DEPOK, KOMPAS — Dalam rangka mengejar target swasembada susu segar, Indonesia membutuhkan tambahan populasi sapi perah. Impor sapi perah dinilai bisa menjadi pilihan untuk menyokong jumlah populasi tersebut.
Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana menyatakan, berdasarkan data yang dihimpun dari Asosiasi Industri Pengolahan Susu, kebutuhan susu dalam negeri pada tahun 2020 mencapai 6 juta ton. Namun, produksi susu nasional diprediksi 1 juta ton.
Merujuk data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), saat ini jumlah populasi sapi perah di Indonesia sekitar 250.600 ekor. ”Untuk mencapai swasembada susu tahun 2020, total sapi perah yang dibutuhkan sekitar 1,5 juta ekor,” kata Teguh saat ditemui dalam rapat koordinasi ruminansia perah di Depok, Jawa Barat, Jumat (14/12/2018).
Swasembada susu berarti setidaknya 90 persen kebutuhan nasional dipenuhi dari dalam negeri. Teguh berpendapat, untuk menutupi kekurangan tersebut, impor sapi perah dapat menjadi alternatif.
Harga sapi perah impor berkisar Rp 40 juta per ekor. Teguh mengusulkan pemerintah memberikan subsidi 50 persen. Sisanya, peternak membiayainya dengan skema kredit usaha rakyat (KUR).
Pengembangbiakan
Praktisi kesehatan reproduksi dan anggota Komisi Bibit Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, R Kurnia Achjadi, menambahkan, pemerintah sebaiknya tidak menganggap impor sapi perah itu tabu. ”Cukup sepertiga dari kebutuhan yang diimpor dan dilakukan 2 tahun sekali,” ujarnya.
Selain impor, Kurnia mengimbau, koperasi peternak memiliki sistem rearing dalam peternakan yang dikelola sebanyak 30 persen. Artinya, 30 persen dari populasi sapi perah itu dikembangbiakkan secara mandiri.
Menurut Ketua Umum GKSI Dedi Setiadi, peternak kesulitan mengembangbiakkan sapi yang lahir dari peternakan hingga produktif menghasilkan susu karena membutuhkan modal sekitar Rp 20 juta untuk 2 tahun. Andil terbesar dalam modal itu berasal dari pakan. Oleh sebab itu, dia mengharapkan adanya subsidi pakan dari pemerintah untuk meningkatkan gairah peternak sapi perah dalam mengembangbiakan secara mandiri.
Sebagai jalan tengah, Dedi telah mewajibkan anggota koperasi yang memiliki lima sapi perah untuk mengembangbiakkan sapi pedet betina yang lahir di peternakan. ”Minimal satu saja yang dikembangbiakkan sendiri oleh peternak,” ucapnya.
Selain untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri, kenaikan populasi sapi perah turut meningkatkan skala ekonomi peternak. Agar peternak dapat mengandalkan kegiatan beternak sebagai mata pencarian utamanya, sapi perah yang dimiliki minimal 10 ekor. Dedi mengatakan, rata-rata peternak saat ini memiliki 3-4 sapi.
Sementara itu, Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Soegiono mengatakan, pembibitan sapi perah saat ini mengandalkan semen yang dikembangkan dengan metode uji zuriat di Baturaden, Jawa Tengah. Saat ini, ada 3,5 juta dosis semen. Tingkat produksi susu dari genetika semen ini berkisar 12,4 liter per ekor per hari.