JAKARTA, KOMPAS — Pembudidaya ikan terus didorong mengikuti program asuransi bagi pembudidaya ikan guna perlindungan usaha. Pemerintah telah menginisiasi subsidi untuk program asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil (APPIK) sejak 2017.
Pada tahun 2017, subsidi APBN untuk program APPIK mencapai Rp 1,485 miliar dengan cakupan 2.004 orang untuk lahan 3.300 hektar. Tahun 2018, jumlahnya meningkat menjadi Rp 2,987 miliar dengan jangkauan 6.914 orang untuk lahan 10.220 hektar.
Hingga November 2018, total klaim APPIK mencapai Rp 676.151.000. Klaim asuransi didominasi serangan penyakit dan bencana banjir.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto di Jakarta, Jumat (14/12/2018) menyatakan, pemerintah telah menambah jenis komoditas yang masuk untuk produk asuransi perikanan, yaitu udang, bandeng, patin, serta nila tawar dan payau.
”Program ini juga sebagai stimulan dan edukasi dalam membangun kesadaran pembudidaya ikan untuk berasuransi. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan baik pemda, asosiasi, maupun pembudidaya agar program ini makin sukses dan masif,” ujarnya.
Belum optimal
Sementara itu, pemanfaatan potensi lahan untuk budidaya air payau diharapkan terus meningkat. Komoditas yang bisa didorong antara lain udang, bandeng, dan nila payau. Potensi lahan untuk budidaya air payau sekitar 2,8 juta hektar, tetapi baru dimanfaatkan sekitar 605.000 hektar atau 21,64 persen. Dari jumlah lahan itu, luas tambak produktif untuk budidaya udang hanya 242.000 hektar atau 40 persen.
Lima tahun terakhir, produksi udang nasional menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan rata-rata 15,7 persen per tahun. Pada tahun 2018, volume ekspor udang diprediksi mampu mencapai 180.000 ton atau naik dibandingkan tahun lalu yang mencapai 147.000 ton. Adapun nilai ekspor diprediksi naik 22,44 persen dari 1,42 miliar dollar AS tahun 2017 menjadi 1,8 miliar dollar AS tahun 2018.
Ia menambahkan, upaya meningkatkan produksi budidaya udang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip budidaya berkelanjutan. Di antaranya, mendorong budidaya udang berbasis ekosistem untuk memastikan bahwa budidaya udang tidak hanya menghasilkan produktivitas optimum, tetapi juga menjamin kualitas lingkungan, fungsi, dan layanan ekosistem.
KKP telah menargetkan peningkatan nilai ekspor udang hingga 1 miliar dollar AS dalam kurun tahun 2019-2021. Penetrasi teknologi diharapkan meningkatkan kualitas produksi dan nilai tambah komoditas andalan perikanan budidaya tersebut.
Saat ini, terdata 17 usaha rintisan perikanan berbasis digital yang bergerak di sektor hulu-hilir. Usaha-usaha rintisan itu tergabung dalam jejaring Digifish Network untuk menghubungkan industri perikanan dengan inovasi digital.
CEO Minapoli Rully Setya Purnama mengemukakan, jejaring usaha rintisan perikanan berbasis digital diharapkan juga menjadi sarana bertukar informasi untuk mendorong perkembangan dan inovasi industri perikanan nasional.