbang 48 persen dari total 65 juta ton sampah di Indonesia pada 2017 (Kompas, 4/8/2018).
Secara terpisah, Kepada Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Selatan Syarifudin juga mengakui sulitnya mencari lahan untuk menampung sampah. Saat ini, Jakarta Selatan memiliki 19 TPS dari kebutuhan ideal 65 TPS. "Dengan wilayah mencapai 65 kelurahan, idealnya setiap kelurahan memiliki satu TPS untuk mempercepat pelayanan kebersihan kepada masyarakat," ujar Syarifudin.
Dengan keterbatasan itu, pihaknya menyediakan sarana penampungan sampah seperti pul gerobak dan dustbin. Selain itu, ia juga mempertegas program pengurangan sampah dari sumber melalui pembinaan bank sampah, diet kantong plastik, dan daur ulang kemasan.
Ramah permukiman
Di Jakarta Utara, pemerintah setempat bersama PT Pertamina (Persero) dan masyarakat, membangun TPS ramah lingkungan permukiman, Jumat, di Jalan Inspeksi Kali Sunter, Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara. Langkah itu berupaya mengurangi bau sampah yang menguar hingga ke permukiman.
Adapun bangunan fisik TPS dibangun menggunakan dana pertanggungjawaban sosial Pertamina. Di luas lahan 510 meter persegi itu, dibangun tembok berbentuk huruf L dengan lantai beton berukuran 17 x 15 meter, sedangkan sisa lahan digunakan untuk area parkir kendaraan sampah. Instalasi pembuangan air limbah (IPAL) juga dibangun untuk mengurangi bau.
Camat Koja Yusuf Madjid mengklaim, TPS ramah lingkungan permukiman ini dapat mengurangi bau yang selama ini dikeluhkan warga RW 009. "Selama ini TPS belum memiki saluran pembuangan air lindi sampah atau IPAL. Namun, sekarang sudah dibuatkan saluran itu," ujarnya.
Yusuf menambahkan, pola pembuangan sampah ke tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, dilakukan saat sore dan malam hari. "Jadi, setiap pagi tidak ada sampah di TPS. Dengan demikian, sampah tidak tertampung lebih dari 24 jam sehingga tidak menimbulkan bau," ujarnya.
Sebelum direvitalisasi, sampah di TPS ini baru bisa diantar ke Bantar Gebang dalam kurun 2-3 hari. Hal itu disebabkan kondisi TPS berada di cekungan tanah sedalam 1,5 meter sehingga menyulitkan petugas untuk mengangkut sampah secara keseluruhan.
Kepala Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan Koja Acim Sutisna mengatakan, TPS Kecamatan Koja memiliki 12 truk yang berfungsi mengantar sampah ke Bantar Gebang. Dalam sehari, TPS ini menampung 200 ton sampah dari 903 RT di kecamatan tersebut. (Dionisio Damara)