Sosok ibu menjadi rumah pertama bagi keluarganya. Ia akan menunggu anaknya pulang dan kembali dalam pelukannya. Rasanya belum ”pulang” kalau tidak bertemu ibu di rumah. Terkadang anak lupa untuk pulang dan gengsi untuk mengucapkan, ”Saya kangen ibu”.
Sosok ibu dalam berbagai perspektif tertuang dalam sebuah teater berjudul Untuk Ibu yang dipersembahkan aktor Tyo Pakusadewo bersama sahabat-sahabatnya pada Sabtu (15/12/2018), di Teater Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pergelaran ini melibatkan beberapa aktris dan aktor, antara lain Rifnu Wikana, Donny Damara, Shelomita, Estelle Linden, dan Nagra.
Teater ini merupakan sebuah perjalanan dari rasa hormat Tyo kepada ibu. Tyo ingin mengingatkan kepada publik bahwa sosok ibu sangatlah berperan penting dalam kehidupan anak. Perspektif setiap anak tidaklah sama dalam melihat sosok ibu. Mereka memaknai kasih sayang yang diberikan ibu secara berbeda.
Pertunjukan diawali dengan pembacaan sajak ”Ibu” karangan Wiji Thukul oleh Donny. Ia membacakan puisi itu dengan penuh penghayatan. Petikan baris puisi yang dibacakan, ”Ibu pernah mengusirku minggat dari rumah, tetapi menangis ketika aku susah”.
Rupanya, Donny memiliki pengalaman yang sama dengan isi puisi itu. Dulu, dia pernah mengecewakan hati ibunya, lalu memilih minggat dari rumah. Dalam puisi itu, terungkap bahwa sosok ibu selalu memaafkan saat disakiti oleh anak-anaknya.
Berbeda dengan Donny, Rifnu telah ditinggalkan ibunya sejak kecil. Sang ibu mengalami kecelakaan dalam perjalanan ke luar kota. Sebelum keberangkatan, ibunya sempat berpamitan kepada Rifnu.
Pesan terakhir yang disampaikan kepada Rifnu adalah untuk selalu beribadah dan menjadi anak yang baik. Sejak kepergian sang ibu, ia diasuh oleh adik ibunya, yang ia sebut sebagai bunda.
Salah paham
Cinta yang diberikan seorang ibu memiliki berbagai bentuk. Ada yang tersirat, tapi lebih banyak yang tersurat. Yang tersurat kerap kali menimbulkan kesalahpahaman bagi si anak.
Ada seorang ibu yang rela menjadi tulang punggung keluarga dengan menjadi istri simpanan. Perspektif ini digambarkan dalam dua sisi pemikiran kakak dan adik. Sang adik menganggap ibunya melakukan perbuatan yang tidak terpuji, sedangkan sang kakak melihat sisi positif yang dilakukan sang ibu.
Ibu itu rela berkorban demi bisa membiayai sekolah anaknya. Ibu tidak ingin anaknya kelak bernasib sama seperti dirinya. Ia ingin anaknya bisa menjadi orang yang sukses dan mandiri.
Sementara itu, Nagra selalu dididik secara keras oleh ibunya. Ia pernah bertengkar hebat dengan ibunya dan diusir dari rumah. Sejak kejadian itu, ia tidak pernah pulang dan berkomunikasi dengan ibunya lagi.
Nagra pun hidup dari jalanan. Kehidupan luar yang keras telah menempanya menjadi sosok tangguh dan mandiri. Ia memang membenci ibunya. Namun, cintanya jauh lebih besar. Ia sangat ingin pulang untuk kembali ke dalam pelukan sang ibu.
Pada suatu kesempatan, ia memberanikan diri untuk pulang. Ia mengetahui, ibunya pasti akan mengusir dia lagi. Setibanya di rumah, ia langsung memeluk ibunya. Permintaan maaf Nagra diterima baik oleh sang ibu. Hubungan keduanya pun menjadi erat lagi.
Adegan Tyo di balik jeruji besi ditampilkan pada akhir pementasan. Adegan itu menggambarkan penyesalan yang ia rasakan karena ibunya meninggal saat Tyo masih ditahan. Belum banyak yang bisa ia perbuat untuk sang ibu.
”Saya berjanji untuk menjadi manusia yang lebih baik dari yang lalu,” ujar Tyo. (MELATI MEWANGI)