JAKARTA, KOMPAS — Mendekati Pemilu 2019 pada April, diperkirakan ujaran kebencian dan hoaks meningkat di media sosial. Tokoh agama diharapkan mampu meredam keributan di masyarakat melalui ceramah damai. Jangan malah justru menyebar kebencian atas nama agama.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan hal itu dalam diskusi bertajuk ”Hoax, Hate speech, dan UU ITE” yang diselenggarakan BK52 di Jakarta, Jumat (14/12/2018). Menurut Jimly, masih ada tokoh agama yang berceramah dengan menyisipi ujaran kebencian. Ia mengimbau seluruh tokoh agama untuk berusaha menghentikan ujaran kebencian atas dasar apa pun.
”Masih ada yang ceramah menggunakan ayat-ayat (kitab suci), tetapi isi ceramah malah menyebarkan kebencian atas nama agama. Itu tidak sehat,” kata Jimly.
Jimly mengatakan, kebebasan berpikir, berekspresi, dan berserikat sudah ada aturan dan batasannya. Menurutnya, kebebasan dalam hal itu diatur agar tidak mengganggu orang lain. Untuk itu, ia berharap agar masyarakat menimbang-nimbang ulang ketika berpendapat di media sosial. Jika untuk tujuan kebencian dan permusuhan, lebih baik niat itu diurungkan.
Ajakan dan seruan untuk menjaga perdamaian di tahun politik sudah bergulir sejak setahun terakhir. Pada Oktober lalu, berbagai komunitas dan organisasi agama mengadakan Gerak Jalan Kerukunan dan Deklarasi Damai Indonesiaku di Jakarta. Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin dalam kegiatan itu mengatakan, pemilu merupakan momentum untuk memaknai perbedaan dengan positif.
”Mari menjalankan pemilihan umum dengan damai. Keragaman yang muncul antarpartai, caleg, dan capres hakikatnya memiliki tujuan yang sama, yakni agar negara bangsa ini semakin berkualitas. Kita berkompetisi untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa,” kata Lukman saat itu.
Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Suhadi Sendjaja, yang juga hadir dalam kegiatan tersebut, menyerukan hal yang sama. Ia mengatakan, politikus yang beradu gagasan di Pemilu 2019 diharapkan tak melakukan perbuatan yang bisa memecah belah kerukunan umat, termasuk di media sosial. Hal itu berisiko menimbulkan keributan di alas rumput. (SUCIPTO)