Masyarakat sipil berperan penting menjaga demokrasi di Indonesia. Namun, kini ada kecenderungan penurunan partisipasi masyarakat sipil.
JAKARTA, KOMPAS Masyarakat sipil menjadi salah satu komponen penting bangsa yang berperan signifikan menjaga demokrasi di Indonesia agar tidak mundur akibat tekanan elite. Kelompok masyarakat sipil menjadi penyeimbang dan pengontrol pemegang kekuasaan, sekaligus berperan menghadirkan kesadaran politik di masyarakat.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2017 yang disusun Badan Pusat Statistik menunjukkan sedikit perbaikan dibandingkan dengan tahun 2016, yakni naik 2,02 poin menjadi 72,11 poin. Dalam skala 0-100, semakin besar nilai indeks, semakin baik kondisi demokrasi.
Kendati ada peningkatan pada IDI 2017, angka itu masih lebih rendah daripada IDI 2014 (73,04) dan 2015 (72,82). Selain itu, jika dilihat secara longitudinal sejak 2009, IDI relatif stagnan, yaitu bertahan di kategori sedang (60-80). Dua kategori lainnya adalah buruk (kurang dari 60) dan baik (lebih dari 80).
IDI berbasis pada tiga aspek, yakni kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi.
Namun, jika melihat hasil penelitian lainnya, seperti Indeks Demokrasi Dunia yang disusun The Economist Intelligence Unit, peringkat Indeks Demokrasi Indonesia pada tahun 2017 ada di 68, turun 20 peringkat dari tahun 2016 yang berada di peringkat ke-48.
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto, Jumat (14/12/2018), di Jakarta mengatakan, organisasi masyarakat sipil menjadi tulang punggung dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia, secara umum maupun dalam perhelatan Pemilu 2019. Sebab, organisasi kemasyarakatan memiliki peran penting untuk menghadirkan kesadaran dan peradaban politik bagi masyarakat akar rumput.
”Masyarakat sipil berada di rahim-rahim organisasi kemasyarakatan yang menjadi prasyarat proses konsolidasi demokrasi. Peran itu signifikan dalam peningkatan kualitas kampanye di Pemilu 2019,” kata Gun Gun.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga menyampaikan, masyarakat sipil berperan signifikan dalam menjaga kebebasan sipil dan menjaga demokrasi pada umumnya. Ini karena masyarakat sipil menjadi kekuatan penyeimbang ketika instrumen legislatif dan eksekutif berada dalam frekuensi kekuasaan yang sama. Masyarakat sipil juga menjadi alat kontrol untuk memastikan agenda-agenda tata kelola pemerintahan yang baik, supremasi hukum, dan hak-hak dasar warga negara tetap terjamin.
”Dalam konteks Indonesia, masyarakat sipil berperan menjaga agenda demokrasi berjalan sesuai koridor. Masyarakat sipil juga menjaga agar demokrasi kita tidak kembali ke status quo atau justru mundur,” kata Titi.
Tantangan
Hanya saja, hal itu tidak mudah karena masyarakat sipil juga berhadapan dengan tantangan yang besar. Menurut Titi, belakangan ini muncul ancaman kriminalisasi terhadap aktivis masyarakat sipil yang menyuarakan isu kebebasan berpendapat atau ketika mendorong upaya transparansi.
”Saat ini masyarakat sipil tertatih-tatih karena kurang mampu mengimbangi kekuatan sumber daya yang dimiliki elite yang mendominasi parpol dan parlemen,” kata Titi.
Indeks Keadaan Demokrasi Global 2017 yang disusun International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menunjukkan, dalam sub-aspek partisipasi masyarakat sipil, nilai Indonesia berada jauh di atas rata-rata negara ASEAN. Nilai Indonesia mencapai 0,75, sedangkan rata-rata ASEAN 0,54. Dalam interval 0-1, semakin mendekati angka 1, semakin baik capaian sebuah negara.
Indeks Keadaan Demokrasi Global 2017 yang disusun International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menunjukkan, dalam sub-aspek partisipasi masyarakat sipil, nilai Indonesia berada jauh di atas rata-rata negara ASEAN. Nilai Indonesia mencapai 0,75, sedangkan rata-rata ASEAN 0,54. Dalam interval 0-1, semakin mendekati angka 1, semakin baik capaian sebuah negara.
Namun, nilai Indonesia dalam sub-aspek partisipasi masyarakat sipil pada 2017 ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2015 dan 2016 yang mencapai 0,85.
Titi mengatakan, masyarakat sipil di Indonesia saat ini kurang mampu mengelola akar rumput, semakin mengecil secara struktural. Oleh karena itu, dia mendorong masyarakat sipil memperkuat koalisi, termasuk dengan media massa.