Berhadapan dengan kemacetan nyaris setiap hari menjadikan warga Jakarta terbiasa dengan strategi perjalanan. Lika-liku siasat disusun ketika warga memperoleh informasi atau bahkan saat telanjur terjebak kemacetan.
Oleh
Antonius Purwanto/Litbang Kompas
·3 menit baca
Berhadapan dengan kemacetan nyaris setiap hari menjadikan warga Jakarta terbiasa dengan strategi perjalanan. Lika-liku siasat disusun ketika warga memperoleh informasi atau bahkan saat telanjur terjebak kemacetan.
Lika-liku siasat disusun mulai dari pilihan transportasi, rute, waktu pergi-pulang, bahkan antisipasi pribadi ketika rute perjalanan diinformasikan macet.
Kondisi jalanan kota yang kurang “bersahabat” terungkap dari hasil jajak pendapat Kompas akhir November lalu. Lebih kurang delapan dari 10 responden merasakan macetnya lalu lintas yang mereka hadapi sehari-hari.
Kemacetan yang dirasakan responden tercermin pula dari publikasi INRIX, lembaga riset transportasi yang berbasis di Inggris. Hasil riset INRIX tahun 2017 menempatkan Jakarta di peringkat 12 dari total 200 kota besar paling macet di dunia. Kemacetan ini umumnya membentuk pola khas aktivitas warga urban. Kemacetan terutama terjadi pada jam berangkat kerja atau sekolah, serta waktu pulang kerja.
Seiring dengan pengalaman sehari-hari itu, warga pun menempuh beberapa strategi untuk memperkecil risiko menembus kemacetan. Memilih waktu tertentu untuk pergi-pulang adalah strategi pertama yang dilakukan separuh lebih responden. Mereka memilih bangun lebih pagi, berharap tak bertemu dengan banyak "rekan senasib seperjuangan" yang berjibaku dengan ketepatan waktu.
Siasat kedua dan ketiga yang dilakukan warga adalah memilih moda transportasi dan rute perjalanan. Kedua strategi ini umumnya mengandalkan penuh teknologi yang memandu warga untuk mendapatkan cara tercepat ke lokasi aktivitas.
Lebih kurang seperempat responden lainnya mengaku terbiasa mencari jalan alternatif sebagai strategi utama mereka agar terhindar dari kemacetan. Mereka umumnya memanfaatkan aplikasi pemandu perjalanan seperti Waze atau Google Maps.
Teknologi juga diandalkan hampir 16 persen responden dengan memanfaatkan ojek daring. Kehadiran transportasi sepeda motor yang dapat dipesan lewat telepon, sangat efektif diandalkan ketika orang terpaksa harus menembus kemacetan. Waktu perjalanan lebih mungkin dihemat dengan sepeda motor dan tentu saja, lebih irit di kantong.
Menghindar atau berdamai
Warga pun tak hanya memikirkan upaya menghindari kemacetan sejak awal berangkat beraktivitas. Hal yang sama juga lebih banyak dipilih warga saat mengetahui kemacetan menghadang di rute perjalanan pulang. Ketika akan pulang tetapi mengetahui jalanan macet, separuh lebih warga ibu kota memilih menunggu kemacetan terurai.
Kendati demikian, tidak sedikit pula responden yang memilih sejenak melepaskan penat sembari menunggu kemacetan terurai. Tren gaya hidup menunggu kemacetan terurai dengan singgah sejenak ke tempat tertentu kini semakin banyak dijumpai di Jakarta. Hampir seperlima responden lainnya menyiasati waktu menunggu jam macet dengan nongkrong di mal, kedai kopi, ataupun pusat kebugaran.
Lantas apa yang dilakukan warga perkotaan saat terjebak kemacetan di jalan? Upaya menghindari kemacetan juga lebih banyak dipilih warga saat telanjur terjebak di tengah kemacetan. Hampir empat dari 10 responden memilih memutar balik kendaraan untuk menempuh jalur lain. Bagi pengendara mobil maupun sepeda motor, dengan melalui jalan alternatif, mereka bisa menghemat waktu, biaya, dan tenaga.
Sebagian warga yang lain (hampir 40 persen responden) mengaku lebih memilih mendengarkan radio, musik, atau mengakses gawai untuk mengurangi rasa tertekan di kemacetan. Sebuah studi tahun 2014 yang dilakukan Stephen Fairclough, profesor psikofisiologi dari Universitas Liverpool John Moores, Inggris, mengungkapkan bahwa musik dapat mempengaruhi emosi dan gaya berkendara pengemudi menjadi lebih tenang.
Kendati demikian, sebagian warga (sekitar 18 persen responden) mengaku tetap memilih menembus kemacetan atau mencari jalan alternatif ketika mengetahui bahwa rute perjalanan mereka mengalami hambatan lalu-lintas. Sebanyak 15 persen responden memilih pasrah saja, tidak melakukan apa pun saat terjebak macet.
Bagaimanapun, sikap pasrah juga bagian dari upaya berdamai dengan diri sendiri yang bermanfaat mengurangi rasa cemas, bosan dan marah ketika menghadapi kondisi kemacetan.
Menghindar atau berdamai, adalah dua hal yang dipilih warga ibu kota menyiasati kemacetan yang mereka alami nyaris setiap hari.