YOGYAKARTA, KOMPAS — Seniman Djaduk Ferianto, yang selama ini lebih dikenal sebagai musisi, menggelar pameran tunggal fotografi bertajuk ”Meretas Bunyi” di Bentara Budaya Yogyakarta. Pameran yang dibuka pada Sabtu (15/12/2018) malam tersebut menghadirkan 83 foto karya Djaduk yang dihasilkannya selama tahun 2012 sampai 2017.
”Fotografi saya sikapi sebagai stimulus untuk mengasah sensitivitas saya,” kata Djaduk dalam temu media sebelum pembukaan pameran ”Meretas Bunyi”, Sabtu sore, di Bentara Budaya Yogyakarta.
Djaduk mengatakan mulai belajar fotografi sejak tahun 1988 saat berada di Jerman. Saat itu, dia membeli kamera pertamanya di Jerman setelah mengumpulkan uang dengan menjadi pelayan di Wisma Indonesia di Hamburg, Jerman.
”Sejak saat itu, saya mulai bermain-mainlah dengan fotografi dan mencoba memotret peristiwa-peristiwa di sekitar saya,” ujarnya.
Hobi fotografi Djaduk kemudian terus berkembang saat ia bergabung dengan kelompok penggemar fotografi bernama Gembira Selalu yang beranggotakan orang-orang dari berbagai latar belakang.
”Profesi anggotanya itu macam-macam. Ada yang dokter, insinyur, dan sebagainya. Saya lalu ikutlah bergabung di situ,” ucapnya.
Sensitivitas kian terasah
Bersama teman-temannya di kelompok itu, Djaduk kerap hunting foto ke sejumlah tempat di Indonesia. Dari pergaulan itu, Djaduk mengaku sensitivitasnya saat memotret kian terasah. ”Semakin hari semakin terasah sensitivitas saya,” ujar pendiri kelompok musik Kua Etnika itu.
Djaduk memaparkan, dalam aktivitas keseniannya, ada sesuatu yang sering ia sebut sebagai ”ngeng”. Istilah tersebut merujuk pada sensitivitas atau kepekaan Djaduk sebagai seniman.
”Ngeng itu tidak bisa diterjemahkan secara harfiah, tetapi itu adalah kumpulan dari energi yang membentuk sensitivitas,” ungkapnya.
Menurut Djaduk, ia juga mengandalkan ngeng saat memotret sebuah obyek atau peristiwa. ”Ketika melihat obyek atau peristiwa-peristiwa, ngeng saya yang jalan. Kalau ngeng-nya enggak muncul, mau ada peristiwa kayak apa pun, saya diam saja,” tutur putra almarhum maestro tari Bagong Kussudiardja itu.
Foto-foto karya Djaduk dalam pameran ”Meretas Bunyi” menampilkan aneka obyek atau peristiwa. Dalam sebuah fotonya, Djaduk memotret tukang pijat yang tengah memijat pelanggannya di pinggir jalan salah satu kota di Indonesia. Sementara di foto lain, ia menampilkan pemandangan sebuah taman di New York, Amerika Serikat.
Dalam sejumlah foto, Djaduk juga menampilkan beberapa peristiwa seni pertunjukan—sebuah bidang yang sangat dekat dengannya. Namun, di foto lain, ia memotret peristiwa keseharian, misalnya anak-anak yang berenang di kolam, seorang lelaki yang tengah membaca koran di sebuah halte, juga seseorang yang tengah berfoto di dekat tiang di dalam Gereja Ayam di Magelang, Jawa Tengah.
Kurator Pameran ”Meretas Bunyi”, Doni Maulistya, mengatakan, aktivitas fotografi yang dilakoni Djaduk memiliki kaitan erat dengan proses keseniannya. Menurut Doni, Djaduk berhasil meretas atau membedah aktivitas fotografi untuk dimanfaatkan dalam aktivitas keseniannya, terutama sebagai musisi.
”Dia berhasil meretas fotografi untuk praktik bunyinya dia. Dan dia berhasil meretas kumpulan bunyi yang udah dia dapatkan untuk menghasilkan fotografi. Jadi, ada peristiwa ulang-alik di sini,” ungkap Doni.