Jazz Memanggil Wisatawan ke Maumere
”Bolelebo” lagu daerah Nusa Tenggara Timur mengalun lewat suara Andien. Juga lagu ”Mogi” yang dibawakan Ivan Nestorman, penyanyi kelahiran Manggarai, NTT. Itulah bagian dari kemeriahan Maumere Jazz Festival 2018 di Wairita, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Oktober lalu.
Perhelatan menghadirkan belasan seniman, seperti Glenn Fredly dan Reza Artamevia. Acara itu dihelat untuk ketiga kalinya di Maumere, sebagai salah satu cara menggerakkan potensi pariwisata di Maumere dan Kabupaten Sikka pada umumnya.
”Kami orang Maumere tidak punya minyak, batubara, emas., ataupun hutan. Tapi, kami punya alam yang indah,” kata tokoh masyarakat Maumere, Melchias Markus Mekeng. Dia menggagas perhelatan musik Maumere Jazz Fiesta (MJF) bekerja sama dengan Warta Jazz.
Perhelatan musik tersebut dimaksud sebagai maklumat bahwa Maumere dan wilayah Kabupaten Sikka lainnya mempunyai panorama indah. Mekeng memimpikan perhelatan seperti Festival Jazz Montreux yang digelar setiap tahun di Swiss. Selain menjadi tujuan wisata, festival tersebut juga menjadi salah satu pintu masuk ke berbagai destinasi wisata di Swiss.
Pada era digital saat ini, sudah menjadi ”ritual wajib” bagi pelancong untuk menyebar foto di mana ia berada. Terlebih jika mereka berada di tempat yang indah.
”Dengan revolusi digital 4.0, untuk mengangkat destinasi wisata tidaklah susah. Satu foto diunggah, akan sampai ke ujung dunia,” kata Mekeng yang yakin akan keampuhan media sosial sebagai pembawa kabar baik kekayaan pariwisata.
Lokasi MJF 2018, yaitu kawasan Wairita, menjanjikan panorama yang menawan. Di hadapan arena pergelaran menghampar laut biru dari Teluk Maumere. Keindahan panorama laut itu baru yang kasatmata. Di bawah permukaan laut di pulau-pulau di sekitar Teluk Maumere disebut Mekeng sebagai lokasi menyelam yang indah.
Pantai dan sejarah
Kabupaten Sikka mempunyai sejumlah pantai indah. Salah satunya Pantai Koka dengan air jernih biru dan pasir putih bersih. Pasir pantai, bibir laut, dan laut lepas menciptakan kombinasi warna putih, kuning, hijau toska, biru, plus hijau segar dari pohon nyiur di sepanjang pantai di mana kita bisa nyaman berteduh.
Pantai Koka terletak di Dusun Kangarusa, Desa Wolowiro, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, sekitar 50 kilometer (km) dari Maumere. Pantai itu berada di tengah dua tanjung, dengan sebuah pulau kecil bernama Watu Ngesu alias Batu Lesung.
Pesona lain disuguhkan Pantai Tanjung yang terletak sekitar 15 km dari Kota Maumere. Lautnya yang jernih memperlihatkan karang di dasar laut yang pada kedalaman tertentu terlihat dengan mata telanjang. Tidak jauh dari pantai ini terdapat hutan mangrove seluas 50 hektar yang dirintis penanamannya oleh Baba Akong pada tahun 1992. Lokasi pantai sekitar hutan bakau ini pernah digunakan untuk arena MJF pertama tahun 2016,
Lokasi-lokasi itu bisa dicapai dengan mudah menggunakan mobil sewa dari Maumere.
Kabupaten Sikka memiliki jejak sejarah Gereja Katolik. Salah satunya Gereja St Ignatius Loyola yang lebih dikenal sebagai Gereja Tua Sikka. Disebut ”gereja tua” karena bangunan dari kayu itu dibuat pada abad ke-14 di Desa Sikka, 50 km dari Maumere.
Kompas datang Minggu pagi saat berlangsung misa pukul 07.00. Umat tua muda mengenakan tenun Maumere beragam motif. Berkas-berkas sinar matahari menembus kisi-kisi bubungan gedung menampilkan permainan cahaya warna-warni.
Kabupaten Sikka juga mempunyai sejumlah tempat berziarah bagi umat Katolik. Salah satunya Bukit Nilo yang ada patung Bunda Maria Segala Bangsa. Patung setinggi 28 meter ini berdiri di puncak bukit dengan ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut. Dari bukit itu terlihat hamparan Laut Flores. Kita bisa menikmati matahari terbit dari bukit ini. Lokasi itu berjarak sekitar 7 km dari Maumere dan bisa ditempuh dalam waktu 15 menit dengan mobil.
Jika ingin melanjutkan perjalanan ke Gunung Kelimutu di Kabupaten Ende, kita bisa bermobil sekitar 100 km dengan waktu tempuh sekitar 3 jam dari Maumere. Waktu ideal untuk berangkat dari Maumere sekitar pukul 01.00. Sampai Taman Nasional Kelimutu sekitar 04.00, dilanjutkan berjalan sekitar 30 menit menuju puncak Kelimutu untuk menyaksikan matahari terbit di atas keindahan danau tiga warna.
Mekeng menghitung-hitung, jika saja dalam setahun dihelat tiga acara, dampaknya terhadap pariwisata akan semakin terasa. Tetesan keuntungan ekonominya juga akan panjang. Hotel bertambah, pelaku industri kerajinan seperti tenun juga akan terkena tetesan rezeki. Demikian juga pelaku usaha lainnya.
Agus Setiawan Basuni dari Warta Jazz yakin, sepanjang dilakukan konsisten dan terjaga sekualitas dan keunikannya, maka perhelatan musik seperti MJF akan mampu menjadi daya pikat bagi para pelancong. ”Peran jazz mengamplifikasi lokasi wisata cukup signifikan,” kata Agus.