Pemerintah menambah kekuatan pertahanan udara di wilayah Indonesia timur yang masih belum memadai. Pembangunan komando operasi angkatan udara pun dipercepat dan empat skuadron baru dibentuk.
BIAK, KOMPAS - Pemerintah mempercepat pengembangan kekuatan pertahanan udara secara khusus di wilayah timur Indonesia. Pengembangan kekuatan itu dilakukan dengan membangun markas komando dan empat skuadron di Komando Operasi Angkatan Udara III, yang ditargetkan selesai pada akhir 2019.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Yuyu Sutisna mengatakan, peran Komando Operasi Angkatan Udara (Koopsau) III sangat krusial untuk mengawasi pelanggaran lintas udara atau penerbangan gelap (black flight) di wilayah timur Indonesia. Karena itu, percepatan pengembangan komando utama tersebut wajib dilakukan.
”Pemerintah menaruh perhatian cukup besar untuk pengembangan kekuatan pertahanan udara, lebih khusus lagi di wilayah timur. Anggaran yang disediakan pemerintah juga cukup banyak untuk membangun Koopsau III,” ujar Yuyu di Pangkalan Udara Militer (Lanud) Manuha, Biak, Papua, Jumat (14/12/2018).
Sebelumnya, TNI Angkatan Udara hanya memiliki dua Koopsau yang tersebar di dua wilayah Indonesia. Koopsau I bermarkas di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, dengan wilayah operasi Indonesia bagian barat, meliputi Sumatera, Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah.
Adapun Koopsau II bermarkas di Lanud Makassar, Sulawesi Selatan, dengan wilayah operasi Indonesia bagian timur, meliputi sebagian Jateng, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Tengah, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Yuyu menjelaskan, pada 2019 pemerintah mengalokasikan dana Rp 500 miliar untuk pembangunan markas komando Koopsau III di Biak. Pembangunan markas komando itu diharapkan selesai pada kisaran Maret hingga April 2019.
Pembangunan skuadron
Tahap selanjutnya, empat skuadron udara juga akan dibangun di Koopsau III. Empat skuadron itu meliputi skuadron helikopter di Lanud Jayapura (Papua), skuadron pesawat tanpa awak di Lanud Timika (Papua), skuadron pesawat transportasi di Lanud Biak (Papua), dan skuadron pesawat tempur, di Lanud El Tari (Kupang) atau Lanud Biak (Papua).
”Di wilayah timur ini belum ada skuadron sehingga kami pandang sangat perlu dibangun skuadron-skuadron itu. Diharapkan pada akhir 2019 akan selesai semua,” tutur Yuyu.
Kepala Staf Koopsau III Marsekal Pertama I Wayan Sulaba juga menyatakan pentingnya percepatan pengembangan Koopsau III. Apalagi, wilayah operasi Koopsau III sangat luas, meliputi empat provinsi yang terdiri atas delapan lanud. Keempat provinsi itu adalah Papua (Lanud Biak, Lanud Jayapura, Lanud Timika, dan Lanud Merauke), Nusa Tenggara Timur (Lanud El Tari, Kupang), Maluku (Lanud Dumatubun dan Lanud Patimura), serta Maluku Utara (Lanud Morotai).
Sulaba berharap ke depan Koopsau III memiliki skuadron tempur di Biak sehingga tidak terus-menerus mengandalkan bantuan alat utama sistem persenjataan dari Koopsau II di Makassar. Keberadaan skuadron tempur itu sangat penting agar upaya penindakan terhadap pesawat pelanggar lintas udara dapat diintersep dengan cepat.
”Koopsau III sudah berdiri, tetapi belum ada alutsista. Pesawat tempur juga belum ada. Kami harus pinjam alutsista dari kotama (komando utama) lain kalau ada operasi pertahanan udara. Pernah beberapa kali terjadi pesawat yang terdeteksi oleh radar. Tetapi, karena kami tak bisa melakukan penindakan, ya hanya tercatat saja,” ujar Sulaba.